Quantcast
Channel: Intelijen – Pasulukan Loka Gandasasmita
Viewing all 62 articles
Browse latest View live

BUMN Membangun Pusat Data di Singapura, Masuk Kategori Pengkhianatan Terhadap Negara

$
0
0

Terkait dengan langkah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno membangun pusat data di Singapura, pakar teknologi dan komunikasi Pratama Persadha menilai, pusat data pemerintah memegang peran yang sangat vital. Terlebih, kata dia, digitalisasi yang dilakukan lewat program e-goverment membuat segala macam data dan sistem mulai terintegrasi dan tidak terlindungi.

“Sama saja seperti bunuh diri, langkah itu bisa membuka peluang untuk tidak terkontrolnya akses ke pusat data, Jika akses itu terbuka begitu saja, nanti siapa saja bisa melakukan apapun terhadap isi server atau jaringan tersebut” kata Pratama.

DIa menambahkan, banyak yang bisa dilakukan teehadap server jika dibangun di Singapura itu. Pratama menjelaskan, bisa mulai dari pencurian data, monitoring lalu lintas data, pengopian data server, bahkan dengan mudah bisa melakukan peerusakan terhadap semua data dan sistem jaringan.

Selain itu menurutnya, langkah yang diambil Rini untuk mewujudkan e-Goverment bisa membahayakan kedaulatan NKRI. “Kebijakan membangun pusat data pemerintah di Singapura ini tak kalah bahaya seperti saat Indosat dijual dahulu,” ujar ketua Lembaga Riset Keamanan Cyber CISSReC tersebut.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu menyatakan keberatanya atas rencana menteri BUMN tersebut. Langkah tersebut dianggap sebagai findalan yang dianggap berbahaya jika membangun pusat data pemerintah di Singapura.

Ada yang Bilang Menteri Rini Agen Ganda, Benar nggak ya?

Menteri BUMN Rini Soemarno dianggap membuat blunder dengan upayanya membangun pusat data pemerintah di Singapura. Langkah Rini ini dicap akan membuat Indonesia mudah ditelanjangi dari sisi cyber defence.

“Dengan begitu akan terjadi sabotase, jebolnya data-data penting yang berhubungan dengan kepentingan nasional. Akan dengan mudah Singapura mengetahui kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia, percakapan Presiden Jokowi yang bersifat top secret yang kemudian semua data bisa dijual ke negara lain atau digunakan oleh Singapura,” kata Sekjen FSP BUMN Bersatu, Tri Sasono seperti dilansir dari RMOL.co (Grup JPNN), Selasa (16/6).

Menurut dia, dengan adanya pusat data base informasi E-Goverment di Singapura membuktikan kalau Rini Sumarno merupakan agen ganda yang ada di pemerintahan Jokowi.

Dia juga mengatakan, keputusan Rini menyerahkan proyek E-Government kepada Singapura melalui kerjasama Telkom dan Singtel sama sekali tidak bisa disebut sebagai langkah koorporasi. Tetapi merupakan tindakan membantu intelijen asing dalam menguasai, memata-matai, dan memporak-porandakan negeri ini.

“Tindakan Rini dapat dikatagorikan sebagai pengkhianatan terhadap negara. Dia menjual rahasia negara secara legal melalui mekanisme bisnis, dan karena itu Menteri Rini harus ditangkap,” tandas Tri Sasono.

Sumber: www.republika.co.id dan jpnn.com


Ada Yang Menggoreng Papua?

$
0
0

Ramalan Intelijen : 02 November 2011

Pada tahun 1981-1983 penulis pernah bertugas di Biak, saat itu namanya masih Irian Jaya, kemudian dirubah menjadi Papua. Penulis yang saat itu masih berpangkat Mayor bertugas sebagai Pa Kontra Subversi, staf dari Asisten Pengamanan di Komando Daerah Udara VII. Kota Biak umumnya aman tenteram, walau di Biak Utara diketahui ada kelompok kecil separatis yang dipimpin oleh tokohnya yang bernama Richard Awom. Beberapa kali penulis dilibatkan dalam operasi pengamanan baik ke Jayapura, Nabire dan Enarotali yang kadang terjadi pergolakan dari mereka yang menamakan dirinya OPM (Oprganisasi Papua Merdeka).

Beberapa orang diketahui memiliki senjata api tetapi pada umumnya mereka menggunakan panah yang bergerigi. Dengan berjalannya waktu, dimana negara Indonesia menerapkan sistem demokrasi, masyarakat Papua terlihat menjadi lebih bebas menyampaikan pendapat dan berbuat. Kekerasan demi kekerasan sejak awal tahun 2000-an kerap terjadi.

Dikalangan masyarakat Papua sendiri terjadi bentrok kekerasan, seperti bentrok yang terjadi antar warga di Kampung Kimak, Distrik Ilaga, kabupaten Puncak Jaya, dalam proses pilkada antara masa pendukung Simon Alom dan Elvis Tabuni yang menewaskan 19 warga sipil. Situasi Papua memanas pada dua bulan terakhir, dimana tercatat selama bulan Oktober saja eskalasi kekerasan meningkat di tiga daerah di Papua yaitu di wilayah pertambangan Freeport, Timika, Padang Bulan, Abepura dan di Mulia, Puncak Jaya. Di tiga wilayah itu, tercatat sebanyak 14 orang menjadi korban tewas. Dalam insiden di PT Freeport jatuh korban tewas, Petrus Ayamiseba, Briptu Jamil, Risza Rahman, Aloysius Margono, Albertus Laitawono dan Yunus. Yang memprihatinkan, terjadinya penyergapan dan penembakan di Airport Mulia Puncak Jaya, hingga menewaskan anggota Polri AKP Dominggus Oktavianus Awes.

Selain itu terjadi kekerasan saat kasus pasca pembubaran Kongres Rakyat Papua III, korban tewas adalah James Gobay (25), Yosaphat Yogi (28), Daniel Kadepa (25), Maxsasa Yewi (35), Yacob Samonsabra (53), dan Pilatus Wetipo (40). Satu jenazah lainya ditemukan pada Rabu 26 Oktober di Perumnas III Waena-Abepura. Penyebab kematian masih dalam penyelidikan. Selain korban diatas, tiga personil TNI AD juga mengalami luka tembak pada bulan Juli 2011. Tiga personel tersebut, yaitu Sertu Kopassus Kamaru Zamal, Pratu Herber dari kesatuan Yonif 753 yang bertugas di Papua, dan Pratu I Kadek Widana dari kesatuan Yonif 751 BS. KASAD, Jenderal Pramono Edhie Wibowo mengatakan, serangan itu dilakukan kepada prajurit TNI yang tengah membangun kawasan permukiman warga.

“Kita tengah melakukan program pembangunan wilayah. Di daerah itu memang jarang dijamah,” katanya. Selain itu juga terjadi penyerangan terhadap anggota TNI lainnya, Pratu Herber dari kesatuan Yonif 753 yang bertugas di Papua juga korban penembakan kelompok separatis ketika dia bersama empat prajurit lainnya melakukan Patroli di puncak Senyum, Kabupaten Puncak Jaya pada 12 Juli.

Dalam menyikapi perkembangan kekerasan bersenjata di Papua, Kasad menyatakan “Dengan meningkatnya aksi kekerasan, TNI akan meningkatkan pengamanan di Papua, khususnya, di Puncak Jaya. TNI tidak bisa tinggal diam,” katanya. Selanjutnya ditegaskannya, “TNI tidak akan mentolelir aksi-aksi separatis yang hendak mengganggu NKRI. Saya tegaskan NKRI harga mati. Tidak bisa ditawar,” katanya. Tetapi TNI tidak akan melakukan operasi militer hanya menggunakan satuan yang ada di wilayah. Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) tidak mewakili mayoritas masyarakat Papua. Namun, dia mengakui terdapat embrio separatis dari sejumlah wilayah di daerah ini. Hal ini tidak menjadi masalah.

“Di Papua organ kehidupan berjalan baik. Tidak ada yang berkeinginan macam-macam. Memang ada embrio separatis, tetapi kecil.” Dikatakannya, terkait kesejahteraan masyarakat Papua, sekitar 80 persen pendapatan dari daerah itu dikembalikan lagi ke Papua, mencapai Rp28 triliun per tahun. Menurutnya, jumlah nilai tersebut sangat besar dengan jumlah penduduk sebanyak tiga juta orang. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan ada sejumlah dana di daerah itu yang “mengendap” tidak terpakai.

Hal ini seharusnya ditindaklanjuti instansi terkait. Dalam kasus penyerangan PT Freeport, milik perusahaan dari Amerika. Hingga kini proyek raksasa tersebut terus mendapat gangguan serangan bersenjata. Untuk sementara ini para penyerang ditengarai sebagai anggota TPN-OPM yang berhasil dipengaruhi oleh kelompok adat untuk bersama memperjuangkan hak atas dana satu persen dari PT. Freeport Indonesia. Saat masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Juwono Sudarsono menengarai kemungkinan persaingan bisnis industri komoditi penyebab serangan di Papua. Dikatakannya, “Ada pihak yang tidak senang dengan daya kompetisi PT Freeport dalam kondisi global dimana harga komoditi sudah mulai naik lagi setelah krisis selama enam bulan terakhir.” Juwono mengatakan kemungkinan ini tidak bisa diabaikan karena dalam sejarah kompetisi global komoditi, antara lain tembaga, emas atau gas, masalah antara keamanan dan stabilisasi seringkali terkait dengan masalah persaingan. Jadi dalam kasus di Papua, sebenarnya apa yang terjadi? Dalam status sosisl, memang terlihat masyarakat masih demikian terbelakang cara hidupnya, sementara dengan uang yang Rp28 triliun dan penduduk tiga juta, apabila dikelola dengan benar, bukankan sudah mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Dalam hal ini, apakah indikasi yang disampaikan mantan Menhan Pak Juwono demikian adanya? Bukan tidak mungkin keterlibatan asing dalam memanasi dan menggoreng kondisi masyarakat yang sangat rentan menerima masukan luar “lebih baik merdeka,” sasaran utamanya adalah Freeport?. Dalam hal ini nampaknya Amerika dengan daya endusnya yang demikian maju, harusnya tidak tinggal diam apabila mengetahui ada unsur-unsur asing tertentu yang ikut main dan bersaing disana.

Mereka punya kepentingan besar di Papua. Dengan kasus pemogokan, serangan senjata, Freeport AS jelas mengalami kerugian besar dan apabila tidak segera ditangani semuanya jelas akan merugi. Kita jangan kalah dengan kelompok separatis, penyokongnya masih sungkan membesarkan kelompok tersebut. Kita harus waspada, apabila ada yang men-suply senjata dalam jumlah besar disana, masyarakat yang sangat sederhana itu dengan ringan akan menyerang siapapun tanpa berfikir panjang. Kini teror yang mereka lakukan harus ditangani lebih serius, karena sekecil apapun duri, bisa menyebabkan infeksi dan membuat seluruh tubuh meriang. Separatis di Philipina Selatan dan Thailand Selatan adalah contoh kasus serupa yang hingga kini sangat sulit diatasi pemerintahnya masing-masing.

Prayitno Ramelan ( http://ramalanintelijen.net )

Pemerintah Perlu Mewaspadai Kasus Tolikara

$
0
0

Pada tanggal 17 Juli 2015 saat masyarakat Indonesia khususnya yang beragama Islam sedang bergembira, berbahagia dalam menyambut Hari Idul Fitri 1 Syawal 1436 H, mendadak terbetik berita adanya penyerangan terhadap jamaah yang sedang melaksanakan sholat Ied serta terjadinya pembakaran masjid di kota Karubaga, Kapubaten Tolikara, Papua. Berita tersebut segera bergulung di media sosial yang kini menjadi tulang punggung penyebaran informasi di kalangan masyarakat.

Dengan jumlah lebih 82 juta orang, dengan netizen yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, kecepatan berita medsos bahkan mampu mengalahkan kecepatan media arus utama, mungkin juga arus kecepatan berita intelijen. Hal ini dikatakan oleh Kepala BIN baru, Sutiyoso yang kini membutuhkan tambahan 1.000 agen intel BIN baru untuk melengkapi penugasan intelijen.

Kekurangan para netizen pada umumnya, berita yang dilansir adalah informasi mentah yang belum diolah, dan bahkan banyak yang digoreng agar lebih sedap terbacanya. Beberapa mengutip tanggapan pejabat dan menganalisis hanya dari sudut pandang sektoral yang kadang menjadi berbahaya karena merangsang sensitifitas masyarakat atau juga menurunkan tingkat kepercayaan si pejabat. Kasus di Karubaga, Tolikara, Papua Humas Polri Brigjen Pol Agus Rianto mengatakan, Jumat (17/7/2015), kasus itu bermula saat umat Islam Karubaga Kabupaten Tolikara hendak menjalankan shalat Idul Fitri bertempat di lapangan Koramil. Tiba-tiba, sekelompok massa dari luar berteriak-teriak.

Umat muslim yang hendak shalat sontak kaget dan langsung melarikan diri ke Koramil dan Pos 756/WMS untuk meminta perlindungan. Sepeninggalan umat muslim itu, masjid di Kabupaten Tolikara dibakar umat Nasrani menjelang shalat Ied, sekitar pukul 07. 00 WIT, Jumat (17/7). “Saat itu ada yang berteriak, lalu umat muslim itu yang hendak shalat itu langsung melarikan diri ke koramil,” kata Agus kepada media, Jumat (17/7).

Menurut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, inti persoalan adalah jemaat nasrani merasa terganggu dengan speaker masjid umat Muslim yang akan melakukan shalat Ied. Umat Nasrani mengklaim suara speaker yang dipasang di tengah lapangan menggangu ketenangan umum. Mereka kemudian meminta umat Muslim untuk membubarkan kegiatan shalat ied tersebut. Hal itu berujung pada perang mulut antara kedua kubu. Saat itulah kelompok nasrani melempari masjid dengan api hingga terbakar.

Kepolisian Papua melaporkan, selain Masjid, enam rumah dan 11 kios dilaporkan ikut terbakar. Kronologis berita Netizen; Kericuhan bermula saat Jamaah muslim akan memulai kegiatan shalat Ied pada pukul 07.00 WIT, di lapangan Makoramil 1702-11/Karubaga, Pendeta Marthen Jingga dan sdr. Harianto Wanimbo (koorlap) yang menggunakan megaphone berorasi dan menghimbau kepada jamaah shalat Ied untuk tidak melaksanakan ibadah shalat Ied di Tolikara.

Saat memasuki Takbir ketujuh, massa Pendeta Marthen Jingga dan Harianto wanimbo (Koorlap) mulai berdatangan dan melakukan aksi pelemparan batu dari bandara Karubaga dan luar lapangan Makoramil, meminta secara paksa pembubaran Shalat Ied dan mengakibatkan jamaah panik, sehingga shalat Ied bubar sebelum selesai. Pada pukul 07.10 WIT, massa pimpinan pendeta Marthen Jingga dan Harianto Wanimbo (Koorlap) mulai melakukan aksi pelemparan batu dan perusakan kios-kios yang berada dekat dengan masjid Baitul Muttaqin.

Pada sekitar pukul 07.20 WIT, Aparat keamanan dari kesatuan Brimob dan Yonif 756 yang melakukan pengamanan mencoba mengusir para pelaku hingga mengeluarkan tembakan peringatan guna membubarkan massa yang melakukan pelemparan ke arah jamaah. Diketahui beberapa penyerang mengalami luka tembak dan sudah dibawa ke Rumah Sakit, namun massa semakin bertambah dan melakukan pelemparan batu kepada aparat keamanan.

Kemudian massa yang marah dengan tembakan peringatan dari aparat keamanan melakukan aksi pembakaran kios yang berada di dekat masjid milik bapak Sarno yang kemudian merembet membakar habis masjid Baitul Muttaqin serta 13 kios pedagang. Sebelum kejadian, ada sebuah surat selebaran yang mengatasnamakan Jemaat GIDI (Gereja Injili di Indonesia) ditujukan kepada umat Islam se Kabupaten Tolikara. Isinya menyatakan bahwa pada tanggal 13-19 Juli 2015 ada seminar dan KKR Pemuda GIDI Tingkat Internasional. GIDI melarang membuka Lebaran tanggal 17 Juli 2015 di Wilayah Kabupaten Tolikara (Karubaga). Dilarang kaum muslimat memakai Yilbab (Jilbab). Surat tersebut ditandatangani oleh Pendeta Mathen Jingga S.Th Ma dan Pendeta Nayus Wenda S.Th. Surat tertanggal 11 Juli 2015 dan dikirimkan tembusannya kepada Bupati Tolikara, Ketua DPRD Tolikara, Polres Tolikara, serta Danramil Tolikara.

Terkait surat tersebut, Presiden GIDI, Dorman Wandikbo mengakui memang ada surat edaran berisi larangan adanya kegiatan Lebaran bagi umat Islam. Namun dia menegaskan, isi surat tersebut keliru dan sudah diklarifikasi sebelum peristiwa pembakaran mushala terjadi. “Sudah saya klarifikasi bahwa isi surat itu tidak benar dan salah. Karena tidak ada yang boleh melarang umat Islam beribadah di hari raya,” kata Dorman kepada merdeka.com, Jumat (17/07).

Dorman juga mengaku sudah memberitahukan kepada GIDI Wilayah Tolikara selaku pembuat dan penanggungjawab keluarnya surat edaran tersebut. “Gereja tidak melarang kegiatan ibadah umat muslim di Wilayah Toli. Ini hanya kesalahpahaman dan miss komunikasi antara petugas Polres Tolikara,” kata Dorman.

Atas kejadian tersebut, Direktur Jenderal Bimas Kristen Kementerian Agama, Oditha R Hutabarat, menyatakan, pihaknya telah menghubungi ketua Sinode Gereja Injil di Indonesia (GIDI) untuk meminta keterangan sekaligus meminta mereka menyampaikan permohonan maaf. “Saya telah menghubungi ketua Sinode GIDI agar segera membuat surat penjelasan kronologis kejadian sekaligus pernyataan permohonan maaf kepada umat Islam Indonesia terkait dengan peristiwa itu,” kata Hutabarat, di Jakarta, Jumat (17/7).

Hutabarat juga menghubungi Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII) di mana GIDI berafiliasi. PGLII diminta agar bisa bersama-sama menempuh langkah-langkah strategis menyikapi persitiwa itu. Hutabarat bersama pengurus Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia akan mengadakan konferensi pers di Kantor Pusat PGI, Jakarta, untuk memberikan penjelasan sekaligus menyampaikan permohonan maaf kepada umat Islam.”Atas nama pemerintah kami mohon maaf atas peristiwa yg melukai hati umat muslim yang adalah saudara-saudara kami sebangsa dan setanah air.

Kami berharap agar masalah ini dapat diselesaikan sesuai peraturan perundangan berlaku,” katanya. Antara GIDI dan Tolikara Penulis saat masih aktif pernah dua tahun bertugas di Papua (Biak) pada satuan Intelijen Kodau-VII (1981-1983). Selama penugasan, penulis mengunjungi pelosok Papua yang saat itu masih bernama Irian Jaya. Baca artikel “Ada Yang Menggoreng Papua?”, http://ramalanintelijen.net/?p=4275.

Masyarakat pedalaman yang notabene masih sangat rendah pendidikannya sangat mudah dipengaruhi untuk suatu tujuan tertentu. Sehingga ide OPM masih terus muncul hingga kini. Diakui bahwa sejak lama kegiatan misionaris asing tanpa kenal lelah banyak mengunjungi pedalaman Irja dalam penyebaran agama Kristen, selain itu mereka mencoba meningkatkan pengetahuan masyarakat. Mereka menggunakan pesawat terbang khusus dan ada yang bahkan kemudian berjalan kaki mengingat belum adanya jalan raya untuk kendaraan.

Kabupaten Tolikara, Propinsi Papua (foto:remdec.co.id)
Kabupaten Tolikara, Propinsi Papua (foto:remdec.co.id)

Karubaga adalah ibukota dari Tolikara. Kabupaten Tolikara memiliki luas wilayah 5.234 km2 yang terbagi menjadi 4 kecamatan dengan Karubaga sebagai ibukota kabupaten. Kabupaten ini memiliki penduduk sebanyak 54.821 jiwa (2003). Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Sarmi di sebelah utara, Kabupaten Jayawijaya di sebelah Selatan, Kabupaten Puncak Jaya di sebelah barat dan Kabupaten Jawawijaya di sebelah Timur. Dari keempat distrik yang ada (Karubaga, Kanggime, Kembu dan Bokondini), hanya distrik Karubaga dan Kanggime yang dapat dijangkau melalui udara dan jalan darat. Melalui udara, Distrik Karubaga atau Kanggimi dapat dicapai dari Wamena dalam waktu sekitar 20 menit.

Sementara GIDI (Gereja Injili di Indonesia) dalam bahasa Inggris The Evangelical Church of Indonesia adalah sebuah organisasi yang terdaftar secara resmi di Kemenag. GIDI Terdaftar sebagai Gereja : Depag RI No. E/Ket/385/1745/76 terdaftar Ulang : No. F/Kep/43/642/89 Akte : No. 15 Tanggal 06 1989. Alamat resmi di Jl. PLN. No. 7 Sentani, Jayapura, Provinsi Papua, Indonesia. Po.Box 99352. telp. (0967) 591291. Visi GIDI ‘Umat GIDI Masuk Sorga (The Community of GIDI Enter Heaven)’. Adapun, misinya adalah Penginjilan, Pemuridan, Pembaptisan, dan Pengutusan. GIDI pertama kali dirintis oleh tiga orang dari Badan Misi UFM dan APCM yaitu Hans Veldhuis, Fred Dawson, Russel Bond.

Setelah merintis pos di Senggi termasuk membuka lapangan terbang pertama Senggi (1951-1954), pada tanggal 20 Januari 1955 ketiga misionaris beserta 7 orang pemuda dari Senggi terbang dari Sentani tiba di Lembah Baliem di Hitigima dengan menggunakan pesawat amphibi ‘Sealander’.

Kemudian mereka melanjutkan misi dengan berjalan kaki dari Lembah Baliem ke pegunungan Jayawijaya melalui dusun Piramid. Dari Piramid bertolak menyeberangi sungai Baliem dan menyusuri sungai Wodlo dan tiba di Ilugwa. Setelah mereka beristirahat lanjutkan perjalanan ke arah muara sungai Ka’liga (Hablifura) dan akhirnya tiba di danau Archbol pada tanggal 21 Februari 1955. Di area danau Acrhbold disinilah pertama kali mereka mendirikan Camp Injili dan meletakkan dasar teritorial penginjilan dengan dasar visi: ‘menyaksikan Kasih Kristus Kepada segala Suku Nieuw Guinea’.

Analisis Dari fakta-fakta tersebut diatas, nampaknya ada sebuah kepekaan yang terasa kurang tajam dikalangan aparat keamanan dan intelijen. Masalah penyerangan kegiatan ibadah umat muslim adalah masalah prinsip yang bisa mengundang reaksi keras dan berbahaya dari umat muslim lainnya. Sejak dahulu, intelijen selalu mewaspadai apabila muncul indikasi SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan). Terlebih kini kasus menyentuh kegiatan puncak ibadah bulan Ramadhan yaitu sholat Ied. Para kaum muslim di belahan lain bergembira dan berbahagia, saling memaaf-maafkan, kini justru terjadi penyerangan jamaah saat shalat Ied dan ditambah dibakarnya Mesjid yang dipercayai sebagai rumah suci (Allah).

Disini dibutuhkan segera langkah cepat aparat keamanan serta intelijen untuk menetralisir rasa kebencian antara agama. Di dunia internasional beberapa kasus seperti penembakan Charlie Hebdo di Perancis, penembakan di Texas dan kasus di Lindt Cafe terkait dengan agama, yaitu penghinaan Nabi Muhammad. Penulis melihat apabila pemerintah tidak segera melakukan langkah penenteraman dan mengambil sikap tegas terhadap para pelaku, maka bisa dimungkinkan muncul aksi pembalasan di daerah lain.

Masyarakat di Indonesia pernah mengalami konflik agama berkepanjangan di Ambon dan Poso misalnya, cukup lama aparat keamanan menyelesaikannya setelah banyaknya korban jatuh. Selain itu kini terdapat beberapa kelompok garis keras Islam yang menghujat pembakaran mesjid Karubaga tersebut. Sebagai contoh FPI sudah menyebarkan seruan menuntut agar pemerintah bertindak tegas, para pelaku segera ditangkap. Imam besarnya Habib Rizieq mengisyaratkan Laskar FPI Siaga-I untuk membalas dendam ke Tolikara. Penyelesaian kasus tidak cukup dengan komentar dan tanggapan pejabat pemerintah dengan santai agar meningkatkan toleransi beragama, tetapi langkah yang lebih konkrit dibutuhkan. Perlu diingat bahwa kelompok teroris, JAT ataupun ISIS misalnya bisa memanfaatkan momentum seperti ini, karena aksi mereka bisa saja di dukung umat Islam lain yang merasakan dendam.

Pemerintah supaya berhati-hati terhadap kemungkinan aksi lone wolf, yaitu mereka yang tidak terkait dengan teroris tetapi mau melakukan aksi teror perorangan karena meradikalisasi dirinya sendiri. Hal ini telah terjadi dalam kasus teror di Amerika, Perancis, Tunisia, Kuwait dan Australia. Beberapa kasus di Timur Tengah antara Islam Sunni dengan Syiah saja sudah menyebabkan jatuhnya korban sangat banyak, terlebih ini kasus antar umat agama lain jelas jauh lebih berbahaya.

Kesimpulannya, sudah cukup para pejabat bersantai, berlibur dan bersilaturahmi. Kini ada sebuah percikan berbahaya dari Papua yang harus segera ditangani. Jelas dalam penerapan Pancasila dan berdemokrasi masyarakat kalangan bawah belum memahaminya dengan betul. Mereka hanya bersikukuh dengan apa yang dipercayainya dari tokoh-tokoh agamanya masing-masing. Ini adalah tugas pemerintah beserta partai politik. Tanpa adanya pendidikan dan pemahaman politik terhadap perkembangan jaman, maka kita akan terbelit dengan konflik-konflik pada grass root.

Format damai dalam kehidupan beragama perlu kembali diterapkan. Perlu langkah cepat, antisipatif mengingat pada akhir tahun 2015 kita akan melaksanakan pilkada serentak. Papua menurut penulis adalah wilayah atau trouble spot yang perlu di “inteli” dengan ketat. Artinya dimonitor karena mudahnya mereka diprovokasi. Rendahnya pendidikan di sebuah daerah akan sangat mudah memicu militansi radikal yang tidak peduli dan mau melakukan aksi kekerasan. Kasus ini bisa saja disebut sebagai keteledoran dan kurang peduli terhadap informasi, kalau informasi intelijen rasanya juga belum.

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net

ISIS Merekrut Pilot Indonesia?

$
0
0

Beberapa waktu yang lalu terbetik berita bahwa ada dua warga Negara Indonesia yang dikabarkan telah teredikalisasi menjadi pendukung ISIS. Berita berawal dari majalah online, The Intercept dari AS yang membocorkan dokumen polisi Australia. Dokumen AFP (Australian Federal Police) tersebut dirilis di situs Intercept hari Rabu (8/7/2015). “Pada 16 Maret 2015, AFP menerima informasi bahwa dua orang pilot Indonesia, yang kemungkinan bekerja di AirAsia dan PremiAir, telah memosting di laman Facebook mereka pernyataan dukungan bagi ISIS,” demikian laporan AFP seperti dikutip The Intercept.

AFP menegaskan pada dokumen yang berjudul “Identifikasi Daftar Pilot Indonesia yang Berpandangan Ekstrim,” patut dicurgai sebagai ancaman serius. Dokumen didistribusikan ke aparat keamanan di Turki, Inggris, Amerika Serikat dan Europol. Disebutkan juga dalam dokumen, “Pilot, crew udara dan yang lainnya dengan akses menuju dan di dalam lingkungan penerbangan bisa menjadi ancaman yang nyata jika mereka teradikalisasi.” AFP menyebutkan nama kedua pilot Indonesia itu, Ridwan Agustin dan Tommy Abu Alfatih.

The Intercept, menyatakan, kedua pilot itu “kemungkinan karyawan” maskapai penerbangan AirAsia dan Premiair. Dugaan kuat dari AFP, keduanya bergabung dengan ISIS setelah dilakukan pengamatan di akun Facebook mereka. Menurut AFP, Ridwan dipercaya telah membuat akun Facebook lainnya dengan nama berbeda, dan kota tinggalnya sekarang adalah Raqqa, Suriah.

Sementara pihak AirAsia mengatakan kepada CNN bahwa pilot Ridwan Agustin telah dipecat setelah Ia diduga melakukan kontak dengan ISIS. Presiden Direktur AirAsia, Sunu Widyatmoko, menegaskan bahwa Air Asia melakukan pemecatan setelah mengetahui Ridwan Agustin melakukan kontak dengan organisasi terduga ISIS. “Dulu dia pernah bekerja di AirAsia, tapi sekarang sudah enggak. Waktu dengan kami bekerja semuanya normal. Namun, dalam proses, ada indikasi kontak internet dengan jaringan ISIS, kami langsung proses dan pecat,” kata Sunu saat dihubungi CNN Indonesia.

Dari akun Facebooknya, Ridwan Agustin, eks pilot AirAsia tersebut, mengatakan lokasi terkininya pada pertengahan Maret 2015 di Raqqa, Suriah. Tak hanya itu, dia juga mengubah namanya menjadi Ridwan Ahmad Indonesiy dan mengungkapkan ketertarikannya untuk bergabung dalam peperangan di Kobani.

The Intercept melansir hasil investigasi AFP mendasarkan atas analisa isi akun Facebook mereka, dipercaya bahwa kedua orang ini telah dipengaruhi elemen-elemen radikal paling tidak secara online dan akibatnya, mungkin menimbulkan ancaman bagi keamanan,” kata. Ditambahkan, “Kedua pilot tampaknya dipengaruhi elemen ISIS termasuk propaganda online oleh unsur radikal Indonesia dan oleh milisi ISIS asal Indonesia yang ada di Suriah atau Irak.”

Sementara pilot lainnya yang disebut bernama Tommy Abu Alfatih, nama aslinya adalah Tommy Hendratmo. Terakhir dia bekerja sebagai pilot pada perusahaan Premiair. The Intercept menyatakan bahwa Tomi telah berhenti bekerja untuk perusahaan itu sejak 1 Juni. Hal tersebut sesuai dengan informasi di akun Facebook-nya, bawah dia pada 1 Juni meninggalkan pekerjaannya sebagai pilot di Premiair dan kini bekerja sebagai ‘driver’ di ‘Bumi Alloh Subhanahu Wata’ala.

Berdasarkan informasi yang diberikan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal TNI AL), Kolonel Laut (P) M Zainudin, Tomi memang pernah menjadi anggota TNI AL dengan pangkat terakhir Kapten, tetapi dia telah keluar dari satuan TNI AL sejak 10 November 2010. Tommy merupakan alumnus Pendidikan Calon Perwira (Dikcapa) angkatan XXXI tahun 2002. “Intinya memang dia (Tomi) bekas personel TNI AL. Tapi, karena dia sudah pensiun maka bukan tanggung jawab TNI AL lagi,” kata Zainudin.

Selanjutnya pada 2010 setelah keluar dari TNI AL, Tommy bergabung dengan maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Tahun 2011, dia berhenti dari Garuda Indonesia dan bekerja pada Akademi Penerbangan Internasional Bali sebagai instruktur penerbangan bersertifikasi.

Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Badrodin Haiti menyatakan, hasil penyelidikan sementara menunjukkan bahwa dua pilot Indonesia tidak terlibat gerakan Negara Islam Irak Suriah (ISIS). Menurut Badrodin, keduanya hanya menyampaikan pernyataan yang mendukung ISIS pada akun Facebook masing-masing. “Dari hasil penyelidikan oleh Polri, memang belum terkait dengan jaringan, mungkin juga dalam akunnya mendukung ISIS,” kata Badrodin di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (9/7/2015).

Badrodin menegaskan seseorang yang mendukung ISIS bukan berarti anggota dari ISIS. Alhasil, pihak Kepolisian belum dapat menyeret mereka dalam ranah pidana. Polri terus melakukan pendalaman terkait informasi mengenai dua pilot yang diduga terlibat ISIS itu. Sejauh ini, Polri tidak bisa mengenakan sanksi kepada dua pilot tersebut karena aksi mereka dinilai belum masuk ranah pidana. “Mereka belum masuk ranah pidana, justru mereka satu dari Lion Air dan AirAsia, tetapi sudah dipindahkan,” kata Badrodin.

Kapolri, Jenderal Badrodin Haiti mengatakan dua pilot Indonesia yang diduga bergabung dengan ISIS masih berada di Tanah Air. “Jadi itu orangnya sekarang ada di Bogor. Di Indonesia, engga kemana-mana,” katanya saat dihubungi, Kamis malam (9/7/2015). Tetapi Badrodin tidak memerinci lokasi tepatnya keberadaan baik Ridwan Ahmad Al Indonesiy alias Ridwan Agustin maupun Tommy Abu Alfatih alias Tomi Hendratno itu.

Apabila dibuka, benar bahwa akun Facebook Tomi Abu Alfatih (Hendratno), sejak pertengahan 2014 memasang berbagai status keprihatinan atas penderitaan umat Islam di seluruh dunia. Sejak Desember 2014, materi pro-ISIS mulai terlihat di akunnya. Sementara akun FB Ridwan sudah ditutup olehnya. Selain informasi terkaitnya dua pilot Indonesia tersebut dengan ISIS, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hingga kini juga masih menelusuri informasi adanya anggota Polri, Brigadir Syahputra yang bergabung dengan ISIS.

Meski demikian, kabar tersebut sementara ini dibenarkan oleh BNPT. Sampai saat ini belum jelas di mana keberadaan jasad polisi yang dikabarkan tewas dalam pertempuran di Suriah melawan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat itu BNPT belum bisa memastikan siapa atau kelompok mana yang memberangkatkan Brigadir Syahputra ke Suriah. Menurut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Syahputra berangkat ke Malaysia setelah keluar dari Kepolisian, dan dianggap masih berada di Malaysia.

Arief menyatakan informasi dari lapangan menunjukkan Syahputra memutuskan untuk berangkat ke Suriah dan bergabung dengan ISIS setelah melihat sesuatu di dunia maya alias internet. “Setelah melihat info di dunia maya, dia langsung memutuskan bergabung (dengan ISIS). Informasi yang kami dapat masih sebatas itu,” ujar Irjen Pol Arief Dharmawan, Deputy Penindakan BNPT.

Ucapan Arief itu sinkron dengan dengan tulisan yang dimuat di azzammedia.net. Situs yang menyebut diri sebagai ‘divisi media Khilafah Islamiyah berbahasa Melayu’ itu menyebut hati Syahputra tergugah setelah “Menyaksikan video penindasan rezim Nushairiyyah di Suriah yang menyiksa dan memerkosa para muslimah.” “Saat itu pula ia menyaksikan (merasa) Daulah Islamiyyah sebagai satu-satunya kekuatan paling efektif dalam melawan dan membalas kekejaman Nushairiyyah pada kaum muslimin,” demikian dilansir situs tersebut. Di Suriah, Syahputra disebut membakar baju dinasnya dan mengganti namanya menjadi Abu Azzayn al Indunisiy.

Sampai akhirnya ia diklaim tewas dalam pertempuran di Al Tamr, wilayah Al Barakah, Suriah. Propaganda Perekrutan ISIS ISIS menyebarkan pengaruhnya melalui Video Prapaganda berupa materi pembelaan Umat Muslim di beberapa negara seperti Tiongkok, India, Palestina, Somalia, Jazirah Arab, Kaukasus, Suriah, Mesir, Irak, Afghanistan, Philipina, Iran, Pakistan, Tunisia, Libia, Ajazair, Maroko dan Indonesia Gerakan ISIS hingga kini masih disambut positif oleh beberapa kelompok militan seperti Hezb-e-Islami Afghanistan (HIA), Ansharut tauhid fii Bilaad al-Hind India, East Turkistan Islamic Movement (ETIM). Di Indonesia ISIS mendapat dukungan dari kelompok Tauhid Wal Jihad (TWJ), Pengikut ABB (JAT), MIT (Mujahidin Indonesia Timur), MIB, GARIS, Pok. Simpatisan lain akibat propaganda media, FAKSI (Forum Aktivis Syariat Islam dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Sementara kelopok jihadis lain seperti JAS (Jamaah Ansharus Syariah ), MMI dan Ex. JI dll pendukung Al Qaeda. Media Propaganda ISIS yang sangat terkenal dominan yaitu Al-Furqan Institute dan Al Hayat Media Center, Dabiq dan The Islamic State (ebook). Media ini terus memancing jihadis diseluruh dunia untuk bergabung di medan tempur terutama di Irak dan Syria dengan memberikan motivasi berupa panggilan hijrah, Jihad / kombatan warga Khilafah (perempuan dan anak2), misi-misi kemanusiaa, pembelaan terhadap orang terdzolimi akibat peran, serta motif ekonomi.

Banyak diantara mereka yang dikatakan hijrah ke medan perang karena pengaruh ideologis, sementara motif ekonomi walau ada tetapi cenderung kurang kuat dasarnya. ISIS juga memiliki majalah dalam bahasa Inggris dan Perancis. Majalah-majalah itu kemudian diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk Indonesia, yang lalu dipublikasikan ulang oleh berbagai media kelompok radikal lokal secara profesional.

Juru Bicara BNPT Irfan Idris mengatakan bahwa internet menjadi alat ampuh ISIS dalam menarik simpatisan dan menyebarkan ajarannya hingga ke pelosok-pelosok Indonesia. “Tak ada batas geografi sekarang. ISIS bisa menjangkau daerah untuk menarik para generasi muda tanpa kecuali,” katanya, Jumat (20/3).

Internet merupakan bagian dari kemajuan teknologi yang efektif yang menghilangkan sekat antarnegara kini menjadi senjata andalan ISIS untuk merekrut anggota. Diketahui juga bahwa ISIS menggunakan internet sebagai medium utama untuk memasarkan paham mereka, misalnya dengan menyebarkan berbagai video yang merangsang dan menggugah hati seperti yang mungkin dialami Tommy, Riduan dan Brigadir Syahputra.

Dari hasil analisis intelijen, daya tarik konflik di Timur Tengah sebagai dorongan bagi kelompok ekstrimis lokal di fokuskan bahwa konflik di Suriah dan Irak tidak hanya konflik sektarian belaka, melainkan tlh berkembang menjadi isu penindasan kelompok Sunni oleh kelompok Syi’ah.

Para jihadin terinspirasi pesan terakhir dari Abdullah Azzam (pendiri ideologi jihad sebelum Al Qaeda) di Afghanistan pada saat terjadinya konflik Rusia-Afganistan, bahwa mereka akan membebaskan tanah Syam. Khusus di Indonesia, fatwa Abu Bakar Ba’asyir dan seruan Aman Abdurrahman dari Nusakambangan, bahwa jihad Suriah lebih utama dari ibadah Haji dan Umroh.

Sementara sebagian lainnya berkeyakinan bahwa perang ini adalah bagian dari perang akhir zaman di negara Syam. Analisis Informasi dari Polisi Federal Australia yang tersebar melalui majalan online the Intercept memang harus mendapat perhatian khusus. Penulis perkirakan kebocoran ini disengaja oleh intelijen Australia, agar banyak pihak, khususnya menjadi alert terhadap peluang atau potensi ancaman terbaru dari teroris. Hingga kini pejabat Australia enggan memberikan faktanya, karena mereka hanya menganalisis dan membuat kesimpulan dari penelusuran akun Facebook.

Dengan demikian maka memang betul bahwa intelijen Australia dan AS telah mengintercept baik FB, Google, WA, BBM seperti yang dibocorkan oleh Edward Snowden. Walaupun dikatakan oleh Kapolri kedua pilot masih di Indonesia dan hanya menjadi simpatisan, tetapi keahlian keduanya perlu mendapat perhatian tersendiri, khususnya oleh intelijen.

Menurut organisasi teror, simpatisan adalah bagian terluar dari organisasi, umumnya memberi dukungan dana, atau informasi, setelah itu mereka akan menjadi pendukung pasif atau aktif (support agent), mencari senjata, bahan bom, safe house, kemudian mereka anak naik derajat menjadi kader aktif yaitu penyerang yang melakukan serangan bom maupun serangan bersenjata.

Dalam kaitan keahlian khusus, pada peristiwa 911, para pilot pesawat berbadan besar itu direkrut menjadi kader aktif, dan mereka sukses meruntuhkan WTC serta meneror ketakutan AS dan dunia dengan korban jiwa lebih 3.000 jiwa. Pada bagian inti disitulah pimpinan teroris (handler agent). Dia yang mengatur serangan, berdasarkan arahan principle agent. Dari kasus keterpengaruhan ketiga orang diatas, nampak bahwa ISIS yang sekarang merubah nama menjadi Islamic State mempunyai kemampuan memengaruhi mereka khususnya yang beragama Islam untuk bergabung dengan motivasi utamanya ideologi. Walau para simpatisan tidak berangkat ke Irak ataupun Suriah, IS akan mengarahkan mereka membentuk homegrown terrorism di negara manapun. Khusus di Indonesia, kelompok radikal diperkirakan masih akan tetap ada dan akan berkembang dengan senyap, mereka bertujuan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi ISIS dengan penerapan syariat Islam.

Sudah masuknya unsur FTF (Foreign Terrorist Fighters), ke Indonesia, baik sebagai fasilitator, provokator, maupun pelatih menunjukkan keseriusan keompok teroris. Dari keterlibatan WNI khususnya kelompok remaja maupun anak-anak yang hijrah ke daerah konflik di Suriah dan Irak, mereka sekitar satu atau dua tahun mendatang dapat berpotensi sebagai ancaman yang serius, karena mereka akan lebih radikal dibanding orang tuanya. Mereka sudah berlatih bertempur dan melakukan teror, hingga aksi bunuh diri.

Oleh karena itu sekecil apapun informasi tentang terorisme yang diterima intelijen, BNPT serta Polri, sebaiknya tetap di dalami hingga benar-benar tuntas. Kasus penyerangan di Tolikara pada tanggal 17 Juli 2015 saat sholat Ied sementara disimpulkan oleh Kapolri adanya miskomunikasi, dan tidak ditindaklanjutinya perkembangan informasi. Semoga ulasan ini bermanfaat, dan menambah wawasan kita bersama.

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen www.ramalanintelijen.net

Aceh dan Papua, Satu Skema Penguasaan Asing?

$
0
0

Munculnya peristiwa Tolikara di Papua telah memberi pelajaran banyak hal. Peristiwa yang diletupkan lewat pendekatan SARA, ternyata memiliki dimensi yang lebih luas. Tidak hanya soal geopolitik dan geoekonomi, tetapi juga masa depan Indonesia dan NKRI. Apabila kita mau tarik ke belakang, skema yang muncul di Papua hampir kongruen (sebangun) dengan apa yang terjadi di Aceh. Ujung ekstremnya sama: tuntutan merdeka. Sebagai jalan untuk membangun posisi sejajar dengan pemerintah pusat demi kepentingan bargaining posisi.

Namun hasil minimal yang mau dicapai sesungguhnya adalah pengelolaan wilayah atau rumah tagga sendiri, secara LEBIH (perlu penegasan) otonom. Mengapa muncul keinginan untuk membuat homogen pemeluk agama dan marak bermunculan simbol-simbol Israel, mugkin bisa dipahami dalam kacamata itu. Walaupun dugaan ini sangat mungkin bisa salah. Namanya juga catatan. Barangkali masih ngantuk mencatatnya.

Indonesia memang bukan hanya Aceh dan Papua. Masih ada 32 provinsi lagi yang membentang dan melengkapi sebuah negeri yang dkenal sebagai zamrud khatulistiwa ini. Bahkan mungkin bisa lebih, apabila ada lagi kabupaten atau kecamatan yang menuntut berdiri sendiri atau “dimerdekakan”.

Tetapi dua kutub Indonesia (Sabang-Merauke, Aceh-Papua) ini seakan menjadi simbol sekaligus isyarat ke-Indonesia-an. Bahkan lagu “Dari Sabang sampai Merauke” pun begitu akrab kita dengar dan hafal sedari kecil. Hingga sebuah produk mie instant yang sangat penetratif juga menggunakan idiom “Sabang-Merauke” untuk memberikan isyarat peguasaan produknya atas wilayah Indonesia. “Dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaut….dst”.

Namun ironisnya, dua daerah, yang begitu akrab dan terabadikan dalam lagu ini, punya sejarah konflik yang cukup panjang. Terutama dengan pemerintah (pusat). Aceh misalnya. Setelah cukup lama konflik dan memunculkan GAM (Gerakan Aceh Merdeka), pada gilirannya mendapatkan “keistimewaan” sebagai daerah khusus atau istimewa. Bahkan Aceh telah “ditetapkan” sebagai daerah yang memberlakukan penerapan syariat Islam. Menjadi solusi atau sekadar “basa-basi” untuk maksud tersembunyi? Allhu’alam.

Satu hal yang perlu kita kritisi, tentu saja, segala fenomena dan dinamika yang berkembang di Aceh hingga melahirkan sebuah “daerah istimewa” adalah andilnya campur tangan asing dalam beragam perundingan yang terjadi. Pertanyaannya, apakah negara atau fasilitator “kemerdekaan” atau “keistimewaan” Aceh hanya mau diberikan cek kosong? Agaknya ini yang perlu kita telisik lebih dalam.

Lalu bagaimana dengan Papua. Secara umum, Papua sesungguhnya hampir setali tiga uang dengan Aceh. Konflik terus terjadi berkepanjangan. Sebagimana Aceh, Papua pun memunculkan sebuah gerakan separatis yang bernama OPM (Orgaisasi Papua Merdeka). Lewat jaringan dan dukungan asing OPM terus berupaya bahkan “berperang” untuk memperoleh kemerdekaan sendiri di tanah Papua. Campur tangan asing pun di wilayah Papua muncul dari berbagai negara, terutama Belanda dan Amerika.

Seperti Aceh, Papua pun kemudian dibuat skema sebagai daerah yang diberikan Otonomi Khusus. Entah sudah berapa triliun dana yang digelontorkan pemerintah pusat sebagai realisasi pelaksanaan sebagai daerah otonomi khusus. Tetapi tuntutan merdeka dan memisahkan diri dari Idonesia tetap saja lantang disuarakan. Bahkan Gubernur Papua hingga kini masih mengajukan proposal baru terkait pengelolaan Papua sebagai wilayah yang lebih khusus dari sekadar khusus.

Kita semua menduga, kekayaan alam yang ada di Papua (dari migas, mineral, emas, tembaga, uranium dll), juga di Aceh (gas alam dan minyak), menjadi motivasi penguasaan asing atas dua wilayah tersebut. Namun tentu saja bukan sekadar itu. Di samping sumber daya alam, Aceh dan Papua sudah menjadi simbol dan representasi dari Indonesia. Disamping mewakili dua karakter masyarakat yang berbeda. Intinya, menguasai Indonesia, cukup menguasai dua wilayah ini. Mungkinkah begitu? Yang pasti skema yang yang muncul di kedua wilayah itu seperti ada kemiripin. Bagian dari strategi penguasaan asing? Perlu waktu dan data untuk memastikan. Catatan ini boleh jadi hanya sekadar memantik diskusi.

Mengapa DOM di Aceh dan Papua?

NKRISejarah DOM (Daerah Operasi Militer) di Aceh dan Papua sempat menimbulkan catatan hitam pada perjalanan kekuasaan politik sekaligus militer Orde Baru. Lepas ketidaksukaan atau kebencian kita terhadap kebijakan DOM di Aceh maupun Papua, bila melihat fenomena politik hari ini di kedua wilayah tersebut, kebijakan Orde Baru sesungguhnya dapat dikatakan visioner dalam bingkai NKRI. Setidaknya pemerintah memiliki kesadaran bahwa kedua wilayah tersebut harus dijaga dan diselematkan demi keutuhan NKRI.

Hanya saja, kala itu pemerintah belum memiliki pendekatan lain yang lebih manusiawi atau lebih bersifat community based territory security (pendekatan keamanan teritorial yang berbasis pada masyarakat). Cara-caranya masih mengandung kekerasan dan represif; bukan kemanusiaan dan simpatik. Sehingga dampaknya, malah memunculkan perlawanan yang lebih ekstrem berupa pemberontakan, separatis dan ingin memerdekaan diri dari Indonesia. Fenomena ini kemudian berkolaborasi dengan kepentingan asing yang sejak awal ingin menguasai Indonesia yang terbingkai dalam NKRI sebagai warisan agung dari para the founding fathers.

Pikiran konyol kita terkadang suka menyeruak. Ternyata kebijakan DOM Orde Baru, kalau dipikir-pikir memang ada benarnya juga. Mengingat pada satu sisi, disamping sikap “keras kepala” sejumlah pihak yang ada di Aceh dan Papua sehingga melahirkan gerakan separatis, juga mudahnya penetrasi asing masuk dan terus mengintip bahkan punya nafsu untuk menguasai kedua wilayah tersebut. Walaupun secara moral, gerakan-gerakan yang muncul di kedua wilayah (GAM maupun OPM), memiliki alasan “kemanusiaan” sendiri untuk meligitimasi gerakannya: alasan keadilan ekonomi misalnya.

Aceh dan Papua: Sekadar Mengingatkan

Pasca reformasi, yang pasti, pemerintah Indonesia sudah mulai “menyadari” bahwa pola pendekatan militer memang memiliki risiko yang cukup besar daripada nonmiliter. Di tengah kebebasan pers dan keterbukaan pendapat bahkan bertindak dari setiap warga negara untuk mengekspresikan keinginannya, seyogyanya pemerintah mengubah pola kebijakannya di wilayah tersebut. Namun dengan catatan kedua wilayah itu jangan dibiarkan menjadi wilayah yang seolah “tak bertuan”. Negara harus memastikan benar-benar hadir di kedua wilayah tersebut. Apalagi kedua wiayah telah menjadi simbol atau representasi Indonesia.

Pendekatan Presiden Jokowi, yang memilih berlebaran di Aceh misalnya, perlu mendapatkan apresiasi, Setidaknya mampu memberikan kesan hadirnya negara tidak hanya di Jakarta dalam suasana humanis (idul fitri), tetapi juga di ujung barat Indonesia. Sebaliknya, ketika natal misalnya. Presiden juga harus bisa hadir di ujung Timur Indonesia, dalam hal ini Papua, sebagaimana yang telah dilakukan di Aceh.

Terkadang memang persoalan sulit dan shopisticated, hanya perlu sentuhan-sentuhan kecil dan sederhana tetapi punya makna psikologis yang dalam. Karena munculnya konflik atau peperangan antar suku atau antar kerajaan dalam sejarahnya, terkadang hanya diletupkan oleh persoalan-persoalan sepele dan lambat penanganan sehingga memunculkan air bah kesumat yang berkepanjangan.***

Penulis : Kusairi Muhamad, Pemerhati Politik Indonesia

Inilah Permainan (Intelijen) Asing di Aceh Singkil

$
0
0

Banyak kawan bertanya kepadaku, kenapa di setiap tulisan tentang konflik komunal di Bumi Pertiwi selalu dikaitkan dengan (by design) permainan intelijen asing; mana buktinya; apakah konflik lokal tersebut bukan murni akibat faktor-faktor internal di daerah itu sendiri ?

Pertanyaan tersebut saya kembalikan kepada kawan tadi, “Jika Aceh cuma penghasil ketela rambat atau akik solar apakah bakal ada Gerakan Aceh Merdeka (GAM), atau konflik-konflik lainnya; akankah muncul Organisasi Papua Merdeka (OPM) apabila Papua hanya punya potensi koteka atau akik paparaja; seandainya di Timor Timur dahulu tidak ditemukan potensi besar atas minyak di Celah Timor, mungkinkah ia berani mendesak referendum?”

Jangan dikira konflik lokal seperti di Singkil berdiri tunggal sebagai fenomena sosial budaya. Ingat! Dalam konteks perpolitikan global, bahwa “konflik lokal merupakan bagian dari konflik global.” Inilah asumsi yang kerap terbukti. Dalam pola (skenario) kolonialisme, konflik diciptakan hanya sebagai pintu pembuka guna melangkah ke agenda lain yang bermuara pada taktis kolonialisme yakni mencari bahan baku semurah-murahnya serta mengurai pasar seluas-luasnya.

Muara skenario kolonialisme di muka bumi selalu berlabuh pada faktor geopolitik. Hampir keseluruhan konflik-konflik terutama yang berskala luas muncul dikarenakan faktor emas, minyak dan gas bumi. “If you would understand world geopolitik today, follow the oil” (Deep Stoat). “Jika anda ingin memahami dunia geopolitik hari ini, ikuti aliran minyak.”

Ya, makna “oil” yang dimaksud dalam asumsi Deep Stoat di atas tidak melulu minyak, tetapi juga berupa emas, gas bumi, jenis dan macam tambang-tambang lain, atau aspek geopolitik lainnya. Itulah pesan strategis Deep Stoat beberapa dekake lalu yang masih relevan hingga kini dan akan digunakan sebagai asumsi —teori dianggap benar— guna menguak sedikit “Kerusuhan Aceh Singkil” yang meletus pada Selasa, 13/10/2015 di provinsi terujung Indonesia.

Tulisan tak ilmiah ini tidak akan membahas soal potensi konflik yang sudah ada sejak dulu, juga tak mengurai masalah perizinan pendirian gereja, atau penolakan warga lokal, dsb kecuali untuk menyambungkan kajian saja. Dari perspektif geopolitik, hal-hal di atas cuma dinilai sebagai critical point, atau archilles (titik kritis) yang sudah barang tentu telah ter-mapping di setiap lembaga negara dan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah.

Data di Global Future Institute (GFI), Jakarta, pimpinan Hendrajit, menyatakan bahwa pasca gagalnya skenario asing dengan modus referendum di Sampit melalui agenda konflik etnis antara Dayak versus Madura hingga berdarah-darah, Papua dan Aceh memang menjadi target berikutya, kenapa? Selain letak dan geoposisi keduanya di pinggiran Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), faktor geoposisi yang strategis, juga potensi SDA-nya sungguh tak terkira. Papua dan Aceh itu kaya akan minyak, emas dan bumi. Sekali lagi, if you would understand world geopolitic today, follow the oil.

Secara taktis di lapangan, bahwa asing kini tengah menerapkan modus kolonialisme bertajuk ‘Memakan Bubur Panas Dimulai dari Pinggiran’ atau ‘Desa Mengepung Kota’ ala Mao Tzedong.

Isu Singkil merupakan kelanjutan isu Tolikara yang gagal menjadi agenda lanjut kolonialisme karena cepatnya respon aparat, sadarnya kaum akademisi, elit politik, serta pahamnya para tokoh agama akan situasi sehingga tidak terpancing oleh propaganda intoleransi yang ditebar asing. Namun juga tak boleh dipungkiri, ada kecepatan gerak isu Singkil (penolakan warga atas pendirian gereja) menjadi agenda kerusuhan massa antara Muslim versus Kristen sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, korban luka-luka dan bahkan jiwa.

Seperti halnya isu Tolikara dulu, kemunculan agenda kolonialisme lanjutan sangat tergantung dari sikap elit politik, para tokoh agama dan aparat terkait guna menangani kasus tersebut. Artinya, bila kasus ini berlarut tanpa menyelesaian secara cepat dan tuntas seperti di Tolikara maka agenda lanjutan yang bakal tergelar adalah HADIRNYA PASUKAN ASING di Bumi Pertiwi dengan berbekal Resolusi PBB atas nama intolerasi, pelanggaran hak azasi manusia (HAM), dan sebagainya.

Jika telah hadir pasukan internasional di Tanah Rencong maka skenario berikutnya adalah REFERENDUM yang niscaya berujung lepasnya Aceh dari pangkuan Ibu Pertiwi. Inilah keniscayaan yang bakal terjadi apabila kasus Singgkil dibiarkan berlarut-larut tanpa penanganan cepat dan konsepsional. Itulah skema kolonialisme yang berulang di muka bumi meskipun dengan kemasan berbeda, namun polanya tak berubah.

Demikian adanya, terimakasih.

Penulis : M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)

UKUSA dan ECHELON di Balik Penyadapan Data Intelijen

$
0
0

Di tengah hiruk perbincangan seputar kasus penyadapan yang dilakukan Amerika dan Australia terhadap sejumlah tokoh pemimpin dunia yang dilontarkan Edward Joseph Snowden, pakar komputer dan mantan anggota CIA dan NSA, yang diikuti ketegangan sewaktu  para politisi dan pengamat politik mengecam keras pelanggaran etika dan aturan internasional itu yang diikuti langkah tegas pemerintah Indonesia terhadap Australia yang dianggap meremehkan kasus itu, hacker Indonesia dan hacker Australia sudah bertempur di dunia maya dengan saling rusak situs masing-masing Negara.

Sufi Kenthir, Dullah, Johnson, dan Azumi  yang mengikuti jalannya pertempuran antar hacker itu berkali-kali melonjak gembira sambil bertepuk tangan, ketika mendapati statemen resmi pemerintah Australia terkait kerusakan dan gangguan situs-situs resmi milik Polisi Federal Australia, Reserve Bank Australia dan bahkan Departemen Pertahanan Australia. “Hacker Australia nggedabrus, pembual besar. Ngancam mau merusak situs-situs penting Indonesia, ternyata yang dirusak cuma situsnya Koperasi, Usaha Kecil Menengah, BPR, Salon, Perajin Tempe, Usaha Rumahan yang dikelola orang-orang Gaptek, hacker kita sudah buktikan kemampuan serang situs resmi negeri criminal itu,” seru Dullah bangga.

“Memangnya anak-anak kita sudah dikenal  hebat di kalangan hacker dunia?” gumam Sufi tua yang mendekat.

“Bukan saja hebat pakde, tapi ditakuti,” sahut Dullah.

“Oo apa iya?”

“Reputasinya sudah termasyhur, pakde.”

“Apa buktinya?”

“Kerajaan Malaysia pernah merasakan bagaimana sakitnya “dihajar” hacker Indonesia yang merusak sekitar 116 situs. Israel yang termasyhur kecanggihan teknologinya, sempat marah-marah dan mengancam-ngancam akan menghancurkan situs-situs Indonesia karena situs Israel dalam jumlah ratusan diretas hacker Indonesia, dan ancaman Israel tidak pernah terbukti,” ujar Dullah.

“Ooo begitu ya,” Sufi tua manggut-manggut,”Itu artinya, orang-orang tua seperti aku tidak perlu khawatir bahwa nasionalisme akan pupus dan hilang dari negeri ini.”

“Ya tidak perlu khawatir pakde, karena nasionalisme anak-anak negeri ini tumbuh secara alamiah seiring perubahan. Memang sampeyan sudah khawatir dengan nasionalisme bangsa kita?” tanya Dullah ingin tahu.

“Ya mengikuti polemik penyadapan terkait isu yang dilontarkan Edward Joseph Snowden, terus terang aku cemas. Karena semua yang berkomentar soal penyadapan, kelihatan sekali tidak memahami secara substantif dan esensial kasus semacam ini. Mulai pengamat sampai presiden menyatakan heran dengan tindakan Australia melakukan penyadapan terhadap Indonesia yang dianggap sebagai Negara sahabat. Semua orang kita seolah sepakat berkata – Kok tega-teganya Australia mengkhianati kita, menyadap pembicaraan pemimpin negeri kita yang sudah sangat percaya terhadap Australia,” kata Sufi tua dengan nada mengeluh.

“Bukankah itu pikiran khusnudz-dzan yang dianjurkan agama, pakde?” sahut Johnson menyela.

“Khusnudz-dzan gundulmu itu,” sergah Sufi tua.

“Menurut pakde, apa pemikiran orang kita terhadap Australia bukan tergolong khusnudz-dzan namanya?” kata Johnson dengan nada Tanya.

“Bukan,” sahut Sufi tua berang, ”Mereka berkomentar seperti itu karena buta terhadap realita sejarah yang pernah meluluh-lantakkan negeri dan bangsanya.”

“Meluluh-lantakkan negeri dan bangsa Indonesia?” Sahut Azumi menyela, ”Memangnya presiden Indonesia sebelum SBY pernah disadap, pakde?”

“Bukan hanya disadap, tapi juga diintervensi oleh jaringan UKUSA dan ECHELON.”

“Sebentar pakde, sebentar,” Dullah terlonjak kaget dan langsung memburu,”Apa itu UKUSA dan ECHELON?”

“Sejarah mencatat pernah ada Perjanjian antara Britania Raya dengan Amerika Serikat yang disebut UKUSA (United Kingdom-United States of America), yaitu perjanjian multilateral untuk kerjasama dalam sinyal intelijen antara Kerajaan Inggris dengan Amerika Serikat, di mana perjanjian ini pertama kali ditandatangani pada 5 Maret 1946 oleh Inggris dan Amerika Serikat dan kemudian diperluas mencakup tiga bekas  koloni   Inggris, yaitu Canada, Australia dan New Zealand. Menurut Joan Coxsedge dalam The Guardian, 12 December 2001, Perjanjian UKUSA ini merupakan tindak lanjut dari Perjanjian Brusa (British-USA) tahun 1941, yaitu perjanjian kerjasama selama Perang Dunia II  atas masalah-masalah intelijen. Dokumen UKUSA ini ditandatangani oleh Kolonel Patrick Marr-Johnson yang mewakili  Dewan Sinyal Intelijen Kerajaan Inggris dengan Letnan Jenderal Hoyt Vandenberg yang mewakili Dewan Komunikasi Intelijen Angkatan Darat dan Angkatan Laut Amerika Serikat,” kata Sufi tua menjelaskan.

“Kalau ECHELON, pakde, apa sama dengan UKUSA?”

echelon2

“Tahun 1960 jaringan UKUSA diperluas  dalam koleksi Echelon dan Jaringan Analisis Sinyal Intelijen (SIGINT) yang dioperasikan atas nama lima negara penandatangan dalam Persetujuan Keamanan Inggris-AS (Australia, Canada, New Zealand, Inggris, dan Amerika Serikat), yang dikenal sebagai AUSCANZUKUS,” kata Sufi tua menjelaskan.

“Berarti aktivitas sadap-menyadap yang dilakukan Amerika dan Australia itu sejatinya terorganisasi dan tersistematisasi pakde,” sahut Dullah menyimpulkan.

“Ya pasti itu,” jawab Sufi tua menjelaskan,”Sebab berdasarkan Perjanjian UKUSA, Markas Komunikasi Pemerintah Inggris (GCHQ) dan US National Security Agency (NSA) telah berbagi informasi  data intelijen Uni Soviet, Republik Rakyat China, dan beberapa negara Eropa Timur yang dikenal sebagai Exotics.  Setiap anggota aliansi UKUSA secara resmi diberikan tanggung jawab utama untuk pengumpulan informasi intelijen dan analisisnya di berbagai belahan dunia. Australia, misal, ditugasi melakukan perburuan untuk pengumpulan data komunikasi intelijen yang berasal di Indocina, Indonesia dan Cina selatan. Hal serupa, dijalankan pula dalam operasi Echelon.”

“Jancuk,” tukas Azumi  misuh-misuh, “Berarti selama ini Australia memang bertugas menyadap dan mengganggu jaringan informasi intelijen Negara kita.”

“Faktanya seperti itu.”

“Kalau UKUSA dibentuk  1946 dan bahkan sejak bernama Brusa tahun 1941, berarti operasinya sudah sangat lama pakde,” kata Dullah ingin penjelasan.

bk-di-tengah-masa

“Sejak pendudukan Jepang tahun 1943-1945, UKUSA sudah beroperasi di Indonesia karena itu tentara Australia secara sporadis tersebar di berbagai tempat untuk mengumpulkan data intelijen Jepang. Sewaktu Indonesia merdeka, UKUSA sudah mengobok-obok negeri kita dan ikut campur mulai soal perundingan Linggarjati, Renville, KMB sampai kasus pemberontakan PRRI/Permesta. Itu sebabnya, Bung Karno yang sudah tahu kejahatan UKUSA  itu sering berteriak mengecam,”Jangan takut menghadapi Nekolim. Inggris kita linggis, Amerika kita setrika” dan berulang-ulang mengecam Amerika dengan makian keras,”Go to hell with your aid!”, terutama saat Negara Uncle Sam itu sangat ikut campur urusan dalam negeri Indonesia,” kata Sufi tua menjelaskan.

“Berarti sangat mungkin jatuhnya Bung Karno ada hubungan dengan UKUSA dan Echelon, pakde?” tanya Dullah ingin tahu.

“Itu pasti,” jawab Sufi tua, “Karena usaha penggulingan Bung Karno dimulai dengan kemunculan Dokumen Gilchrit, yaitu nama Duta Besar Inggris dewasa itu.”

“Dokumen Gilchrist yang mengadu domba kekuatan pendukung Bung Karno, pakde?” Sufi tua menganggukkan kepala.

“Termasuk The Dead List yang berisi nama-nama 5000 orang kader PKI bikinan CIA yang diserahkan kepada Soeharto?” tanya Dullah penasaran. Sufi tua mengangguk,” Semua berkaitan dengan dokumen intelijen UKUSA.”

“Tapi pakde, menurut saya, Bung Karno pantas disadap dan dikacaukan jaringan intelijennya karena jelas-jelas tidak bersahabat dengan Inggris dan Amerika, sebaliknya dekat dengan RRC dan Uni Soviet. Sedang rezim yang sekarang berkuasa ini kan sangat bersahabat dengan Amerika dan Australia, untuk apa disadap-sadap?” tanya Dullah penasaran.

“Asal kamu tahu, Dul, dua orang anggota intelijen Australia, Schapelle Leigh Corby dan Achim Frans Grobmann, yang menjalankan tugas memasukkan pasokan narkoba ke Indonesia ketangkap tangan membawa narkoba dan dijebloskan ke penjara dengan hukuman 20 tahun. Australia berkepentingan untuk membebaskan anggota intelijennya itu. Nah, sewaktu Presiden Yudhoyono menghadiri KTT G-20 di London, pembicaraannya disadap oleh UKUSA Inggris. Hasil sadapan itu diserahkan Inggris kepada Perdana Menteri Australia, Kevin Ruud,” kata Sufi tua mengutip harian Sydney Morning Herald.

“Hasilnya, muncul Keppres No.22/y/2012 tertanggal 15 Mei 2012, yang memberikan grasi pengampunan pengurangan  masa tahanan kepada dua terpidana narkotika, Schapelle Leigh Corby dan Achim Frans Grobmann,” kata Sufi tua berspekulasi.

Grasi Corby

“Selain itu, pakde?”

“Rencana Angkatan Laut membeli Kapal Selam ke Rusia yang teknologinya lebih canggih daripada kapal selam Australia, terbukti mengambang dan terkatung katung.  Kemungkinan  karena Australia punya data sadapan pejabat-pejabat tinggi negeri ini,” jawab Sufi tua.

“Kita benar-benar dikentuti, dikencingi, diberaki, diludahi oleh Australia,” kata Dullah.

“Susahnya, kita tidak tahu bahwa Australia bagian dari jaringan UKUSA dan Echelon.”

“Jancuk..jancuk!” Azumi menampar keningnya keras-leras,”Betapa gobloknya kita selama ini selalu berprasangka baik kepada Australia dan bahkan merasa lebih rendah dari mereka. Padahal, Australia itu Negara koloni, vassal dan jajahan Inggris. Bagaimana pemimpin-pemimpin kita merasa sederajat dan bahkan merasa lebih rendah dari Negara koloni seperti Australia, bukankah kita bangsa yang merdeka dan berdaulat?”

“Mental inlander,” sahut Sufi tua,”Mental kacung, jongos, babu, kuli, budak. Itulah kendala yang  paling aku cemaskan dari kecenderungan elit pemimpin negeri ini.”

“Padahal, hacker kita membuktikan bahwa kualitas manusia Australia jauh lebih goblok dalam penguasaan teknologi informasi dibanding anak-anak kita,” sahut Sufi Kenthir ketawa terkekeh-kekeh.

“Ya jelas lebih goblok dari bangsa kita,” sahut Sufi tua menimpali,”Australia itu kan benua tempat pembuangan para pelaku tindak kriminal Inggris sampai abad ke-19. Jadi bangsa itu secara genealogis adalah keturunan perampok, maling, bajak laut, pencoleng, pembunuh, pemerkosa,  tukang copet, mata-mata asing, pengedar opium, budak, dan pengkhianat Negara.”

“Ooo begitu ya..?” tukas Johnson, Dullah dan Azumi bersamaan,”Pantas saja bangsa biadab itu sering melakukan pelanggaran norma dan etika. Rupanya mereka keturunan.. BAND..IT”.

Strategi Baru Islamic State Apabila Ambisi Kekhalifahan Runtuh

$
0
0

Apabila kita membicarakan tentang  kelompok teroris Islamic State (Negara Islam) yang lebih dikenal sebagai ISIS, maka kita sebaiknya memperhatikan analisis intelijen dari pemerintah Amerika Serikat, karena musuh utama Islamic State adalah negara-negara Barat (baca AS). Presiden Amerika Barrack Obama hampir dua tahun yang lalu saat diwawancarai TV CBS, Minggu (28/9/2014) menyatakan bahwa Intelijen AS meremehkan Islamic State. Ditegaskannya bahwa ISIL atau ISIS telah mengambil keuntungan dari kekacauan perang saudara di Suriah dan negara ini kini sudah menjadi “ground zero”  bagi semua jihadis di seluruh dunia.

“Kepala komunitas intelijen kami, Jim Clapper, telah mengakui bahwa saya pikir mereka meremehkan apa yang telah terjadi di Suriah,” kata Obama. Menanggapi hal ini, juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest mengatakan, Senin (29/9/2014) bahwa Presiden Obama tidak menyalahkan pejabat intelijen yang dinilainya telah meremehkan ancaman Negara Islam dan melebih-lebihkan kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melawan mereka. Earnest mengatakan, “Analisis Intelijen adalah bisnis yang sulit, dan pada akhirnya, akan menjadi prediksi,” katanya. Menurutnya, presiden tetap mempercayai Jim Clapper serta komunitas intelijen.

Dalam hal ini, nampaknya Presiden Obama khawatir dengan perkembangan ISIS yang tiga bulan sebelum dia diwawancarai telah mengganti nama dari ISIS/ISIL menjadi Islamic State (IS). Kelompok ini mampu membuktikan  penguasaan wilayah  di Suriah dan Irak sejak 2014 memang mencengangkan. Islamic State yang dipimpin oleh dan didominasi oleh tokoh Arab Sunni dari Irak dan Suriah pada Maret 2015, mampu menguasai wilayah berpenduduk 10 juta orang di Irak dan Suriah. Lewat kelompok lokalnya, IS juga berhasil menguasai wilayah kecil di Libya, Nigeria, dan Afghanistan.

Pasukan dari Suku Kurdi, Peshmerga pada masa lalu (foto : bbc)
Pasukan dari Suku Kurdi, Peshmerga pada masa lalu (foto : bbc)

IS  ini juga dinilai sukses dan berbahaya, mampu meluaskan daerah operasi serangan teror dan  memiliki afiliasi di berbagai belahan dunia, termasuk Afrika Utara dan Asia Selatan. Dengan ambisi kekhalifahan, IS mengklaim kendali agama, politik, dan militer atas semua Muslim di seluruh dunia, dan “Keabsahan semua keamiran, kelompok, negara, dan organisasi tidak diakui lagi setelah kekuasaan khilafah meluas dan pasukannya tiba di wilayah mereka.”  Islamic State ini dicap sebagai organisasi teroris oleh PBB, Uni Eropa dan negara-negara anggotanya, Amerika Serikat, India, Indonesia, Israel, Turki, Arab Saudi, Suriah, dan beberapa  negara-negara lain.

Tetapi di lain sisi, ketegasan IS menyatakn konsep sebagai negara Islam dengan hukum Islam (syareat) versi mereka telah berhasil menarik jihadis dari 100 negara dan menciptakan simpatisan, jauh melebihi apa yang diperoleh oleh Al-Qaeda. Maka berbondong-bondonglah aliran jihadis luar negeri bergabung ke Suriah dan Irak.

Para tokoh Muslim di seluruh dunia mengutuk ideologi dan aksi-aksi kelompok teroris Negara Islam ini,  yang menegaskan bahwa Islamic State   sudah melenceng jauh dari ajaran Islam yang sejati dan segala tindakannya tidak mencerminkan ajaran atau nilai-nilai  Islam.

Perkiraan Presiden Obama saat itu berbeda dengan analisis dari James Clapper (Director of National Intelligence) yang berfungsi sebagai penasehat utama Presiden, Dewan Keamanan Nasional, dan Dewan Keamanan Dalam Negeri tentang masalah-masalah intelijen berkaitan dengan keamanan nasional. Presiden Obama melihat bahwa IS akan terus melebarkan sayapnya dan akan mampu menyerang negara-negara di kawasan Timur Tengah baik dengan ideologi maupun semangat jihadnya. Clapper berpendapat bahwa pembinaan dan penguatan pasukan Irak dengan dukungan AS akan mampu mengalahkan kelompok teroris tersebut.

Basic Descriptive Intelligence (ISIS/Islamic State)

Kekuatan tempur utama ISIS adalah militansi pasukannya yang terlatih, kekuatan totalnya sempat mencapai 100.000 orang (Foto : bizpackreview)
Kekuatan tempur utama ISIS adalah militansi pasukannya yang terlatih, kekuatan totalnya sempat mencapai 100.000 orang (Foto : bizpackreview)

Pada akhir tahun 2014, Islamic State menunjukkan perkembangan yang signifikan. Kekuatan jihadis (pasukan), diperkirakan sekitar 100.000 org, yang tersebar di Suriah 50.000 orang (termasuk 20.000 WNA dari Teluk Chechnya dan Eropa Barat). Kekuatan IS di  Irak 30.000 org (3.200 – 4.000 WNA). Sumber dana yang dimiliki  sekitar 95 % berasal dari  hasil pemerasan, penyelundupan minyak, uang tebusan, dan dari Bank-bank di Mosul,  sedang yang 5% berasal  dari negara-negara teluk. ISIS saat itu mampu menggalang kekuatan baik mereka dengan motif ideologis maupun motif ekonomi. Mereka kaya dengan perampokan dan penjualan minyah gelap dibawah harga pasar dunia.

Pada Juni 2014, ISIS mampu menguasai Provinsi Nineveh yang dihuni mayoritas umat Kristiani, kemudian mereka memungut pajak, dan mengusir warga yang menolak. ISIS kemudian menguasai sebagian besar wilayah Irak Utara dan Barat. ISIS juga mengkafirkan kelompok lain yang tidak sejalan dgn organisasi tersebut serta tidak mau berbai’at kepada  Amirnya,  Abu Bakar al- Baghdadi. Pada pertengahan Juni 2014, beberapa akun yang terafiliasi dengan ISIS men-tweet lebih dari 50 foto tentang eksekusi massa terhadap tentara Irak. Hal itu menjatuhkan moril pasukan Irak.

Pada 10 Juli 2014, ISIS menghancurkan tempat ibadah seperti masjid dan gereja di beberapa wilayah di Suriah dan Irak. ISIS pun diberitakan saat itu akan menghancurkan Ka’bah krn dinilai melenceng dari ajaran agama Islam. ISIS juga  menyerang sejumlah makam tua di Kota Mosul termasuk makam Nabi Yunus. Pada 3 Agustus 2014, ISIS menyerang Suku Yazidi (penganut kepercayaan Zoroaster) di Kota Sinjar, Irak Utara. Pada 20 Agustus 2014, ISIS mengunggah video eksekusi James Wright Foley (Wartawan Amerika Serikat). Pada 2 September 2014, ISIS mengunggah video eksekusi Steven Sotloff dan David Haines (Relawan Inggris).

Strategi media Islamic State, propaganda ISIS online (Foto :versiondaily)
Strategi media Islamic State, propaganda ISIS online (Foto :versiondaily)

ISIS menyebarkan pengaruhnya terutama melalui Video Propaganda pembelaan Umat Muslim di beberapa negara seperti Tiongkok, India, Palestina, Somalia, Jazirah Arab, Suriah, Mesir, Irak, Afghanistan, Philipina, Iran, Pakistan, Tunisia, Libia, Ajazair, Maroko dan Indonesia. ISIS disambut positif oleh beberapa kelompok militan seperti Hezb-e-Islami Afghanistan (HIA), Ansharut Tauhid fii Bilaad al-Hind India, East Turkistan Islamic Movement (ETIM). Di Indonesia ISIS mendapat dukungan dari kelompok Tauhid Wal Jihad (TWJ), Pengikut Abu Bakar Ba’asyir (JAT), MIT (Mujahidin Indonesia Timur) serta FAKSI (Forum Aktivis Syariat Islam).

Pada September 2014, Amerika Serikat dan negara-negara  Arab yang tergabung dalam koalisi global mulai melancarkan kampanye serangan udara terhadap kelompok  Islamic State (IS) di Suriah, dengan melibatkan sejumlah jet tempur dan pesawat pembom serta misil Tomahawk. Serangan itu menyasar sejumlah wilayah atau lokasi yang menjadi basis kekuatan IS, termasuk Kota Raqqa yang dijadikan markas pusat IS.

Pasukan Irak Merebut  Fallujah 

Pemerintah Irak telah melancarkan operasi militer untuk merebut kembali kota Fallujah, yang berada di bawah kendali dan kontrol militan Negara Islam (IS) selama lebih dari dua tahun. Kota, yang terletak 65 kilometer di Timur  Baghdad itu telah menjadi kubu jihadis lebih lama daripada kota-kota lain di Irak atau Suriah. Fallujah selama ini menjadi benteng terkuat kelompok IS. Pasukan bersenjata Irak mengklaim berhasil sepenuhnya menguasai kota Fallujah pada Minggu, 26 Juni 2016.  Operasi dimulai pada tanggal 22 Mei 2016, tiga bulan setelah pasukan Irak telah mulai melakukan pengepungan Fallujah.

Kota Fallujah saat di serang psukan Irak, di bom AU koalisi (foto : shutterstock)
Kota Fallujah saat di serang psukan Irak, di bom AU koalisi (foto : shutterstock)

Brigadir Jenderal Haider al-Obeidi yang memimpin  operasi mengatakan kepada Associated Press bahwa dalam pertempuran di Fallujah, disampaikan sebanyak 2.500 gerilyawan IS telah tewas . Saat mengunjungi Fallujah, PM Irak Haider al-Abadi menyatakan di televisi, “Ini menggembirakan semua rakyat Irak dan hak semua penduduk Irak merayakan perebutan kembali Fallujah,” katanya.

Pada awal serangan, pasukan pemerintah Irak membombardir pusat kota Fallujah, kubu terakhir militan ISIS di provinsi Anbar. Kota-kota besar lainnya di Anbar, termasuk Ramadi, juga telah direbut kembali. Amerika Serikat dan koalisi memberikan dukungan Serangan Udara Langsung (SUL) dengan jet tempur dan pembom, pasukan AS memberikan latihan kepada dua brigade tempur dan memberikan bantuan peralatan kepada  pasukan  Irak. Namun pasukan darat AS tidak terlibat secara langsung baik dalam pertempuran darat maupun rencana operasional.

Juru bicara pasukan AS di Irak, Kapten Jeff Davis mengatakan, “Ini adalah sesuatu yang pada akhirnya ditentukan oleh pasukan keamanan Irak, yang akan menentukan urutan dan daftar prioritas apa yang akan mereka kejar terlebih dahulu. Dan tentunya Fallujah menjadi prioritas. Islamic State  adalah musuh yang terpojok. Mereka memiliki kecenderungan untuk menyerang dengan cara asimetris di waktu dan lokasi di mana bila mereka menderita kerugian simetris di medan perang. Kita sudah melihat itu di Baghdad dan kita harus mempersiapkan dan waspada terhadap upaya serangan lanjutan seperti ini,” katanya.

Dukungan Serangan Udara Pesawat Tempur AS menjadi penentu keberhasilan Serangan Darat, Pesawaqt tempur A-10 Warthog melakukan straffing (Foto : controversialtimes)
Dukungan Serangan Udara Pesawat Tempur AS menjadi penentu keberhasilan Serangan Darat, Pesawaqt tempur A-10 Warthog melakukan straffing (Foto : controversialtimes)

Selama penyerbuan dan perebutan Fallujah, kampanye  serangan udara baik dari AU Irak maupun AU koalisi yang dipimpin oleh USAF dinilai sukses dalam  memberikan dukungan kepada  pasukan darat Irak. Serangan udara koalisi membunuh semua militan IS yang mencoba melarikan diri dari Saqlawiyah di atas rakit. Menurut laporan, 70  teroris tewas selama penyerbuan Saqlawiyah, termasuk beberapa gerilyawan asing.

Pada tanggal 29 Juni, jet tempur Irak menyerang konvoi militan IS dan pendukung mereka yang melarikan diri dari  Fallujah. Angkatan udara Irak mengklaim bahwa sekitar 426 kendaraan yang membawa sekitar 2.000 militan berhasil dihancurkan. Sebagian besar militan terbunuh.

Kampanye serangan Udara terhadap militan IS yang melarikan diri keluar Fallujah dihancurkan 200 kendaraan, 348 tewas (Foto : i24news)
Kampanye serangan Udara terhadap militan IS yang melarikan diri keluar Fallujah dihancurkan 200 kendaraan, 348 tewas (Foto : i24news)

Kemudian pada hari yang sama, Angkatan Udara AS melakukan serangan udara terhadap posisi IS di pinggiran Fallujah, yang mengakibatkan kematian sedikitnya 250 militan dan menghancurkan 40 kendaraan. Tercatat keseluruhan, 348 gerilyawan tewas dan lebih dari 200 kendaraan berhasil dihancurkan.

Sebelumnya para pejabat Eropa yang bertemu di Brussels, Senin (24/5/2016) menyatakan keyakinan bahwa tentara Irak sekarang mampu mengalahkan militan IS. Menteri Luar Negeri Inggris Philip Hammond  mengatakan, “Kami melihat peningkatan kemampuan militer Irak dan kepercayaan diri yang tumbuh karena mereka sudah sukses berturut-turut. Mereka menyingkirkan ISIS dari lembah Efrat serta mempersiapkan tujuan jangka panjang untuk serangan di Mosul,” katanya.

Para pemimpin Eropa secara khusus ingin membebaskan Irak dan Suriah dari militan Islamic State karena kebrutalan kelompok itu telah memaksa jutaan orang melarikan diri, menyebabkan krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Perebutan Mosul (Ibu Dari Semua Pertempuran)

Setelah menguasai Fallujah, maka fokus selanjutnya pasukan Irak adalah kota Mosul. Walaupun sebenarnya serangan terhadap konsentrasi IS di Mosul sudah dimulai sejak April 2016, tetapi saat itu kekuatan militer Irak dan koalisi terpecah dalam perebutan Fallujah. Nah, kini mereka akan fokus untuk merebut Mosul yang dikatakan oleh Jenderal pasukan AS sebagai “Ibu dari semua pertempuran dengan IS di Irak.” Mosul adalah kota terbesar kedua Irak dan terbesar yang dikuasai oleh kelompok Islamic State.

Para pendukung Islamic State di kota Mosul (foto : breakingnews)
Para pendukung Islamic State di kota Mosul (foto : breakingnews)

Pada tahap pertama serangan  untuk merebut Mosul, pasukan Irak mendapat perlawanan sengit disekitar Mosul.  Sekitar 4.000 orang pasukan Irak mulai bergerak maju ke sejumlah desa sekitar 75 kilometer di Tenggara Mosul. Pasukan Kurdi atau Peshmerga mengatakan sebagian dari desa di kota Mosul itu telah dikosongkan.

Pasukan Peshmerga, mulai melakukan serangan dari arah  Timur, Utara dan Barat Mosul, sementara pasukan Irak bergerak dari arah Selatan. Pasukan penyerbu akan membersihkan militan IS dari kota-kota dan desa-desa di sekitarnya, sebelum memasuki Mosul. Ancaman serangan IS adalah  kombinasi yang biasa dilakukan kelompok teror, yaitu penembak jitu, pengebom bunuh diri, bom mobil bunuh diri dan ribuan Improvised Explosive Devices (IEDs).

Jenderal Najat Ali  dari pasukan Peshmerga (Kurdi), mengatakan pasukan Irak telah berhasil merebut empat  desa tapi belum bisa menguasai seluruh daerah. “Mereka bergerak maju tapi ketika mencapai desa-desa itu militan IS menyerang mereka dengan serangan mematikan bom bunuh diri, tembakan mortir, dan senapan mesin. Pasukan Irak kemudian terhenti, dan tidak bisa bergerak maju,” katanya.

Operation Fatah, opsgab antara Iraqi Army dengan Peshmerga mengepung Mosul (Foto: militarybureau)
Operation Fatah, opsgab antara Iraqi Army dengan Peshmerga mengepung Mosul (Foto: militarybureau)

Operasi untuk merebut Mosul dilakukan dengan sandi Operation Conquest or Operation Fatah Mosul Ofensif (2016), merupakan bagian pada serangan yang berlangsung  di provinsi Niniwe, posisi IS di Mosul dan wilayah di sekitarnya. Serangan itu adalah operasi gabungan antara   pasukan pemerintah Irak dengan milisi sekutu, Irak Kurdistan, pasukan darat AS yang terbatas, dan dukungan serangan udara dari  pasukan koalisi yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

Dua brigade pasukan  Irak dari Divisi ke-15 yang dilatih Amerika yang terlibat dalam penyerbuan itu adalah  anggota dari suku Sunni yang menurut para komandan Peshmerga penting untuk mempertahankan daerah-daerah yang sebelumnya dikuasai militan Islamic State dari suku Sunni sejak 10 Juni 2014. Sebagian lainnya pasukan Irak adalah suku Syiah. Pasukan Irak, yang didukung oleh serangan udara yang dipimpin AU-AS, berhasil merebut kembali pangkalan udara Al-Qayyara yang dikuasai  IS dekat Mosul.

Bom Chlorin buatan Islamic State meledak di Irak (Foto : cbsnews)
Bom Chlorin buatan Islamic State meledak di Irak (Foto : cbsnews)

Dalam mempertahankan Mosul, IS  dilaporkan telah mulai menggunakan laboratorium kimia dari Universitas Mosul untuk membuat bom. Pada tanggal 9 April, sedikitnya 30 militan ISIL tewas oleh serangan udara koalisi di Mosul. Pada 16 April 2016, serangan udara koalisi membunuh Imad Khalid Afar, seorang komandan IS senior/penasihat, dekat Rumah Sakit Salam. Pada tanggal 18 April, pasukan AS dan Peshmerga melakukan penggerebekan prominent target di Hamam Alil, Selatan Mosul, menewaskan 3 militan ISIL. Salah satunya adalah Salam Abd Shabib al-Jbouri, komandan militan IS di Mosul.

Pada tanggal 27 April, Angkatan Darat Irak berhasil merebut  Mahana, sebuah desa di wilayah Makhmour terletak sebelah tenggara dari Qayyarah. Pertempuran dan pemboman udara di Mahana mengakibatkan tewasnya   200 orang militan IS.  pada tanggal 29 April, Angkatan Darat Irak berhasil menggagalkan sebuah serangan balik IS di desa Mahana dan Khardan, menewaskan 91 militan IS.  Dalam pertempuran itu, seorang jihadis (perekrut) asal Australia, Neil Prakash, alias Abu Khaled al-Cambodi tewas dalam serangan udara AS di Mosul pada hari yang sama.

Pada tanggal 3 Mei, pukul 7:30 pagi waktu setempat, 125 militan IS dengan lebih dari 20 kendaraan menyerang posisi Peshmerga, dekat kota Tel Skuf, berjarak antara 28-30 km di Utara Mosul, di mana satu regu  pasukan AS bertindak sebagai penasehat . Sekitar 13 pesawat tempur dan pembom AS  yang terdiri dari F-15 F-16, A-10, B-52 dan 2 drone (pesawat tanpa awak)  melakukan  31 serangan udara yang menghancurkan 2 truk bermuatan bom dan juga bersama-sama pasukan koalisi menghalau serangan. Pertempuran terus selama 12 jam, tercatat 58 gerilyawan tewas, 3 sarang mortir dan 20 kendaraan mereka hancur.

Ilustrasi pesawat Pembom AS (USAF) B-1B Lancer  melakukan pemboman, kemana akan sembunyi? (Foto : project.thestar)
Ilustrasi pesawat Pembom AS (USAF) B-1B Lancer melakukan pemboman, kemana akan sembunyi? (Foto : project.thestar)

Karena ketatnya perlawanan IS, Kolonel Steve Warren seorang perwira Angkatan Darat AS menyatakan bahwa Mosul sebagai salah satu operasi medan tempur yang  paling kompleks.  Sejak Desember 2015,  pesawat koalisi pimpinan AS melakukan serangan udara dengan sasaran  laboratorium roket klorin , gas klorin dan bahan beracun lainnya milik IS di desa al-Saawiya di Distrik Qayyara , dimana serangan udara  berhasil  menewaskan 30 militan IS yang berada di dalam laboratorium dan menghancurkan laboratorium tersebut.

Pada tanggal 7 Mei 2015, pesawat-pesawat koalisi AU melakukan serangan udara, menghancurkan stasiun bahan bakar IS di Selatan Mosul, menewaskan 17 militan IS. Pada tanggal 29 Mei, pasukan Peshmerga, yang terdiri dari 5.500 pejuang, yang didukung  serangan udara koalisi, berhasil merebut kembali al-Muftiyah dan Jim Kour yaitu kota di dekat Mosul. Antara tanggal  28-30 Mei 2016, pasukan Peshmerga merebut kembali 9 desa di sebelah tenggara Mosul, termasuk Mufti, Tulaband, Shuqali dan Wardak.

Pada 25 Juni 2016, empat anggota pasukan Peshmerga dan 140 militan IS tewas dalam pertempuran. Dilaporkan terdapat dua orang  komandan senior kelompok Negara Islam yang tewas dalam serangan udara AS di Mosul. Pentagon mengungkapkan, serangan udara juga telah  membunuh wakil menteri perang IS yang bernama Basim Muhammad Ahmad Sultan al-Bajari, dan seorang komandan militer, Hatim Thalib al-Hamduni. Al-Bajari yang patut diduga bertanggung jawab mengorganisir serangan gas mustard dan pemimpin pengambilalihan Mosul pada tahun 2014.

Menhan Amerika Serikat, Ashton Carter bersama Presiden Barack Obama (Foto:aei)
Menhan Amerika Serikat, Ashton Carter bersama Presiden Barack Obama (Foto:aei)

Ashton B. Carter, Menteri Pertahanan Amerika, mengumumkan pada hari Senin (11/7/2016)  dalam perjalanan menuju  Baghdad bahwa Amerika Serikat akan mengambil langkah-langkah baru untuk membantu Irak merebut kembali Mosul dari Negara Islam. AS mulai mengirimkan kembali pasukan, setelah menghentikannya pada 2011, khususnya setelah Islamic State berhasil menguasai sebagian besar wilayah Irak. Presiden Obama pada akhirnya menyetujui mengirimkan pasukan darat AS ke Irak dalam jumlah terbatas, karena keinginannya menyerahkan Irak yang bebas dari Islamic State kepada penggantinya. Menurut beberapa sumber terdapat sebanyak 4.647 militer AS kini bertugas di Irak.

Konsep Strategi Baru Islamic State Apabila Kekhalifahan Gagal

Mengacu perkembangan pertempuran di Fallujah dimana pasukan darat Irak yang beroperasi dengan pasukan Kurdi Peshmerga, dan didukung kekuatan udara Irak serta AU koalisi pimpinan AS, maka Mosul bisa diperkirakan juga akan jatuh pada bulan-bulan mendatang. Titik lemah dan yang merupakan kerawanan kelompok Islamic State karena kelompok teroris ini tidak memiliki Pertahanan Udara dan sekaligus tidak memiliki Alutsista udara. Mereka hanya bertumpu dan mengandalkan militan tempur darat dengan pola serangan aksi teror dan pasukan yang siap mati (berjihad).

Memang mereka hanya kelompok teroris yang tidak memerlukan AU, tetapi dengan klaim sebagai sebuah state, dengan wilayah kekuasaan yang cukup luas, menguasai beberapa lapangan udara, kenihilan unsur udara adalah titik rawannya yang kini di eksploitir oleh perencana serbuan. Disinilah penulis sepakat dengan Director of National Intelligence (AS) James Clapper yang purnawirawan AU, bahwa pasukan Darat Irak akan mampu menyerang dan melumpuhkan IS dengan dukungan kampanye udara. Konsep serupa pernah dilakukan CIA saat memberikan dukungan udara kepada para pmberontak di Lybia. Pasukan Darat loyalis Khadafi tidak berdaya setelah berigade Tank dihancurkan oleh USAF.

Terkait dengan sikon terkini di Irak, dalam pesannya baru-baru ini di media, pemimpin Islamic State mengakui menurunnya kemampuan organisasi teror di medan perang. Ini merupakan signal yang menguatkan kemungkinan benteng terkuatnya yang tersisa (Mosul) akan jatuh.

Abu Muhammed al-Adnani, Juru Bicara Islamic State (Foto : activist1)
Abu Muhammed al-Adnani, Juru Bicara Islamic State (Foto : activist1)

Setelah bertahun-tahun membual tak terkalahkan, pemimpin seperti Abu Muhammad al-Adnani (juru bicara IS) mulai mengakui kerugiannya di medan perang. Para pemimpin IS mengakui adanya kesalahan strategis dan taktis terhadap kondisi Negara Islam saat ini. Mereka hanya berjuang sendiri dan hanya didukung jihadis manca negara, yang harus melawan array yang luas dari kekuatan besar dari  koalisi Barat, Arab Sunni, Muslim Syiah, Rusia dan Kurdi. (McCants, Brooking Institute).

Al-Adnani,  pada bulan Mei 2016 menyerukan kepada simpatisan dan sel IS di mancanegara untuk melakukan serangan kampanye terorisme global pada bulan Ramadhan. Dikatakan oleh Adnani, “Apakah kami dikalahkan ketika kehilangan kota di Irak dan di padang pasir tanpa kota atau tanah? Dan akankah kami dikalahkan dan Anda menang jika Anda mengambil Mosul, Sirte atau Raqqa, atau bahkan mengambil semua kota?” “Tentu tidak!”tegasnya. Dilain sisi para analis intelijen menilai, Adnani  terlihat menyiapkan kondisi akan kekalahan perang

Ditegaskan oleh al-Adnani, “Sementara  struktur inti kami di Irak dan Suriah diserang, kami telah mampu memperluas dan telah menggeser beberapa perintah melalui media dan struktur kekayaan ke negara-negara yang berbeda. Dari sanalah akan dilakukan serangan”.

Terjadinya serangan pada bulan Ramadhan yang mematikan terhadap Istanbul Ataturk Airport dan distrik perbelanjaan Karrada, Baghdad serta teror di Orlando, granat di Malaysia dan bom di Solo memang merupakan bentuk teror, tetapi juga merupakan pembalikan terhadap situasi tekanan militer di Irak dan Suriah.  Adnani nampaknya mempersiapkan bahwa kemunduran militer IS telah memaksa IS melakukan perubahan strategi. Penulis setuju dengan pendapat  McCants, di satu sisi serangan teror di luar negeri merupakan indikasi kekhawatiran yang mendalam di home base IS.

Teror truk yang menabrak kerumunan orang di Nice saat perayaan Bastille (Foto:banjarmasin.tribunnews)
Teror truk yang menabrak kerumunan orang di Nice saat perayaan Bastille (Foto:banjarmasin.tribunnews)

Tetapi mereka benar-benar mencoba untuk mempersiapkan pengikut mereka untuk mengatasi kelemahan dan kegagalan dengan ‘khalifah’ yang tidak lagi merupakan sebuah kekhalifahan. Yang dikatakan al-Adnani mulai dibuktikan, “Berupa pesan ke semua anggota koalisi yang melawan kami. Kami tidak akan lupa, dan kami akan datang ke negara Anda dan memukul Anda, dengan satu cara atau cara lain yang menakutkan.”

Abu Muhammad al-Adnani selanjutnya menyebarkan pesan melalui media, mengatakan dalam sebuah rekaman yang dirilis tanggal 21 Mei 2016, “Jangan repot-repot datang ke Suriah karena tindakan terkecil yang Anda lakukan di jantung mereka lebih baik dan lebih kekal kepada kita dari apa yang Anda lakukan jika Anda berada dengan kami.” Pejabat kontra teror Perancis menyatakan, “Mereka sekarang akan memperluas ke taktik lain dan mulai melaksanakan ops jauh lebih berbahaya dan rahasia, di kota-kota besar,” katanya.

Prediksi itu terbukti,  kembali Perancis diserang aksi teror, pada peristiwa hari Kamis (14/7/2016) malam, saat sebuah truk trailer menubruk kumpulan warga Perancis di Nice saat mengikuti perayaan hari Bastiles. Korban tewas mencapai 87 jiwa (bisa lebih) dan yang luka-luka diatas 150 orang. Pelaku tewas ditembak polisi. Serangan itu bukan bom dan tembakan, tetapi menabrakkan mobil ke kerumunan manusia. Jelas ini akan menginspirasi karena  merupakan teror yang mudah di copy.

Direktur CIA (Central Intelligence Agency), Joh Brennan (Foto : brokings)
Direktur CIA (Central Intelligence Agency), Joh Brennan (Foto : brokings)

Direktur CIA John Brennan dalam wawancara dengan media al-Arabiya beberapa hari sebelum penembakan di Orlando menyatakan, “Negara-negara di seluruh dunia harus khawatir tentang potensi individu atau kelompok individu untuk bertindak sendiri, tanpa kontak langsung dengan teroris terorganisir atau kelompok.” Kemudian terjadi serangan yang dilakukan oleh WN Amerika, Omar Mateen di Orlando yang menewaskan 49 orang  dan  melukai 53 orang, ini merupakan bukti serangan IS yang mendapat rilis dari Raqqa. Mateen terbukti menyatakan kesetiaan (ber ba’iat) kepada pimpinan Islamic State Abu Bakr al Baghdadi.

Kesimpulan

Kelompok Teror Islamic State di Irak dan Suriah kini berhasil ditekan oleh pasukan gabungan baik Irak, Suriah, Rusia, Kurdi dan negara-negara koalisi pimpinan AS. Setelah kota-kota penting seperti Ramadi dan Fallujah jatuh, kini pertahanan dan benteng terakhir IS adalah Mosul.

Penulis memperkirakan Mosul juga akan  jatuh seperti Fallujah dan berarti kekuasaan ke wilayahan Islamic State akan berakhir. Mereka seperti penulis katakan sebelumnya memiliki kelemahan dalam penilaian intelijen sebagai bentuk kerawanan atas ketidak mampuannya mengatasi gempuran udara dengan teknologi tinggi. Bom pintar, penyadapan dan penyerangan senyap dengan drones akan dengan mudah menghancurkan pusat-pusat militer Islamic State dan membunuh militan IS dalam jumlah banyak, yang tidak mampu mereka tangkal.

Nah, apakah dengan akan jatuhnya Mosul kemudian masalah terorisme menjadi selesai? Nampaknya belum, justru akan ada babak baru. Mereka akan memanfaatkan dan mengaktifkan sel-sel teror di banyak negara, disamping para militan terlatih, terdoktrin yang selama ini bergabung di Suriah dan Irak  akan kembali ke negaranya masing-masing. Oleh karena itu, perang teror diperkirakan akan bergeser ke tiga benua dan banyak negara yang akan merasa tidak nyaman dan aman seperti Perancis masa kini.

Khusus bagi Indonesia, monitoring intelijen sebaiknya harus bersiap mengantisipasi prediksi ancaman terorisme yang makin berkembang. Ancaman teror global dipastikan akan berlangsung apabila kekhalifahan mereka runtuh. Langkah deradikalisasi harus semakin berjalan, revisi UU anti terorisme Nr : 15/2003 harus cepat diselesaikan. Monitoring sel teror terutama bagi mereka yang baru kembali dari Timur Tengah harus lebih intens.

Densus, BIN dan BNPT akan mendapat tantangan berat pada masa-masa mendatang dalam menghadapi terorisme (Foto :islamedia)
Densus, BIN dan BNPT akan mendapat tantangan berat pada masa-masa mendatang dalam menghadapi terorisme (Foto :islamedia)

Tidak ada pilihan lain, rakyat harus faham dan waspada serta dilibatkan. Bom Thamrin dan Solo hanya low eksplosive, kapabilitasnya rendah, tetapi itu adalah bukti adanya aksi sel Islamic State di Indonesia. Jelas kita tidak ingin seperti Perancis, yang tidak tenang di negaranya sendiri. Banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan oleh Polri, Densus, BIN dan BNPT serta beberapa instansi terkait.  Nilai positif kontra teror Indonesia adalah dengan dilantiknya Jenderal Pol Tito Karnavian (sebagai pejabat yang sangat faham soal terorisme) menjadi Kapolri.  Semoga bermanfaat.

Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Analis Intelijen, www.ramalanintelijen.net


Rakyat Papua Jangan Mau Ditipu Kelompok Separatis

$
0
0

Gagalnya ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) untuk menjadi anggota penuh pada Forum Melanesia Spearhead Group (MSG), nampaknya turut menjadi perhatian serius  Forkorus Yobosembut, yang mengklaim diri sebagai Presiden Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB). Forkorus Yoboisembut malah mempertanyakan bahwa kapan ULMWP dibentuk, mengapa dibentuk, dan dimana selama ini menggelar rapat-rapat di luar negeri dan dalam negeri, serta ULMWP bekerja dengan siapa, dirinya tahu dengan benar. Kehadiran ULMWP tersebut juga disebabkan oleh dirinya, dimana ada dua stafnya yang memilih memisahkan diri dari NFRPB dan berjuang sendiri. Ibarat seperti ada dua anak yang kawin lari dan melahirkan, salah satunya melahirkan/mendirikan ULMWP.

Menurutnya,  pada 19 Desember 2014, dirinya mengutus Edison Waromi, Markus Haluk dan Yakob Rumbiak ke pertemuan MSG untuk membacakan kriteria NFRPB menjadi anggota MSG di Port Moresby ketika itu, tapi hasilnya untuk Papua Barat akan membentuk suatu organisasi payung yang inklusif dengan Indonesia. Nah kesempatan yang digunakan oleh mereka yang dulunya bergabung dengan NFRB tersebut untuk membentuk ULMWP.

Disamping itu, dirinya menyampaikan agar ULMWP ini jangan dibentuk dulu, dan pihaknya melihat kriterianya dulu untuk membentuk ULMWP karena organisasi perjuangan kemerdekaan Papua sudah banyak, sehingga sebaiknya diserahkan saja nama-nama organisasi-organisasi tersebut kepada MSG untuk melihat mana organisasi yang memenuhi kriteria dan layak menjadi organisasi payung dalam memperjuangkan kemerdekaan Papua di luar negeri. Tetapi sarannya itu ditolak mentah-mentah oleh mereka yang membentuk ULMWP, yang dulunya dirinya menampung mereka di Sentani. Termasuk dirinya juga membentuk Komite Nasional Papua Barat (KNPB), tapi di tengah jalan, KNPB memilih untuk memisahkan diri dengan NFRPB.

Lanjutnya, sebelumnya ada utusan empat orang dari ULMWP datang bertemu dengan dirinya meminta restu untuk ke pertemuan forum MSG di Honiara, dan dirinya menyampaikan kepada mereka bahwa silakan jalan dan menghadang NFRPB di MSG, karena membantu Indonesia.

“Edison Waromi, Markus Haluk dan Yakob Rumbiak sekembali mereka dari Port Moresby, saya sampaikan kepada mereka bahwa untuk sementara putus hubungan kerja dengan saya. Khusus Markus Haluk, saya pecat karena saya angkat dia dengan SK. Saya putuskan kerja dengan mereka karena mereka inkonsistensi dengan yang sudah saya tetapkan, khususnya inkonsisten terhadap deklarasi,” tandasnya.

Atas dasar itu, maka NFRPB tidak ada di dalam ULMWP, dan ULMWP sendiri dalam perjuangan hanya mengatasnamakan rakyat Papua saja, karena mereka tidak konsisten terhadap deklarasi, Itu harusnya ULMWP malu, karena tidak konsisten terhadap deklarasi, masih saja bawa nama NFRPB dan rakyat Papua.

Sehingga kemarin di MSG menunda keanggotaan ULMWP, karena MSG sendiri tidak mencapai konsensus bersama para anggota MSG. Berikutnya MSG akan mengadakan pertemuan khusus pada September 2016 untuk menyusun kriteria dan pedoman siapa yang berhak menjadi forum Full Member Only State, siapa yang berhak menjadi Associate Member State, dan siapa yang berhak menjadi Observer Status.

Jadi kemungkinan kecil kalau sampai fundamental kriterianya itu Full Member Only State, maka ULMWP tidak menjadi anggota MSG, sebab kriterianya sangat ketat. Kalau MSG meniru kriteria seperti yang organisasi VIP punya, maka kemungkinan kecil ULMWP bisa menjadi anggota MSG. Itu berita yang benar, karena dirinya memperoleh informasi resmi dari rekan-rekannya di Australia dan Belanda.

“Jadi istilah kasarnya, ULMWP ditolak secara halus oleh MSG, sehingga kita tidak usah menipu rakyat, kita kasih tahu saja kepada rakyat secara lurus saja supaya rakyat tidak menunggu sesuatu yang tidak benar atau tidak pasti. Masa kita mau membohongi rakyat kita, dan jangan Papua tipu Papua sebab di MSG dalam pengambilan keputusan tidak mengenal system votting, tetapi sistem suara bulat, dengan demikian jika satu anggota MSG tidak setuju, maka semua tidak setuju. Salomom Island pernah usulkan ULMWP boleh bergabung tapi tidak boleh bicara politik, hanya bicara ekonomi dan budaya, tetapi itupun tidak disetujui,” jelasnya.

Sementara itu, masyarakat Papua selama ini sangat menghormati tatanan adat yang ada di Tanah Papua karena hal tersebut adalah dasar dari sikap saling menghargai. Namun demikian, saat ini terdapat kelompok yang masih seumuran jagung kemudian mendeklarasikan diri dengan nama ULMWP atau Kelompok Persatuan Pembebasan Papua Barat dan mengklaim sebagai representasi masyarakat asli Papua. Melalui kampanye propaganda agar masyarakat mendukung perjuangan luar negeri yang dilakukan di MSG, mereka mengabaikan tatanan adat yang berlaku selama ini di Papua dan masyarakat juga sepertinya menjadi terjebak oleh konspirasi dalam kelompok tersebut. Jadi tidak ada tempat bagi ULMWP dalam masa depan MSG. Demikian ditegaskan oleh Dubes Desra, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, dalam press releasenya ke Kantor Redaksi Bintang Papua, Selasa, (19/7).

ULMWP pada dasarnya bukan merupakan perjuangan murni dari dalam Papua tetapi lebih banyak untuk mengakomodir kepentingan pihak luar negeri yang dibawa oleh orang Papua dimana notabenenya telah menetap secara permanen di luar negeri. ULMWP yang juga mencatut nama NRFPB sebagai kelompok pendukungnya, telah menyebarkan kebohongan kepada seluruh masyarakat Papua karena sampai saat ini, NRFPB dengan tegas menyatakan tidak berada dalam ULMWP. NFRPB sendiri pada dasarnya berprinsip bahwa pengajuan aplikasi ke MSG harus dalam bentuk negara sehingga NFRPB yang seharusnya menjadi pemimpin dalam aplikasi yang akan diajukan, bukan ULMWP.

(http://bintangpapua.com/forkorus-ulmwp-stop-tipu-rakyat/)

Separatis Adalah Kelompok Penipu

Pernyataan Forkorus Yobosembut yang juga Presiden Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) tampaknya lebih jujur dibandingkan dengan pernyataan yang disampaikan KNPB, PRD, PNPB dan ULMWP dalam berbagai aksi unjuk rasa mereka dalam menyikapi permasalahan di Papua.

Dari pernyataan Forkorus Yobosembut tersebut, kita sebagai warga Indonesia yang berada diluar Provinsi Papua dan Papua Barat semakin menyadari bahwa permasalahan di tanah Papua sebenarnya merupakan intervensi asing dan merupakan bagian dari subversi asing melalui kompradornya di Papua.

Kita semakin yakin bahwa  KNPB Cs memang telah menipu rakyat Papua dan janji-janji selama ini hanya “omong kosong/yapping” saja, bahkan demi meraih keuntungan pribadinya, “sayap politik” Gerakan Separatis Papua (GSP) ini berani melawanan tatanan adat yang ada di Papua, sehingga layak bagi mereka untuk disebut sebagai kelompok penipu dan kalangan anak-anak durhaka.

Penulis sangat yakin ULMWP tidak akan pernah menjadi anggota tetap MSG, bahkan kemungkinan posisi ULMWP sebagai observer status dicabut atau dihapus dari MSG dalam pertemuan mereka pada September 2016, alasannya jelas bahwa MSG semakin menyadari ULMWP hanyalah avonturir politik dan tidak pernah mewakili rakyat Papua, ULMWP hanyalah boneka kepentingan asing untuk merusak Indonesia, dimana hal ini bertentangan dengan konstitusi internasional dan negara-negara MSG tidak ingin merusak hubungan diplomatiknya dengan Indonesia.

Penulis : Arif Rahman, Pemerhati masalah Papua dan current affairs, disamping itu aktif mendalami masalah komunikasi massa di Galesong Institute, Jakarta.

Source: The Global Review

Meneropong “Kebijakan Standar Ganda” Amerika Serikat (Studi Perbandingan Papua-Indonesia dan Ukraina terkait Pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia)

$
0
0

Membongkar Fondasi Strategi Global Amerika Serikat

Kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) terkait isu Hak-Hak Asasi Manusia terhadap negara-negara asing sangat diwarnai oleh hasrat tersembunyinya untuk memainkan perannya sebagai kekuatan global dan negara adikuasa baru, menyusul berakhirnya Perang Dunia II. Potensi AS untuk menggantikan kedudukan Inggris sebagai negara adikuasa baru sebenarnya sudah terlihat sebelum meletusnya Perang Dunia II. Selain sudah muncul sebagai sebuah negara industri paling maju di dunia, secara harfiah AS menguasai 50 persen kekayaan dunia dan mengontrol kedua sisi dari dua samudra. Samudra Atlantik dan Samudra Pasifik.

Sehingga ketika Perang Dunia II berakhir dengan memunculkan AS sebagai salah satu negara pemenang perang, maka sebagai kekuatan global baru para perancang kebijakan luar negeri di Washington mempunyai sebuah rencana besar membentuk tata dunia baru pasca Perang Dunia II yang ditujukan untuk melayani kepentingan-kepentingan strategis AS baik di bidang politik-keamanan maupun ekonomi dan perdagangan.

Maka itu, menarik membuka kembali beberapa bahan kepustakaan mengenai aneka pola kebijakan yang diterapkan oleh para perencana kebijakan AS baik di Kementerian Luar Negeri maupun Dewan Kebijakan Luar Negeri atau Council on Foreign Relations (CFR), melalui mana para pemain kunci di sektor bisnis AS dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri Negara Paman Sam di luar negeri.

Noam Chomsky, berdasarkan dokumen-dokumen yang berhasil dia akses, bahwa berdasarkan National Security Council Memorandum 68 pada 1950, telah mengembangkan apa yang dinamakan “roll-back strategy” berdasarkan gagasan Menteri Luar Negeri Dean Acheson. Inti gagasan dari strategi ini, AS akan menegosiasikan penyelesaian konflik dengan negara pesaingnya (dalam konteks waktu itu, Uni Soviet), dengan mengedepankan “syarat-syarat tertentu”.(Noam Chomsky, How the World Works, 2011).

Jika kita cermati roll-back strategy tersebut, menurut saya inilah cikal bakal dari kebijakan double standar AS terkait soal pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia yang dilakukan negara-negara lain. Jika AS berpandangan bahwa suatu negara berpotensi untuk menjadi musuh atau tidak bisa dikendalikan arah kebijakan luar negerinya sehingga mengancam kepentingan strategis AS, maka isu-isu seperti demokrasi dan hak-hak asasi manusia akan dimunculkan sebagai bagian integral dari “syarat-syarat tertentu” sebagaimana dimaksud dalam roll-back strategy tersebut. Sebaliknya, ketika menurut pandangan para perancang kebijakan luar negeri AS negara-negara yang bersangkutan menunjukkan tanda-tanda cukup kooperatif dan siap mendukung arah kebijakan luar negeri dan kepentingan strategis AS, maka isu demokrasi dan hak-hak asasi manusia dengan sadar akan diabaikan atau bahkan dianggap bukan masalah yang cukup serius dan krusial.

Menurut kajian Chomsky, kebijakan luar negeri AS yang berbasis roll-back strategy sudah diterapkan Negara Paman Sam itu sejak awal berakhirnya Perang Dunia II. Misalnya saja dalam menerapkan kebijakan luar negeri terhadap Jerman Barat yang notabene merupakan musuh AS pada Perang Dunia II karena  berhaluan fasisme yang dikuasai Nazi di bawah pimpinan Adolf Hitler, ternyata AS menjalin kerjasama dengan Reinhard Gehlen, mantan kepala intelijen militer Nazi di fron Timur Jerman, tanpa rasa bersalah sama sekali. Dengan dalih bahwa melawan ekspansi komunisme Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina jauh lebih penting daripada fasisme Nazi yang sudah jadi masa lalu.

Alhasil AS dengan tanpa rasa bersalah secara moral kemudian membentuk aliansi AS-Nazi sehingga kemudian mentoleransi para kriminal eks Nazi Jerman, hanya untuk dimanfaatkan dalam operasi intelijen menumpas kelompok-kelompok kiri dan komunis di Amerika Latin maupun Asia Tenggara.

Sebagaimana ditulis Chomsky, Informasi-informasi mengenai masih banyaknya eksponen-eksponen  Nazi Jerman yang dilibatkan dalam operasi bersama AS-Jerman Barat pasca Perang Dunia II, sebenarnya telah diketahui oleh AS namun tidak dianggap penting. Inilah benih-benih kebijakan double standard AS terkait penerapan dan pelanggaran HAM di beberapa negara kelak di kemudian hari. Jika suatu negara dipandang sebagai sekutu atau bersedia kerjasama dalam kerangka kepentingan strategis AS, maka AS dengan sadar untuk tutup mata dan mengabaikannya. Namun jika suatu negara berpotensi sebagai musuh atau tidak bersedia dikendalikan arah kebijakan luar negerinya, maka isu demokrasi dan penegakan hak-hak asasi manusia akan dimunculkan sebagai isu politik, sebagai “syarat-syarat tertentu” yang dimainkan oleh AS untuk menekan negara-negara yang merupakan musuh potensialnya itu, agar tunduk pada syarat-syarat yang sesuai kepentingan strategis dan arah kebijakan luar negeri Washington.

Hal ini semakin diperkuat dengan beberapa kebijakan luar negeri AS berdasarkan gagasan George F Kennan. Bahkan menurut beberapa kalangan, George F Kennan inilah yang bertanggungjawab mengawasi kiprah jaringan intelijen Gehlen ketika bersepakat bekerjasama dengan jaringan intelijen AS untuk menumpas komunis.

Seperti ditulis Kennnan dalam Policy Planning Studu 23:

“Kita menguasai sekitar 50 persen kekayaan dunia, tetapi hanya 6,3 persen dari total populasi. Dalam situasi seperti ini, tidak bisa tidak, kita menjadi obyek dari rasa cemburu dan rasa benci. Tugas nyata kita pada periode mendatang adalah merencanakan pola-pola hubungan yang akan memperkenankan kita mempertahankan disparitas ini. Untuk melakukannya, kita harus membuang semua sentiment khayalan: perhatian kita harus dkonsetrasikan sepenuhnya pada sasaran-sasaran nasional yang mendesak. Kita harus berhenti bicara tentang hal-hal yang kabur dan tujuan samar-samar seperti hak-hak asasi manusia, peningkatan standar kehidupan, dan demokratisasi.” (Noam Chomsky, ibid, hal 6).

Jelaslah sudah, bahwa melalui konsepsi George Kennan ini, tergambar jelas fondasi kebijakan standar ganda AS terkait demokrasi dan hak-hak asasi manusia. Jika berguna dan efektif untuk dijadikan alat pukul memperlemah negara lawan di meja perundingan, maka isu demokratisasi dan hak-hak asasi manusia akan diterapkan. Namun jika  lebih menguntungkan menjalin kerjasama dengan suatu negara dengan mengabaikan kedua isu tersebut, maka AS dengan senang hati akan menganggap hal itu tidak ada dan tidak penting.

Bahkan melalui konsepsi Kennan sebagaimana tergambar melalui Policy Planning Study 23, bilamana perlu AS bahkan siap mendukung secara terang-terangan praktek-praktek represif terhadap negara-negara yang dipandang sesuai arah kebijakan luar negerinya dan sesuai dengan kepentingan strategis para pemangku kepentingan kebijakan luar negeri di Washington. Seperti kesediaan  beberapa negara-negara tertentu untuk menumpas kekuatan-kekuatan yang berbasis sosialis kiri maupun komunisme.

Lebih lanjut Kennan menulis:

“…Kita tak perlu ragu-ragu menghadapi ancaman ini dengan represi polisi oleh pemerintah lokal. Ini bukanlah tindakan memalukan karena orang-orang komunis pada dasarnya merupakan para penghianat. Lebih baik memiliki rezim dengan kekuasaan kuat ketimbang pemerintahan liberal yang ramah dan santai, tetapi rawan dipenetrasi oleh orang-orang komunis.”

Grand Design Tata Dunia Baru AS Pasca Perang Dunia II

Setidaknya ada beberapa wilayah strategis dari sudut pandang geopolitik yang harus tunduk pada kepentingan ekonomi Amerika. Begitulah Grand Design yang disusun oleh kelompok-kelompok studi dari Kementerian Luar Negeri AS maupun CFR.

Di belahan bumi bagian barat: Eropa Barat, Timur Jauh, Inggris dan Timur-Tengah sebagai sumber energi yang tak tertandingi khususnya di sektor minyak mentah, dan negara-negara Dunia Ketiga pada umumnya. Untuk negara-negara yang berbasis industri, akan berada dalam supervisi oleh Jerman dan Jepang. Dua mantan musuh AS yang setelah perang berakhir berubah menjadi sekutu-sekutu strategis AS.

Adapun negara-negara berkembang pada umumnya, sudah berang tentu termasuk Indonesia, akan difungsikan sebagai sumber-sumber bahan mentah dan pasar bagi masyarakat industri kapitalis. Dengan kata lain, negara-negara Dunia Ketiga akan dieksploitasi (menggunakan istilah Kennan) demi rekonstruksi Eropa dan Jepang. Beberapa dokumen yang dirujuk oleh Noam Chomsky, memasukkan di dalamnya beberapa negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Afrika sebagai “negara-negara sasaran.”

Sebaliknya beberapa negara di Asia Tenggara yang menolak untuk difungsikan sebagai negara Dunia Ketiga seperti Vietnam, kemudian merasa perlu untuk dihancurkan dan dilemahkan. Itulah esensi meletusnya Perang Vietnam yang membelah negara tersebut menjadi Vietnam Selatan yang didukung AS dan negara-negara blok barat, dan Vietnam Utara yang didukung Uni Soviet. Namun substansinya, dengan terjadinya Perang Vietnam, negara tersebut bermaksud dilemahkan dan dihancurkan. Karena menolak mengikuti skema kepentingan ekonomi AS.

Sebaliknya perlakuan terhadap negara yang dipandangnya bakal mendukung skema global AS seperti Jepang, Washington justru menerapkan kebijakan yang mengakhiri langkah awal menuju demokratisasi di Jepang, seperti diperagakan oleh pemerintahan militer pimpinan Jendaral Douglas McArthur. Melalui apa yang dinamakan Haluan Terbalik, AS justru mendukung upaya menekan dan melemahkan serikat kerja dan kekuatan demokratis lainnya, serta membuat Jepang jatuh ke tangan elemen-elemen korporasi yang mengembalikan kekuatan-kekuatan berhaluan fasisme Jepang. Bahkan kemudian berkembang menjadi sistem kekuasaan antara negara dan swasta yang masih bertahan hingga sekarang.

Kebijakan AS dan Blok Barat Terhadap Penegakan Hak-Hak Asasi Manusia di Papua 

Untuk memberi gambaran nyata betapa AS dan sekutu-sekutunya dari blok barat bermaksud menggunakan isu demokratisasi dan hak-hak asasi manusia sebagai alat untuk menekan sebuah negara yang dipandangnya berpotensi menentang skema global AS untuk konteks saat ini, kiranya Indonesia, khususnya Kasus maraknya kelompok-kelompok separatisme di Papua, bisa menjadi sebuah ilustrasi yang cukup tepat. Bahwa AS dan beberapa negara blok barat mendukung secara tidak langsung manuver  beberapa elemen-elemen pro Papua Merdeka untuk membawa isu Papua ke forum internasional. Meng-internasionalisasikan isu kemerdekaan Papua dan Hak Masyarakat Papua untuk Menentukan Nasibnya Sendiri.

Beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia sempat dikejutkan dengan manuver oleh yang menamakan dirinya United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Kelompok ini berkeinginan untuk menjadi anggota Melanesian Spearhead Group (MSG) yang pada waktu akan dibahas di London pada tanggal 3 Mei 2016. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, beberapa organisasi sipil di Papua kemudian menggalang dan memobilisasi massa untuk melakukan desakan politik agar ULMWP menjadi anggota tetap MSG.

Kalau menelisik langkah ini, jelaslah sudah bahwa gerakan meng-internasionalisasikan isu Papua, memang masih cukup gencar dilalukan oleh beberapa elemen-elemen pro Papua Merdeka di dalam maupun di luar negeri. Hal itu semakin diperkuat dengan perkembangan terkini, ketika Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyatakan, desakan agar ULMWP menjadi anggota penuh MSG merupakan keinginan murni rakyat West Papua yang menuntut bebas dari penjajahan kolonial Indonesia, dan seluruh masyarakat Papua yang tergabung dalam KNPB tidak takut jika ditangkap oleh aparat.

Coba cermati baik-baik frase yang digunakan KNPB, “Menuntut bebas dari penjajahan kolonial Indonesia.” Mengerikan bukan?

Sementara itu, keputusan Sidang Paripurna ke-IV Parlemen Nasional West Papua (PNWP) kepada Pemerintah Indonesia, International Parliamentarians for West Papua (IPWP), International Lawyers for West Papua (ILWP), dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Telah memutuskan, antara lain mengakui ULMWP sebagai badan koordinasi dan persatuan yang mewakili seluruh kepentingan bangsa Papua yang bertempat tinggal di wilayah Papua dan Papua Barat.

Tapi itu baru sebagian dari cerita, yang terjadi menjelang MSG pada 3 Mei 2016 lalu. Adapun dalam beberapa bulan mendatang, upaya meng-internasionalisasikan kasus Papua juga tak kalah mengkhawatirkan. Setidaknya ada dua momentum yang ditunggu-tunggu kalangan aktivis separatis Papua yang berafiliasi dengan Gerakan Separatis Papua atau OPM yaitu Hari Proklamasi West Papua tanggal 1 Juli 2016 dan rencana pelaksanaan KTT pemimpin negara Melanesian Spearhead Group (MSG) tanggal 14 Juli 2016 di di Honiara, Kepulauan Salomon. Kedua momentum tersebut, seharusnya  tidak perlu diikuti atau dirayakan oleh masyarakat Papua, karena integrasi Papua dalam NKRI sudah final. Namun kenapa hal itu bisa sampai terjadi, tentunya bukan sekadar prakarsa dari kelompok-kelompok pro Papua merdeka semata, melainkan adanya keterlibatan negara-negara asing seperti AS, Inggris, dan Australia.

Beberapa organisasi antara lain Parlemen Nasional West Papua (PNWP) melalui ketuanya Buchtar Tabuni sudah gencar melakukan propaganda terutama melalui media sosial.

Isi propaganda Buchtar Tabuni antara lain KTT Pemimpin negara MSG tanggal 14 Juli 2016 mendatang di Honiara nanti memiliki nilai strategis dan bermanfaat menegakkan wibawa dan harga diri bangsa Papua.

Selanjutnya, propaganda berbunyi pada tanggal 14 Juli 2016 perwakilan bangsa Papua, ULMWP akan menjadi anggota penuh MSG yang berarti bangsa Papua telah diakui sejajar dengan bangsa lain di Melanesia. “Seluruh dunia sedang memasang mata dan telinga untuk mendengar kesungguhan hati rakyat Papua mendukung ULMWP pada tanggal 14 Juli 2016 nanti. Kita masih memiliki waktu lakukan konsolidasi umum untuk merapatkan barisan sambil menunggu komando,” seru Buchtar Tabuni.

Frase kalimat yang dilontarkan Buchtar Tabuni secara tersirat menggambarkan adanya dukungan secara tidak langsung dari komunitas internasional yang pastinya mengorbit pada AS, Inggris dan Australia. Maupun beberapa sekutu Eropa Barat-nya seperti Belanda dan Belgia.

Namun demikian, rencana peringatan Hari Proklamasi West Papua jelas merupakan momentum yang dipolitisasi oleh kalangan aktivis Papua terutama yang tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Parlemenn Rakyat Daerah (PRD), Parlemen Nasional West Papua (PNWP) maupun United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), sedangkan tuntutan ULMWP menjadi anggota MSG merupakan bukti nyata adanya upaya meng-internasionalisasi masalah Papua. Yang tentunya pula  tak lepas dari dukungan secara tidak langsung dari belakang layar oleh beberapa negara besar seperti AS, Inggris dan Australia.

Perlu diketahui bahwa status ULMWP di KTT MSG adalah sebagai pengamat yang tidak memiliki hak suara. Posisi ULMWP di MSG sebagai pengamat saja sebenarnya merupakan “blunder politik” dari kegagalan diplomasi Indonesia, karena sebelumnya dalam setiap KTT MSG, massa ULMWP hanya mampu mengadakan unjuk rasa saja tapi tidak dapat memasuki ruangan pertemuan KTT MSG, namun sekarang dengan status mereka sebagai pengamat, maka hanya ikut mendengarkan jalannya KTT MSG saja dalam ruangan rapat, tapi tidak memiliki hak suara. Kondisi ini jelas merugikan Indonesia dibandingkan ULMWP bukan sebagai pengamat di KTT MSG.

Apalagi jika ULMWP diterima menjadi anggota tetap KTT MSG, maka jelas merupakan “kekalahan diplomasi” dari pihak Indonesia, sehingga dapat dipastikan Indonesia sebagai anggota KTT MSG akan menolak keras ULMWP sebagai anggota tetap MSG dikarenakan ULMWP tidak mewakili rakyat Papua, ULMWP bukan negara, ULMWP adalah organisasi ilegal yang pro kelompok separatis dan Papua masih wilayah sah dari Indonesia sehingga suara Papua akan diwakilkan oleh delegasi resmi Indonesia.(Baca: Herdiansyah Rahman, Politisasi dan Internasionalisasi Masalah Papua)

Lepas dari itu, indikasi adanya campur tangan AS dan beberapa negara barat untuk mendukung manuver beberapa kelompok-kelompok pro Papua merdeka sebagaimana digambarkan tadi, membuktikan bahwa Masalah HAM yang terjadi di Papua juga sering dipolitisasi oleh berbagai kalangan di Papua, seperti yang terjadi dalam acara yang diadakan di salah satu hotel di Jayapura, yang intinya mengkritisi pembentukan tim penyelesaian masalah HAM Papua oleh Pemerintah.

Banyak kalangan salah menafsirkan statement Presiden Jokowi yakni penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu sehingga tidak menimbulkan permasalahan di masa mendatang. Padahal yang dimaksud Presiden Jokowi adalah, jangan sampai ada politisasi dan internasionalisasi masalah pelanggaran HAM sebagaimana sering dilakukan pada masa lalu.

Temuan menarik muncul dari salah satu pembicara dari NGO di Papua bahwa ada pihak asing yang juga turut ikut memantau dalam masalah pelanggaran HAM di Papua. Adapun yang dimaksud adalah Australia. Barang tentu hal ini berakibat penyelesaian pelanggaran HAM sesuai UU  no 26 menjadi tidak dapat berjalan dengan baik.

Menurut sumber dari NGO itu,  kiblat masalah Papua sekarang ada di Pasific Selatan sehingga Pemerintah Indonesia berusaha mencari pengaruh kepada negara-negara Pasifik Selatan. Pernyataan ini secara tersorat menggambarkan adanya campur tangan asing  dalam masalah Papua, yang bekerja melalui komprador atau agen-agennya yang beroperasi di Papua.

Yang hendak saya sampaikan melalui studi singkat ini, fakta adanya sikap skeptis yang dikumandangkan oleh beberapa kalangan NGO terhadap tim penyelesaian masalah HAM Papua yang dibentuk pemerintah, dengan jelas mengindikasikan adanya keterlibatan dukungan asing di balik sikap skeptis yang disuarakan kalangan NGO tersebut. Karena pada kenyataannya, tim penyelesaian masalah HAM Papua yang dibentuk pemerintah tersebut, sejatinya telah memilik tokoh-tokoh Papua yang cukup kompeten dan berkampuan. Sehingga sudah seharusnya semua stakeholders di Papua bisa dengan bebas menyampaikan aspirasi, masukan dan data soal HAM Papua kepada tokoh Papua yang duduk di tim tersebut, daripada menggelar unjuk rasa atau kegiatan lain yang tujuan sesungguhnya adalah meng-internasionalisasikan isu Papua di luar negeri. Yang pada gilirannya akan dimainkan oleh AS dan sekutu-sekutu Baratnya untuk dijadikan sebagai “Syarat-Syarat Tertentu” untuk menekan Pemerintah Indonesia melalui sarana diplomasi dan perundingan.

Masuk akal, mengingat AS saat ini sedang gelisah karena Freeport sedang dilanda ketidakpastian apakah kontrak karya maupun keberadaannya di bumi Papua selama berpuluh-puluh tahun lalu, bisa diperpanjan dan berlanjut terus di era pemerintahan Presiden Jokowi-JK.

Pada tataran ini, indikasi adanya upaya AS untuk mempolitisasi masalah hak-hak asasi manusia dan demokratisasi dalam kasus Papua di Indonesia, kiranya nampak sangat jelas dan terang-benderang. Apakah ini berarti bahwa AS sedang dilanda keraguan bahwa Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi-JK akan bersedia mendukung skema global dan kepentingan strategis AS di Asia Tenggara dan Indonesia pada khususnya? Beberapa sumber dan kalangan yang terlibat dalam diskusi terbatas dengan Global Future Institute, sepertinya membenarkan kecenderungan tersebut. Meskipun saat ini, skema pemerintahan Jokowi-JK itu sendiri terkait soal kehadiran investor asing maupun kerjasama dengan asing ala Freeport atau Newmontn Nusantenggara hingga saat ini masih belum jelas.

Politik Haluan Terbalik AS di Ukraina Pasca Kejatuhan Presiden Yanukovich

Kembali kepada roll-back strategy yang dikembangkan mantan Menteri Luar Negeri AS Dean Acheson dan Politik Haluan Terbalik-nya George F Kennan, apa yang terjadi di Ukraina sangat menarik sebagai bahan perbandingan, yang secara ekstrim bertolak-belakang dengan perilaku politik AS dan beberapa negara Eropa Barat terhadap isu pelanggaran hak-hak asasi manusia di Papua, Indonesia.

Penggulingan Yanukovich

Untuk memperjelas hal ini, cerita bermula ketika Presiden Yanukovich digulingkan dari tampuk kekuasaan karena dipandang AS dan beberapa negara Uni Eropa sebagai tidak bersahabat kalau tidak mau dibilang sebagai musuh.

Kemarahan AS dan Uni Eropa mencapai puncaknya setelah Presiden Yanukovich menolak beberapa tekanan ekonomi politik yang dilakukan AS dan kelompok negara Uni Eropa. Yanukovich lebih memilih bersekutu dengan Cina, Rusia dan Iran.

Kerusuhan Ukraina

Masih ingat apa yang terjadi pada 2011? Ketika itu, International Monetary Fund (IMF) gagal menjebol perekonomian Ukraina ketika pemerintah saat itu menolak mentah-mentah rekomendasi IMF untuk menghentikan subsidi harga gas yang dikonsumsi sebagian besar rakyat Ukraina. Padahal Ukraina sudah menyetujui pinjaman untuk Ukraina sebesar 15 miliar dolar AS.

Jerman, juga menekan Ukraina untuk bergabung dengan jaringan politik dan bisnisnya lewat kekuatan kelompok negara Uni Eropa. Sekadar informasi, Jerman sebenarnya sedang memulai proyek geopolitik besarnya melawan Rusia dengan memperluas jaringan European Union Eastern Partnership-nya. Proyek itu ternyata mampu merangkul negara Georgia dan Moldova. Sedangkan negara Belarus dan Armenia yang sudah dalam radar Jerman ternyata memilih bergabung ke kelompok negara Eurosian Customs Union yang dipimpin Rusia.

Kerusuhan Ukraina2

Sekarang, Ukraina yang kaya sumber energy itu juga menolak mentah-mentah keinginan Uni Eropa. Sangat logis jika kemudian Jerman meradang dengan penolakan Ukraina. Karena secara geopolitik, Ukraina dipandang oleh Jerman sebagai negara kunci untuk memenangkan perang pasar energy global Uni Eropa melawan kelompok negara-negara yang pro Rusia dan Cina.

Dalam prediksi Jerman, jika Ukraina bisa diajak bergabung dalam Uni Eropa, maka Uni Eropa akan mampu mengatur pasar energy global, minimal di tingkat negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa.

Bebeapa langkah strategis Uni Eropa untuk menguasai Ukraina sebenarnya sudah dilakukan jauh-jauh hari. Beberapa perusahaan besar Jerman sudah membangun pipa gas yang cukup besar di Ukraina. Pipa gas tersebut dibangun melintasi Polandia, Hongaria dan Slovakia. Yang menjadi dasar pertimbangan Jerman, dengan membangun pipa-pipa gas tersebut, pada perkembangannya akan menyelesaikan ketergantungan Ukraina terhadap pasokan gas yang selama ini disalurkan dari Rusia.

Maka Jerman ingin agar proyek besar tersebut dibayar oleh Presiden Yanukovich dengan menandatangani kesepakatan untuk bergabung dengan Uni Eropa. Namun dengan keputusan Yanukovich untuk lebih memilih bersekutu dengan Cina, Rusia dan Iran, maka rencana Jerman untuk membangun infrastruktur pipa gas tadi akhirnya hancur berantakan. Gagal total.

Nampaknya inilah skenario besar AS dan Uni Eropa di balik dukungan terhadap ribuan demonstrasi dengan berlindung pada simbol gerakan “Pro Demokrasi” dan gerakan “anti Presiden Yanukovich.”

Kerusuhan Ukraina3

Lantas, bagaimana gambaran konstalasi politik Ukraina pasca kejatuhan Yanukovich? Mari kita telisik profil kelompok-kelompok yang berada di balik gerakan “Pro Demokrasi” Ukraina ini. Ternyata ada 3 kelompok besar di balik penggulingan Yanukovich.

Pertama, adalah partai Batkivschyna yang dipimpin oleh Yulia Tymoshenko. Partai ini dibiayai dan didukung secara langsung atau tidak langsung oleh Jerman.

Yang kedua, adalah Partai Svoboda yang mengusung ideology Neo Nazi. Partai ini adalah kelompok yang paling kuat menentang Yanukovich. Partai yang anti Yahudi (termasuk Yahudi Rusia) ini dibiayai oleh Washignton. Partai ini dipimpin oleh Tiahnybok. Dia mengembangkan partai neo nazi-nya dengan merujuk pada gerakan neo nazi yang berkembang di Eropa. Dalam konstalasi politik parlemen di Ukraina, Svoboda merupakan partai terbesar di Ukraina saat ini.

Kalau melihat betapa kisruhnya situasi politik di Ukraian beberapa bulan jelang jatuhnya Yanukovich, nampaknya Partai Svoboda berperan cukup aktif untuk memanaskan keadaan dan dalam menciptakan aksi destabilisasi politik.

Partai ketiga adalah partai Udar yang dipimpin langsung oleh Vitally Klitschko, mantan juara tinju kelas berat dunia. Klitschko merupakan salah satu calon presiden yang akan maju pada pemilu Ukraina 2015 mendatang. Partai Jerman Christian Democrat Union memastikan Klitschko merupakan salah satu orang penting untuk menjembatani semangat pro Uni Eropa di Ukraina.

Singkat cerita, isu besar di balik jatuhnya Presiden Yanukovich adalah pertarungan penguasaan energy global antara kelompok negara Trans Pacific Partnership (TPP) yang dimotori oleh Amerika dan Uni Eropa yang dimotori oleh Jerman. Melawan negara-negara yang tergabung dalam BRICS berdasarkan skema kerjasama strategis Rusia dan Cina melalui Shanghai Cooperation Organization (SCO).

Kerusuhan Ukraina4

Namun ada satu segi dari kejatuhan Yanukovich yang menarik disorot, sehubungan dengan tema tulisan kali ini. Yaitu kemunculan semangat neo nazi di Ukraina. Bahkan sedemikian rupa bahkan Ukraina dipandang akan menjadi negara neo fasis baru, melalui kiprah Partai Svoboda dan gerakan neo nazi. Dan yang luput dari berbagai liputan media adalah, betapa kelompok-kelompok Neo Nazi maupun Partai Svoboda merupakan kelompok-kelompok binaan dari AS sudah sejak lama.

Apakah hal ini yang kemudian AS tutup mata dan tidak menganggap penting ketika gerombolan Neo Nazi Ukraina yang didukung elemen-elemen dalam pemerintahan di Kiev membakar hidup-hidup  orang-orang yang berada di dalam gedung Trade Union di kota Odessa (Trade Union Building) beberapa waktu yang lalu? Nampaknya penting untuk kajian lebih lanjut. Karena beberapa kalangan menyusul pembantaian kelompok neo nazi Ukraina itu, memandang kejadian ini sebagai bukti nyata adanya dukungan AS dari belakang layar. Bahkan sebuah ulasan yang ditulis oleh Global Research, menandai adanya terorisme negara yang didukung AS.

The Neo-Nazi thugs are directly supported by the Right Sector and Svoboda which play a central role in the coalition government. The Right Sector is supported by Washington.

The Neo-Nazi mobs in Odessa bear the hallmarks of  US sponsored terrorism (e.g Syria) trained to commit atrocities against civilians.  America’s Neo-Nazi Government in Kiev is a reality. Confirmed by Germany’s Bild: “Dozens of specialists from the US Central Intelligence Agency and Federal Bureau of Investigation are advising the Ukrainian government” (Michel Chossudovsky, Global Research Editor, 5 Mei 2014).

Secara faktual hal ini menunjukkan bahwa gerombolan Neo Nazi yang membakar hidup-hidup warga masyarakat yang berada di gedung trade union itu, mendapat dukungan dari pemain-pemain kunci di Partai Svoboda dan kelompok-kelompok sayap kanan lainnya. Kebetulan kedua sayap ini memainkan peran penting dalam penyusunan pemerintahan koalisi pasca kejatuhan Presiden Yanukovich.

Tragedi yang mengenaskan ini terjadi pada 2 Mei 2014. Bermula ketika para pendukung gerakan federalisme dikejar hingga ke gedung Trade Union oleh kelompok-kelompok sayap kanan. Ketika para pendukung gerakan federalisme tersebut masuk ke gedung Trade Union untuk mendapatkan perlindungan, tiba-tiba gedung tersebut terbakar. Laporan resmi mengatakan korban tewas berjumlah 42 orang.  Namun beberapa sumber, termasuk dari Global Research, memperkirakan jumlahnya jauh lebih banyak daripada berdasarkan sumber-sumber resmi.

Sebab patut diduga, bahwa beberapa orang provokator yang mendorong para pendukung federalism itu masuk gedung, besar kemungkinan ada yang dibunuh tanpa saksi mata. Sehingga terbakarnya gedung Trade Union hanyalah dimaksudkan untuk menyamarkan adanya aksi pembunuhan massal di dalam gedung tersebut. Sehingga terkesan warga masyarakat yang tewas di dalam gedung tersebut semata-mata akibat terbakarnya gedung Trade Union.

Yang mengherankan kami dari Global Future Institute, mengapa pemerintah AS maupun elemen-elemen NGO di komunitas internasional di Eropa Barat, sama sekali tidak menganggap kejadian tersebut sebagai bentuk nyata dari pelanggaran hak-hak manusia?

Sepertinya di Odess-Ukraina, merupakan bukti nyata yang paling vulgar, dari Politik Haluan Terbalik AS terkait isu Hak-Hak Asasi Manusia. Kenyataan bahwa Presiden Yanukovich digulingkan karena menolak mengikuti skema kepentingan kapitalisme global AS dan Uni Eropa pada awal 2014 lalu, justru menjadi landasan kebijakan AS untuk mengabaikan tragedi odessa maka rejim pemerintahan Ukrainan saat ini yang justru didukung oleh AS dan Blok Barat, nampaknya yang menjadi landasan kebijakan untuk mengabaikan Tragedi Odessa pada Mei 2014 lalu.

Penulis : Hendrajit, Pengkaji Geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institute

Source: The Global Review

Wow!! Ternyata Intelijen AS Bisa Sadap Komputer Tanpa Koneksi Internet!

$
0
0

Mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional (NSA), Edward J. Snowden, kembali menjadi pusat pemberitaan. Melalui dokumen yang dia bocorkan, Snowden menyebut NSA dapat menyadap komputer di seluruh dunia tanpa perlu tersambung ke dunia maya.

Stasiun berita Al Jazeera, Rabu 15 Januari 2014 melansir publikasi dari harian New York Times yang menulis NSA telah memasang peranti lunak khusus ke hampir 100 ribu komputer di seluruh dunia. Beberapa komputer tetap tidak dihubungkan ke dunia maya (offline) dan dikira aman dari serangan cyber.

Namun, pada kenyatannya piranti lunak itu tetap memungkinkan NSA menyadap data dan informasi yang tersimpan di dalam komputer tersebut. Program tersebut dinamakan Quantum. Metode ini telah digunakan sejak tahun 2008 silam.

Dengan metode ini, kartu USB atau papan sirkuit kecil sengaja dimasukkan ke dalam komputer target secara diam-diam. Dengan teknologi itu, mereka mampu memancarkan sebuah gelombang rahasia radio menuju stasiun intelijen yang telah dibangun sebelumnya. NSA bahkan tetap dapat melakukannya dari jarak yang jauh!

Lalu, bagaimana cara memasukkan peralatan radio ke dalam komputer?

Ternyata mereka telah menanamkan peralatan tersebut sejak awal diproduksi. Walaupun sudah ditanam, terkadang beberapa kali para agen NSA harus memasukkan secara fisik alat tersebut.

Keampuhan alat ini juga dijabarkan oleh Majalah Times. Dalam sebuah dokumen yang mereka peroleh, terdapat sebuah gambar yang menunjukkan peta lokasi di mana Pemerintah AS telah memasukkan alat itu ke dalam komputer lokal. Times turut menyebut bahwa tentara militer China merupakan target yang paling sering disasar oleh komputer jenis ini.

Snowden revealed how the GCHQ and NSA used fake LinkedIn websites to plant spyware. Imgur
Snowden revealed how the GCHQ and NSA used fake LinkedIn websites to plant spyware. Imgur

Tetapi tidak hanya China saja yang menjadi target, komputer produksi NSA ini turut menyasar militer Rusia, institusi perdagangan Uni Eropa, penjual narkoba Meksiko dan polisi Meksiko. Selain itu, NSA disebut turut memata-matai melalui komputer produksinya ke beberapa negara yang jelas-jelas menyatakan perang terhadap aksi teror seperti, India, Pakistan dan Arab Saudi.

Sebelumnya, agen intelijen AS, kesulitan untuk memata-matai komputer yang tidak tersambung koneksi internet. Namun dengan kehadiran program Quantum, itu semua terlewati. Tetapi NSA berdalih aksi tersebut dilakukan semata-mata untuk pertahanan ketimbang menyerang target komputer yang ditanam program itu. Mereka menyebut aksi itu dilakukan untuk melawan serangan cyber dari komputer asing.

Juru Bicara NSA, Vanne Vines dalam sebuah pernyataan tertulis mengatakan bahwa jenis piranti lunak semacam ini digunakan untuk melawan target intelijen asing. Vines membantah aksi semacam ini mencerminkan sikap NSA yang sewenang-wenang.

Dia mengatakan tujuan dipasang piranti lunak semacam itu hanya untuk kepentingan intelijen dan bukan mencuri data perdagangan rahasia dari perusahaan asing yang telah menguntungkan perusahaan AS.

AS turut menuduh bahwa China menempatkan piranti lunak serupa terhadap komputer milik Pemerintah AS. Tujuannya untuk mengetahui keributan melawan China.

Hingga saat ini, pejabat berwenang dari China belum merespon berita soal aksi peretasan yang dilakukan agen NSA terhadap komputer yang offline. Namun, mereka mengatakan sudah tahu apabila mereka menjadi korban dari cyber mata-mata internasional di masa lampau.

Pejabat China mengatakan mereka telah mendorong terbentuknya legilasi internasional untuk mengendalikan program penyadapan terhadap pemerintah asing.

Eye Binner

Ilmuwan Israel Dapat di Hacking Komputer Tanpa Harus Koneksi Internet

Selain Amerika Serikat, ilmuwan Israel juga bisa menyadap tanpa melalui koneksi internat dan ternyata ljauh ebih canggih lagi. Tidak hanya aktif dalam urusan pengembangan persenjataan militer saja, mereka juga berhasil menemukan cara baru untuk meretas sebuah komputer tanpa perlu koneksi dunia maya, namun kali ini tak membutuhkan alat untuk ditanamkan kedalam komputer yang diincar!

Hampir semua aksi hacking atau peretasan, dilakukan dengan media internet, namun sepertinya ilmuwan Israel kali ini berhasil menghilangkan pembatas itu dengan menggunakan metode yang disebut ‘Airhopper’.

Teknik hacking Airhopper sendiri memungkinkan seorang hacker untuk menyerang sebuah komputer atau mencuri data di dalamnya hanya menggunakan gelombang radio. Caranya pun diklaim cukup sederhana di mana mereka hanya memerlukan sebuah smartphone yang bisa dipakai untuk radio alias mampu menangkap sinyal gelombang berfrekuensi FM.

Hal ini tentunya menjadi berita buruk bagi individu, perusahaan, hingga pemerintah yang sering menyimpan data penting mereka di sebuah komputer yang sengaja tidak diberi akses online atau konektivitas jaringan lokal (LAN) agar tidak tersentuh oleh hacker. Cara pengamanan data seperti ini kerap disebut ‘air-gap’.

Nah, para hacker dari Universitas Ben-Gurion Israel nyatanya mampu menggunakan smartphone Samsung Galaxy S4 untuk mencuri data sebuah komputer dengan syarat si hacker sudah lebih dulu mampu menaklukkan firewall atau sistem keamanan dari si komputer target. Nantinya, Galaxy S4 digunakan sebagai penerima sinyal radio dari komputer target.

Langkah-langkahnya pun sederhana, si hacker hanya perlu meninggalkan Galaxy S4 tersebut pada jarak tertentu dengan komputer target.

Kemudian si hacker tinggal mengirimkan virus pada smartphone tersebut untuk memungkinkannya mencuri data dari komputer target lewat sinyal radio yang dipancarkan oleh kartu grafis (GPU) komputer tersebut.

“Modusnya adalah dengan masuk ke dalam sebuah pusat keamanan sebuah perusahaan dan meninggalkan smartphone di pintu masuk.

Lalu, secara otomatis virus akan mengunduh data dari komputer ke smartphone tersebut,” ujar Dudu Mimran, salah satu ilmuwan sekaligus hacker dari Universitas Ben-Gurion, Daily Mail (20/11/2014) lalu.

Meski sampai saat ini ilmuwan belum menemukan cara untuk menghentikan metode hacking Airhopper, hacker sampai saat ini hanya bisa mencuri data dengan kecepatan pengunduhan yang relatif lambat, yakni hanya 60 byte tiap detiknya. Untuk mencapai kecepatan pencurian data tersebut, smartphone yang dijadikan perantara tadi juga harus diletakkan pada jarak 1 hingga 7 meter dari komputer target.

Celakanya, saat proses pencurian data lewat Airhopper dilakukan, hampir pasti si pemilik komputer tidak akan menyadari bila perangkatnya sedang diretas. Sungguh berbahaya! Maka timbul pertanyaan akibat ulah AS dan Israel terhadap semua barang produksinya yang dijual bebas, apalagi dibidang kemiliteran dan teknologi.

Apakah pesawat tempur dan semua barang elektronik produksinya, terutama AS,  juga sudah ditanamkan program sejenisnya?

Yang admin ketahui pada beberapa tahun lalu, beberapa artikel pernah menyebutkan bahwa semua misil, roket, peluru kendali, helikopter dan pesawat-pesawat tempur buatan AS tak dapat menyerang negaranya sendiri.

Pesawat Tempur ASHal ini dikarenakan alat-alat militer buatan AS yang khusus dijual kepada negara-negara asing atau diluar negaranya, sudah ditanamkan micro chip dan program (software dan hardeware) yang dapat mendetaksi kordinat sasaran. Bahkan semua data dan misi, serta percakapann pilot dapat terpantau atau disadap langsung oleh satelit-satelit militer milik AS.

Jadi, misalkan seorang pilot pesawat tempur buatan AS menekan tombol peluncuran misil atau roket ke arah atau ke sasaran yang berada dalam naungan negaranya sendiri, jangan berharap akan berhasil.

Karena semua peralatan tempur sudah memakai GPS (Global Positioning System) yang dipantau satelit, maka misil itu akan terbang meleset jauh dari sasaran, tak meledak atau bahkan terkunci. (adi – vivanews / Al Jazeera/ New York Times/ Times Magazine/ IndoCropCircles, the truth)

Inside Your Computer

Video:

Air-Gap and Cyber Security: Can We Rely on an Air-Gap to Secure our Critical Systems?

How to leak sensitive data from an isolated computer (air-gap) to a near by mobile phone – AirHopper

 

 

Antara Pembunuhan Mirna dan Sosok Jessica ‘settingan’ Intelejen

$
0
0

Lingkarannews.com Jakarta- Sidang pembunuhan Wayan Mirna Salihin memasuki babak baru yaitu menghadirkan saksi saksi ahli, termasuk saksi ahli Ahli forensik toksikologi kimia dan biologi Puslabfor Mabes Polri, Kombes Pol Nur Samran Subandi.

Kombes Pol Nur Samran Subandi mengatakan pelaku pembunuhan Wayan Mirna Salihin merupakan orang yang cerdas.

“Pelaku ini cukup smart, pokoknya pintar. Dia tahu kalau sianida bisa hilang jika terkena panas,” kata Nur Samran pada sidang lanjutan perkara tewasnya Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di PN Jakarta Pusat, Rabu.

Hal itu dikatakannya karena efek sianida akan hilang jika dilarutkan dalam air panas atau jika terkena panas. Namun sianida akan bekerja lebih baik jika dimasukan pada sesuatu yang dingin.

“Sianida akan hilang kalau panas, kalau dingin bereaksi bagus,” kata dia.

Lebih lanjut, Nur Samran berpendapat sianida akan tetap berbahaya kendati dilarutkan ke dalam minuman apapun, termasuk es kopi.

“Sepanjang zat sianida masih ada di dalam kopi, sifatnya sama saja berbahaya,” kata dia.

Wayan Mirna Salihin kejang-kejang usai meminum es kopi Vietnem di Kafe Olivier Jakarta Pusat kemudian tewas di RS Abdi Waluyo pada 6 Januari 2016. Jaksa penuntut mendakwa teman Mirna, Jessica Kumala Wongso, dengan tuduhan pembunuhan berencana atas perkara itu.

Ada ‘aroma’ Intelejen dibalik kasus pembunuhan Mirna Salihin

Pengamat Intelejen Sofjan Lubis memberikan pendapatnya; kasus pembunuhan mirna ini semakin terasa ada aroma intelejen dibaliknya.

Dari sudut pandang publisitas atau pemberitaan yang terus menerus; hal ini seolah diciptakan atau disetting harus seperti ini, berlarut larut tanpa menemukan titik terang yang pasti.

Tindakan Jessica Kumala Wongso seperti layaknya seorang ‘profesional’, ibaratnya sudah ada yang memberikan arahan arahan; seperti menaruh tas belanjaan yang menutupi CCTV dan time ing pemberian racun yang hingga kini masih dalam perdebatan.

Kecerdasan dan ketelitian seorang Jessica bukan tanpa sebab, tapi bisa jadi adalah buah dari perencanaan yang sudah sangat matang; ibarat operate mission; sosok Jessica tinggal memainkan alur alur yang sudah disiapkan, pertanyaannya siapa yang memberikan alur alur dan memberikan gambaran detail situasi lapangan.

Melihat hal tersebut, kita bicara sebuah settingan pembunuhan yang sudah direncanakan detail; ibarat sebuah plot cerita yang sudah disipakan, dengan kemungkinan Jessica sudah mengetahui kondisi meja, posisi CCTV keamanan kafe, dan urutan urutan kejadian (sangat terukur), karena dari meja 53,54,55 itu satu view atau penglihatan.

Kalau saya boleh katakan Jessica adalah operate mission; pelaksanaan dari sebuah operasi random atau acak, ditambah ada tujuan dan kepentingan bisa mengarah kepada bisnis dari ayah  Mirna Salihin yaitu Dermawan Salihin adalah pengusaha antar kirim dokumen penting.

Tanpa disadari, harus ada yang memeriksa sosok Jessica Kumala Wongso di Australia; bagaimana sosok Jessica ini bisa begitu mudah meninggalkan Australia dimana diketahui memiliki catatan kriminal di negara tersebut.

Seolah ada pihak yang ‘mensponsori’ kedatangan Jessica dari Australia ke Indonesia, dengan catatan dan agenda yang sudah disiapkan (alur alur yang sudah disiapkan, tinggal operate mission seperti Jessica mengikuti satu persatu).

Ada aroma intelejen dibalik kasus pembunuhan Mirna Salihin, harusnya pemeriksaannya lebih meluas dari proses kedatangan Jessica dari Australia, memperoleh dan pembelian sianida dimana (Australia).

Diluar unsur diatas, pemberitaan dan publisitas kasus pembunuhan Mirna Salihin ini mengalahkan pemberitaan lainnya (artinya ada yang diuntungkan dari sudut pandang porsi ‘publisitas’ yang besar terkait kasus tersebut di media).

Adityawarman@aditnamasaya

Waspada! Aksi Teror di Perancis Menjadi Model di Indonesia

$
0
0

Perancis kembali berduka. Sebuah truk menabrak kerumunan orang di Promenade des Anglais, Nice, Kamis (14/7/2016) malam waktu setempat. Korban tewas tercatat 70 orang lebih dan puluhan lainnya dirawat di rumah sakit dalam kondisi kritis. Hasil temuan pejabat setempat menyebutkan bahwa di dalam truk tersebut terdapat banyak senjata api. Dapat dipastikan bahwa aksi ini adalah bentuk teror.

Perancis menjadi langganan sasaran teror. Sebelumnya pada tanggal 13 Nobember 2015 serangan teroris yang sangat terencana terjadi di Paris dengan model serangan bersenjata dan tiga aksi bunuh diri. Korban tercatat 129 orang tewas dan ratusan lainnya luka. Tanggal 14 November 2015, kelompok radikal ISIS mengaku bertanggun jawab atas aksi teror 13 November 2015 ini. Perancis diserang karena dianggap terlibat dalam perang saudara Suriah dan Irak.

Aksi teror yang terjadi Kamis 14 Juli 2016 masih belum siapa pelaku dan motifnya. Namun dengan melihat model kejadiannya, pelaku sudah menyiapkan dengan matang. Aksi brutal ini patut dicermati lebih lanjut terkait jejaring pelaku dan motifnya mengingat aksi-aksi teror biasanya akan menjadi model di daerah lain.

Teror di Perancis Sebagai Model

Serangan bom Thamrin 14 Januari 2016 diperkirakan mengadopsi aksi teror di Paris 13 November 2015. Gaya teror di Indonesia yang biasanya menggunakan bom bunuh diri berubah menjadi aksi serangan bersenjata. Walaupun serangan pada aksi teror di Thamrin relatif kecil dengan menggunakan pistol rakitan dan bom dengan daya ledak rendah, namun sudah ada perubahan model aksi teror.

Aksi teror di Parus 13 Novembet 2015 diakui sebagai aksi ISIS. Demikian pula aksi teror Thamrin 14 Januari 2016 adalah bagian dari aksi ISIS yang dipandu oleh Bahrun Naim di Suriah yang berasal dari Indonesia. Serangan teror lanjutan yang terjadi di Mapolresta Surakarta yang dilakukan oleh Nur Rohman pada tanggal 5 Juli 2016 diindikasikan juga bagian dari aksi kelompok simpatisan ISIS mengingat ada indikasi jaringan Nur Ruhman dan Bahrun Naim di Suriah.

Aksi teror di Indonesia kemungkinan akan kesulitan jika menggunakan model serangan bersenjata. Hal ini dikarenakan pengawasan senjata api di Indonesia yang cukup ketat. Aksi teror dengan serangan langsung seperti di Paris pada tanggal 13 November 2015 akan diadopsi bentuknya namun dengan kekuatan dan peralatan yang berbeda. Pengawasan senjata api yang cukup ketat di Indonesia sangat signifikan mengurangi dan mencegah aksi teror, Terbukti dari berbagai teror yang terjadi peralatan yang digunakan adalah senjata dan bom rakitan.

Teror Tanpa Senjata Api dan Bom

Aksi teror terbaru di Perancis dengan menggunakan sarana kendaraan yang menabrak kerumunan, dilihat dari keberhasilan aksi teror, cukup sukses. Dengan korban tewas lebih dari 70 orang dan puluhan lainnya kritis, cukup siginifikan untuk sebuah aksi teror. Aksi ini juga lebih murah dan cenderung lebih aman karena akan sulit untuk dideteksi. Murah karena peralatan yang digunakan dijual bebas, dan cukup aman karena peralatan yang digunakan bukan suatu larangan. Sasaran teror juga cukup mudah dicari seperti kerumunan orang.

Apakah kira-kira model teror dengan menggunakan kendaraan tersebut dapat terjadi di Indonesia? Tentu sangat mungkin terjadi. Teror terjadi karena ada keinginan, dorongan, kemampuan dan sumber daya. Selain itu teror akan terjadi jika sasaran teror mempunyai daya tarik dan sistem pengamanannya dapat ditembus. Pelaku teror tentu saja menginginkan dampak yang sebesar-besarnya dengan modal dan risiko yang sekecil-kecilnya. Walaupun untuk kelompok teror karena kepentingan ideologi, risiko mati (bunuh diri) juga akan ditempuh.

Keinginan dan dorongan kelompok radikal untuk melakukan teror di Indonesia masih cukup tinggi. Terdesaknya kelompok ISIS di Suriah dan kelompok simnpatisan ISIS di Indonesia di Poso membuat organisasi radikal terurai. ISIS tetap ingin menunjukkan eksistensinya. Hal ini diwujudkan dengan melakukan aksi-aski teror di wilayah selain Suriah, dan untuk kelompok di Indonesia selain di Poso yang selama ini menjadi daerah latihan dan persembunyian. Terurainya kelonpok radikal ini membuat para simpatisan bisa bergerak dalam kelompok kecil bahkan perorangan.

Dorongan dari juru bicara ISIS Abu Muhamad Al Adnani  kepada simpatisannya untuk melakukan aksi pada bulan ramadhan termasuk menjadi pendorong simpatisan untuk melakukan teror. Kepentingan untuk dianggap berjasa dan menunjukkan peran dan pengaruh mendorong simpatisan kelompok radikal melakukan aksi yang bisa terdengar oleh petinggi ISIS di Suriah.

Kelompok radikal yang berada di Indonesia mempunyai kemampuan untuk melakuakn teror. Kemampuan ini juga ditunjang dengan sumber daya dukungan keuangan dari donatur yang diduga dari kelompok ISIS di Suriah. Kemampuan kelompok radikal untuk melakukan teror tidak hanya didapat dari pelatihan internal mereka namun dapat juga terasah secara mandiri melalui tutorial di internet yang semakin bebas diperoleh.

Dengan adanya model teror baru di Perancis yang lebih murah dan aman, serta melihat dari keinginan, dorongan, kemampuan dan sumberdaya kelompok radikal, maka teror seperti yang terjadi di Perancis 14 Juli 2016 tersebut sangat mungkin diadopsi oleh kelompok radikal di Indonesia.

Mencegah Model Teror Perancis Terjadi di Indonesia

Teror dengan modal murah dan aman yang terjadi di Perancis 14 Juli 2016 sangat mungkin dilakukan dan terjadi di Indonesia. Faktor-faktor untuk melakukan teror seperti keinginan, dorongan, kemampuan dan sumberdaya sudah melekat pada kelompok radikal di Indonesia. Sasaran teror di Indonesia juga mudah ditemukan. Sasaran harus mempunyai daya tarik bagi kelompok radikal. Markas Polisi, kerumunan orang (termasuk orang asing), tempat-tempat perbelanjaan atau bisnis yang melambangkan dunia barat dengan mudah dijangkau oleh kelompok radikal. Bukan hal yang mudah untuk mendeteksi gerakan-gerakan teroris seperti yang dilakukan di Perancis.

Kendaraan merupakan peralatan yang cukup praktis untuk melakukan teror. Tanpa menggunakan bahan peledak dan senjata api, kendaraan dapat menjadi alat untuk melukai dan menewaskan banyak orang. Kendaraan bukan barang terlarang, apalagi jika kendaraan yang digunakan adalah kendaraan yang umum dipasaran dan didalamnya tidak terdapat benda-benda yang mencurigakan.

Untuk mencegah teror dengan model tersebut maka dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

  1. Melakukan pendataan dengan ketat jual beli dan persewaan kendaraan, siapa yang beli, akan digunakan dimana, dan siapa pemakaianya.
  2. Mewaspadai kendaraan-kendaraan yang mencurigakan, misal kendaraan yang bolak balik melewati area tertentu dengan orang yang tidak dikenal. Pelaku teror biasanya melakukan pengamatan dan penggambaran bahkan melakukan simulasi terlebih dahulu sebelum aksi nyata dijalankan.
  3. Mewaspadai lingkungan dan daerah sekitar, terutama untuk orang yang tidak dikenal, segera laporkan kepada aparat terdekat jika ada orang dengan gerak-gerik mencurigakan.
  4. Polisi perlu meningkatkan kemampuan dalam menghadapi tanggap darurat, terlebih untuk melakukan pencegahan.

Aksi teror terus akan terjadi selama kelompok radikal memaksakan kepentingannya. Indonesia merupakan negara dengan potensi teror yang besar. Negara bersama masyarakat harus bahu-membahu untuk mencegah dan menghadapi aksi teror ini. Dengan aksi dan kepedulian bersama diharapkan negara dan masyarakat dapat mencegah kelompok radikal berkembang menjadi kelompok teror. ***

Penulis : Stanislaus Riyanta, Peneliti dan editor jurnalintelijen.net, alumnus S2 Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia.

Teroris Regional Terkoneksi, Sel ISIS Indonesia Rencana Meroket Singapura, Seram Sekali

$
0
0

Pada hari  Jumat (5/8/2016) pagi, Densus 88 Antiteror Mabes Polri melakukan penangkapan enam terduga teroris di Batam, Kepulauan Riau. Para terduga teroris yang menamakan kelompoknya sebagai Khitabah Gonggong Rebus (KGR) diduga merupakan jaringan Bahrun Naim, salah satu WNI yang kini berada di Suriah dan bergabung dengan Islamic State (lebih terkenal sebagai ISIS).

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Agus Rianto menjelaskan di Mabes Polri Jumat (5/8/2016),  “Kita melakukan penangkapan pada enam orang yang diduga merupakan kelompok teroris. Yang ini mungkin belum pernah kita dengar namanya, yakni KGR yakni ‘Khitabah Gonggong Rebus,’ tegasnya.

Lebih lengkap lagi, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar menyatakan pada  Jumat (5/8/2016), “Iya betul tadi pagi tim Densus 88 menangkap enam orang kelompok terduga teroris di Batam terkait dengan jaringan pelaku bom bunuh diri di Solo,” katanya. Menurut Boy, keenam terduga teroris ditangkap di lima tempat berbeda dengan pimpinan Gigih Rahmat Dewa (GRD).

“Keterlibatan kelompok Gigih Rahmat Dewa diantaranya sebagai penampung dua orang Uighur, yaitu Doni (deportasi) dan Ali (tertangkap bersama Abu Mus’ab di Bekasi),” jelas Boy, Jumat (5/8/2016). Ali Uighur diketahui terkait dengan pelaku bom bunuh diri di Solo, Nur Rohman. Ia dijemput Nur dari Batam ke Bogor sebelum dititipkan ke Abu Musab di Bekasi dsn ditangkap pada bulan Desember 2016.

Suasana penggerebekan di Perumahan Mediterania blok FF, Batam Centre, Jumat (5/8/2016) pagi. (Foto : FB/Rauf Utami)
Suasana penggerebekan di Perumahan Mediterania blok FF, Batam Centre, Jumat (5/8/2016) pagi. (Foto : FB/Rauf Utami)

Menurut catatan penulis, pada hari Rabu (23/12/2015) Densus 88 melakukan penangkapan dua terduga teroris di Bekasi. Penangkapan pertama dilakukan terhadap AH (Arief) alias AM (Abu Mushab) dan Ali (31)  warga Uighur (calon pengantin). Keduanya merupakan sel ISIS yang rencananya akan melakukan aksi penyerangan malam tahun baru 2016, tapi digagalkan oleh Densus. Selain itu pada hari Sabtu (19/12/2015) Densus 88 juga  melakukan penangkapan terhadap Abdul Karim alias Abu Jundi, di Kota Sukoharjo yang akan melakukan teror malam tahun baru 2016. Dua sel ini berhubungan dengan Bahrun Naim di Suriah. (Baca artikel penulis ; densus melakukan penangkapan jaringan abu-jundi dan abu mushab)

Boy menjelaskan peran Gigih Rahmat Dewa (GRD) pernah  menjadi fasilitator keberangkatan ikhwan-ikhwan dari Indonesia menuju Suriah melalui Turki yang dibantu oleh WNI yang ada di Turki. GRD  diduga memiliki hubungan dengan Bahrun Naim, pengendali/pendukung  sejumlah aksi teror bom salah satunya di Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat awal tahun 2016. “GRD diduga menjadi penerima dan penyalur dana untuk kegiatan radikalisme yang bersumber dari Bahrun Naim,” kata Boy.

Perkembangan informasi yang menarik dari hasil pemeriksaan tersangka, keduanya bahkan sempat merencanakan untuk menghancurkan Marina Bay, Singapura dengan meluncurkan roket dari Batam. “GRD dan Bahrun Naim pernah merencanakan untuk meluncurkan roket dari Batam dengan tujuan Marina Bay Singapura,” tutur Boy.

Marina Bay Sands, hotel terkenal di Singapura dan mudah dikenali (Foto :pedroze.gazeta)
Marina Bay Sands, hotel terkenal di Singapura dan mudah dikenali (Foto :pedroze.gazeta)

Sementara  Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menyatakan bahwa  para terduga teroris yang ditangkap itu berencana menyerang Singapura. “Saya tegas menyatakan, mereka berencana melakukan serangan di Singapura dan Batam,” kata Tito di Semarang, Jumat (5/8/2016).

Identitas keenam para terduga teroris yang ditangkap Densus 88

  1. GRD (Gigih Rahmat Dewa); umur: 31 tahun; suku: Jawa; pekerjaan: Karyawan pabrik; alamat: Perum Mediterania; waktu pengambilan: 07.21 WIB di Jalan Daeng Kamboja, Batam Center (sebagai pemimpin kelompok).
  2. MTS (Muhammad Tegar Sucianto ); umur: 46 tahun; suku: Padang; pekerjaan: Pegawai bank; alamat: Kompleks Masyeba, Tiban; waktu penangkapan: 07.25 WIB di Jalan Tengku Umar, Nagoya.
  3. ES (Eka Saputra); umur: 35 tahun; suku: Padang; pekerjaan: Pegawai pabrik; alamat: Cluster Sakura, Botania 1; waktu penangkapan: 06.45 WIB di Jalan Cluster Sakura, Batam Centre
  4. Trm (tarmizi) ; umur: 21 tahun; suku: Batak; pekerjaan: Pegawai pabrik; alamat: Cluster Sakura, Botania 1; waktu penangkapan: 07.25 WIB dan lokasi pengambilan di depan Pabrik Panasonic Jalan Laksamana Bintan, Batam Center.
  5. HGY (Hadi Gusti Yanda); umur: 20 tahun; suku: Melayu; pekerjaan: Pegawai pabrik; alamat: Kompleks Taman Carina, Batu Aji; waktu penangkapan: 07.53 WIB  di Jalan Brigjen Katamso, Batu Aji.
  6. M. Tegar Sucianto; umur: 20 tahun; suku: Jawa; pekerjaan: Pegawai pabrik; alamat : Kompleks Taman Batu Aji Indah; waktu penangkapan: 07.53 WIB di Jalan Brigjen Katamso Batuaji. Setelah diperiksa, M .Tegar malam harinya dilepas dan dikembalikan ke rumah orang tuanya. (Informasi keluarga; Tegar adalah teman dari Hadi Gusdi Yanda sejak duduk di bangku SMP, SMKN sampai saat ini sama-sama  bekerja di PT Asus Bintang Industri).

Jaringan Teroris Regional Terkoneksi Dengan Islamic State (ISIS)

Kapolri, Jenderal Tito Karnavian yang mantan Kepala BNPT menyatakan bahwa jaringan teroris di kawasan Asia Tenggara telah terkoneksi dengan kelompok teroris global. Indikasinya terlihat dari kesamaan karakter dalam sejumlah aksi teror di negara-negara Asia Tenggara, beberapa waktu lalu dengan aksi teror yang dilakukan oleh ISIS. Dikatakan oleh Tito,  “Terorisme sekarang ini kemungkinan koneksi regionalnya sudah terbentuk, terutama dengan kelompok pendukung ISIS,” katanya di kantor Kemenko Polhukam, Rabu (3/8/2016).

Dari data penulis, hingga kini terdapat tiga WNI sebagai  tokoh Islamic State di Suriah yang patut diamati sebagai handler sel ISIS di Indonesia, mereka adalah Bahrun Naim, Bahrumsyah dan Abu Jandal. Naim ini berhubungan dengan Abu Mushab yang ditangkap Densus,  patut diduga sebagai otak serangan teror di Thamrin, dia ahli propaganda, memahami betul IT, sehingga  sering aktif dalam berkomunikasi dengan sel yang ada di Indonesia. (Baca artikel penulis ; potensi serangan teror isis di dunia termasuk di indonesia akan meningkat .

Sementara Bahrumsyah adalah pembentuk Khatibah Nusantara. Abu Jandal, pernah mengancam TNI, kini menurut informasi memegang Khatibah Nusantara yang kini sudah terdesak dan bergeser ke wilayah Irak yang beerbatasan dengan Suriah. Setelah Bahrumsyah  keluar dan membentuk Fikroh Abu Hamzah, kendali Khatibah Nusantara menurut informasi (belum intelijen) dipegang oleh Abu Jandal.

Pada bulan Juli 2016, Polisi Malaysia berhasil menggagalkan ancaman bom yang ditujukan kepada petinggi polisi. Menurut Inspektur Jenderal Polisi Khalid Abu Bakar dalam sebuah pernyataan, Sabtu (23/7) Polisi Malaysia telah  menangkap 14 orang tersangka ISIS dalam operasi counter terrorism. Para tersangka termasuk seorang anggota senior ISIS yang diyakini bertanggung jawab merekrut militan ISIS dari Malaysia, Abu Ghani Yaacob, yang tewas di Suriah pada 17 April 2016,

Kepala Polisi Malaysia Tan Sri Khalid Menjelaskan penangkapan 14 tersangka teroris
Kepala Polisi Malaysia Tan Sri Khalid Menjelaskan penangkapan 14 tersangka teroris

Pada saat penangkapan, polisi berhasil menyita  satu IED seberat satu kilogram, yang akan  digunakan untuk melakukan serangan kepada pemimpin PDRM (Polisi Diraja Malaysia). Tokoh tersangka teror yang berusia 49 tahun  juga dipercaya bertanggung jawan mengatur keberangkatan anggota ISIS ke Suriah. Empat belas tersangka yang berusia antara 20 dan 49, dilaporkan bekerja sebagai koki, montir, tukang las dan mahasiswa.

Analisis 

Pengembangan dari hasil penangkapan enam tersangka teroris yang sangat patut diduga sebagai sel dari Islamic State di Batam sebaiknya perlu dicermati lebih lanjut. Suatu hal terpenting adalah munculnya rencana penyerangan Marina Bay di Singapura dari Batam dengan roket. Walau ini baru sekedar informasi, aparat keamanan (intelijen dan Densus) harus mendapatkan kepastian intelijen, untuk menyelidiki kemungkinan penyelundupan roket/rudal ke Batam. (Perlu diingat akses masuk ke Batam lewat laut demikian banyak).

Seperti kita ketahui, beberapa tahun yang lalu, banyak senjata berat yang lepas dari kontrol pemerintah yang sah di Libya dan Irak. Kasus terjadi baik saat konflik penjatuhan PM Libya Khadafy  maupun direbutkan Kota Mosul oleh ISIS (4-10 Juni 2014). Saat itu arsenal militer Libya dijarah oleh pemberontak dan kemudian diketahui banyak roket/rudal yang dijual di pasar bebas (Baca artikel penulis ; rudal panggul khadafi di pasar gelap). Demikian juga ISIS saat merebut Mosul, demikian banyak senjata berat militer Irak yang ditinggalkan pasukan Irak yang melarikan diri.

Bahrun Naim, jejaknya sudah semakin jelas (foto :nusabali)
Bahrun Naim, jejaknya sudah semakin jelas (foto :nusabali)

Nah, kita belum tahu apakah mungkin Bahrun Naim kemudian berhasil mendapatkan sejenis roket/rudal? Sehingga dalam perencanannya muncul sarana teror baru. Selama ini, aksi teroris hanya dilakukan dengan bom bunuh diri yang relatif kecil dan serangan dengan senapan serbu (AK-47 dan AR-15). Kemudian dalam perkembangannya serangan dengan menabrak kerumunan orang dengan mobil truk. Apakah mungkin ancaman terhadap Singapura dengan roket terwujud? Apabila dinilai dari kapabilitas serangan sel teroris (ISIS) di Indonesia di Thamrin, Surakarta dan rencana serangan di Surabaya (gagal), kapabilitasnya masih rendah. Bukan tidak mungkin ada proksi yang ikut bermain?

Ini merupakan pekerjaan rumah bagi Densus dan aparat Intelijen untuk lebih mendalaminya. Dilain sisi informasi ini jelas akan membuat Singapura panas dingin, karena apabila informasi ini valid, maka ketenangan Singapura akan terus terancam dan bisa terganggu justru dari luar wilayahnya. Dengan UU ISA (Internal Security Act), ruang gerak teroris di Singapura jelas terbatas. Karena itu mungkin saja mereka mempunyai pemikiran meluaskan daerah operasinya menjadikan Singapura sebagai target.

Penjelasan Kapolri Tito Karnavian tentang terkoneksinya sel ISIS di regional Asia Tenggara menunjukkan bahwa wilayah ini akan menjadi tidak aman pada waktu-waktu mendatang. Malaysia sudah membuktikan dan melakukan penangkapan bahwa sel ISIS mulai aktif, demikian juga Thailand. Sementara sel Abu Sayyaf di Filipina  sudah berba’iat ke pimpinan ISIS Abu Bakr al-Baghdadi. Apakah strategi Islamic State akan berjalan di Asia Tenggara?

Ilustrasi saat Hamas melakukan serangan roket ke wilayah Israel, pom bensin meledak, bagaimana kalau Singapura diserang seperti ini? (Foto : liataja)
Ilustrasi saat Hamas melakukan serangan roket ke wilayah Israel, pom bensin meledak, bagaimana kalau Singapura diserang seperti ini? (Foto : liataja)

Penulis pernah menyusun ulasan,  strategi baru islamic state apabila ambisi kekhalifahan runtuh. Mungkin ada manfaatnya wawasan tersebut untuk dibaca. Kini yang jelas, mungkin di Singapura teroris Islamic State sangat sulit berkembang, tetapi dengan penangkapan sel teroris di Batam tersebut, pihak polisi dan intelijen Singapura harus lebih meningkatkan kerjasama counter terrorism dengan Polri. Sulit dibayangkan apabila Marina Bay atau Bandara Changi diserang teroris dari luar wilayahnya. Singapura akan mengalami gangguan serius pastinya.

Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Analis Intelijen, www.ramalanintelijen.net

Fusi Informasi Intelijen untuk Memberantas Terorisme

$
0
0

Belum ada sebuah negara yang bisa bebas dari ancaman terorisme. Negara adidaya seperti Amerika Serikat dan negara besar lainnya seperti Perancis justru kerap menjadi sasaran terorisme. Terorisme terjadi lintas negara, melibatkan jaringan yang besar, hal ini yang membuat aksi teror tidak bisa dicegah dengan mudah.

Kerjasama internasional sistematis yang melibatkan banyak pihak diperlukan untuk mencegah dan menangani terorisme. Salah satu kerjasama yang diperlukan adalah adanya kerjasama fusi informasi hasil kegiatan intelijen. Informasi-informasi hasil kegiatan intelijen seperti informasi transaksi keuangan, peta jaringan kelompok radikal, dan data percakapan kelompok radikal menjadi bahan yang sangat penting untuk melakukan pencegahan dan penanganan terorisme.

Kerjasama intelijen internasional tentu akan terbentur pada hambatan sifat intelijen yang rahasia dan dijalankan secara tertutup. Namun dengan komitmen dan kesepakatan yang kuat, seharusnya dapat menjadi penghantar bagi pihak-pihak yang bekerjasama untuk saling percaya dan menghargai kode etik intelijen. Tujuan utama untuk mencegah, menangani, dan memberantas terorisme harus diletakkan pada kepentingan tertinggi dibanding kepentingan sektoral lainnya.

Dalam kegiatan Konferensi Internasional Antiterorisme di Bali (8-11 Agustus 2016), menjadi arah yang baik menuju kerjasama intelijen international yang lebih sistematis dan produktif guna memberantas terorisme. Rusia sebagai salah satu peserta menghimbau agar negara peserta konferensi ini bergabung dan menggunakan basis data yang dimilik FSB (Badan Keamanan Federal Rusia) untuk penanganan terorisme. Saat ini diketahui bahwa ada  29 negara dan organisasi internasional, termasuk PBB, telah bergabung dalam pusat data milik FSB. Basis data terkait terorisme yang dimiliki FSB terdiri dari data-data pelaku bom bunuh diri dan gerakan kelompoknya.

Fusi informasi terkait terorisme bisa juga diwujudkan oleh lembaga internasional yang netral sesuai kesepakatan negara peserta. Dengan lembaga netral yang tidak merujuk ke negara tertentu akan meningkatkan kepercayaan negara-negara peserta untuk bergabung dan menggunakan informasi terkait terorisme tersebut. Lembaga internasional seperti PBB sangat tepat untuk menginisiasi sebuah fusi informasi terkait terorisme tersebut.

Kerjasama intelijen internasional terutama dalam fusi informasi akan membuat langkah pencegahan dan penanganan lebih efektif. Aktivitas kelompok radikal pelaku teror di sebuah negara adalah data yang sangat penting bagi negara lain mengingat jaringan terorisme bersifat global dan lintas negara. Beberapa informasi penting yang perlu dijadikan satu (fusi informasi) untuk menjadi data bersama banyak negara untuk penanganan terorisme adalah sebagai berikut :

Transaksi Keuangan

Metode follow the money sangat efektif untuk mengurai suatu tindak kejahatan, termasuk terorisme. Arah aliran uang menunjukkan pelaku dan arah kegiatan. Uang adalah modal utama bagi kelompok terorisme untuk melakukan aksinya. Lembaga yang mempunyai kewenangan dan kompetensi untuk mengetahui transaksi keuangan di Indonesia adalah PPATK. Atas dasar hal tersebut maka peran PPATK sangat vital dalam mencegah terorisme, terutama untuk mengetahui arah transaksi uang.

Data PPATK menyebutkan ada aliran dana dari luar negeri sebelum terjadi aksi teror di Indonesia, seperti pada aksi teror Thamrin. Hal ini mengindikasikan bahwa aksi teror di Indonesia dibiayai oleh jaringan lintas negara. Selain itu adanya aliran dana dari negara lain menunjukkan bahwa pelaku teror di Indonesia dikendalikan atau terkait dengan kelompok radikal internasional.

Tanpa adanya uang aksi teror akan sulit dilakukan. Data keuangan dari PPATK sangat efektif untuk pencegahan aksi teror. Adanya kiriman uang menunjukkan akan ada aksi dari kelompok tersebut, termasuk aksi teror. Jika aliran dana yang diduga untuk membiayai aktifitas kelompok radikal bisa ditahan maka aksi teror dapat dicegah. Data transaksi keuangan kelompok radikal jika digabungkan antar negara menjadi sangat bermanfaat bagi pencegahan aksi teror.

Konsekuensi dari fusi informasi transaksi keuangan kelompok teror maka kelompok tersebut akan melakukan pengelabuhan dengan transaksi keuangan secara kontan/manual, dan atau mencari sumber-sumber dana di tingkat lokal untuk menjalankan aksinya seperti melalui perampokan. Tidak menutup kemungkinan adanya modus baru narkoterorisme, yaitu kejahatan pengedaran narkotika untuk membiayai terorisme.

Jaringan Kelompok Radikal

Jaringan kelompok radikal di setiap negara berbeda-beda, bahkan dalam satu negara sering kali terdapat banyak kelompok. Namun gerakan dari kelompok-kelompok tersebut dapat diprediksi dari arah ideologinya. Kelompok-kelompok radikal dari berbagai tempat (negara) akan mudah untuk bersatu jika mempunyai ideologi yang sama. Contoh kelompok radikal yang berafiliasi dengan ISIS. Banyak kelompok radikal di berbagai negara yang menyatakan setia dengan ISIS seperti Boko Haram di Negeria, MIT di Indonesia.

Adanya kepentingan persamaan ideologis tersebut menjadi daya pemersatu kelompok-kelompok radikal dari berbagai tempat dan negara. Daya pemersatu tersebut memudahkan kelompok-kelompok tersebut untuk saling bekerjasama. Bentuk kerjasamanya bermacam-macam seperti kerjasama pelatihan, sumber daya manusia, logistik, senjata, keuangan dan lainnya. Jika masing-masing negara mempunyai data terkait kelompok radikal dan disatukan dan diintegrasikan dengan data kelompok radikal dari negara lain, maka akan terpetakan jaringan besar kelompok radikal.

Data Komunikasi

Kelompok radikal dalam menjalankan aktifitasnya berkembang mengikuti kemajuan teknologi. Aplikasi untuk menjalin komunikasi dilakukan dengan bantuan teknologi untuk menembus batas jarak dan waktu. Internet menjadi katalisator kelompok radikal untuk menjalankan aksi teror. Bahkan internet menjadi alat yang efektif untuk perekrutan, propaganda, dan transfer pengetahuan teknis seperti pembuatan bom.

Data-data komunikasi yang dilakukan melalui internet jika bisa disadap dan dkumpulkan akan sangat membantu pemberantasan terorisme. Jika masing-masing negara melakukan penyadapan komunikasi kelompok radikal di masing-masing wilayahnya dan informasi tersebut digabungkan dengan komunikasi yang dilakukan oleh negara lain maka akan terbaca suatu gerakan/aksi global terorisme.

Kesimpulan

Pada akhirnya intelijen tidak bisa bekerja sendirian. Kerjasama antar negara dalam suatu fusi informasi penting untuk dilakukan dalam memberantas terorisme. Aksi-aksi terorisme yang terjadi lintas negara harus diberantas dengan kerjasama lintas negara, termasuk yang paling penting adalah kerjasama intelijen.

Fusi informasi intelijen internasional tentu akan sulit dilakukan jika tidak ada kepercayaan dan manfaat bagi negara persertanya. Untuk mengantisipasi tersebut perlu dibuat lembaga internasional yang menggabungkan dan menangani informasi terkait terorisme. Kepentingan besar untuk melawan aksi terorisme secara global sangat penting diwujudkan, namun menjaga kepercayaan antar negara terkait aktifitas intelijen juga mutlak dilakukan.

Oleh: Stanislaus Riyanta, analis keamanan dan terorisme, alumnus program pascasarjana S2 Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia, tinggal di Jakarta.


Filipina Selatan Akan Dijadikan Basis Utama Islamic State Asia Tenggara

$
0
0

Negara  manapun di dunia saat  ini sulit  dapat menyatakan  dirinya  steril atau bebas dari ancaman serangan teroris. Al-Qaeda dan Islamic State (IS) yang lebih populer dengan trade mark ISIS masih menjadi induk ideologi radikal organisasi teroris tingkat dunia.

Selain di Irak dan Suriah yang menjadi pusat perjuangan, mereka kini memecah diri  dan membentuk sel-sel lebih kecil yang berpusat di tiap-tiap negara, saling berhubungan dan saling menyokong satu sama lainnya.

Islamic State yang berkembang pesat sejak 2014 berhasil menarik militan radikal dari seluruh dunia dalam mewujudkan negara Islam di Irak dan Suriah. Global jihad di dua negara itu berhasil menarik perhatian dan mendapat dukungan para jihaddis dari seluruh dunia, karena diyakini oleh para simpatisannya bahwa apa yang dilakukannya sebagai akhir dari peperangan Islam untuk mewujudkan negara Syam.

Kelompok radikal di Indonesia diketahui tetap ‘aktif’ terlibat dalam aksi global jihad di Suriah. Jumlah perkiraan mereka sekitar 400-500 orang yang sudah bergabung dan ada informasi masih banyak yang sudah berada di perbatasan Turki-Suriah (sekitar 1.000).

Presiden Amerika Serikat, Barack Obama mengatakan perlawanan terhadap kelompok yang menyebut dirinya Islamic State mengalami kemajuan. ISIS bukan tidak tak terkalahkan, katanya.

islamist-terror-group

Dikatakannya juga bahwa dalam sebelas bulan terakhir, sebanyak 25.000 teroris IS terbunuh, serta dimana dalam waktu setahun sebelumnya 20.000 lainnya telah tewas. Jenderal McFarlan, Panglima Komando Pasukan Koalisi Perlawanan terhadap IS mengatakan, kekuatan Islamic State kini jumlahnya diantara 15-30.000 orang yang tersebar di Suriah dan Irak.

Tetapi di sisi  lainnya,  Presiden Obama  memperingatkan bahwa kelompok itu masih tetap merupakan ancaman, “The possibility of an actor who acts alone or in a small cell that kills people is real,” katanya.  Mereka telah mengaktifkan sel di AS dan ada signal mereka akan aktif menyerang di luar negeri.

Perkembangan IS, Abu Sayyaf Grup dan Teroris Asia Tenggara di Filipina Selatan

Menurut laporan, di dapat informasi intelijen bahwa ada militan dari Malaysia dan Indonesia telah bergabung dengan Abu Sayyaf Grup (ASG)  di Basilan Selatan (wilayah otonomi Muslim), dan mereka bertempur menghadapi gempuran pasukan militer Filipina yang  oleh Presiden Filipina, Duterte diperintahkan untuk menghabisi ASG.

Isnilon Hapilon, pimpinan Abu Sayyaf yang berbasis di provinsi Basilan kini memimpin sebuah batalyon baru Islamic State dengan nama Khatibah Al-Muhajir atau “Batalyon Migrant.”  Dilaporkan  bahwa sebagian besar kekuatan tempur mereka terdiri dari jihaddis Malaysia dan Indonesia (perlu pendalaman).

Islamic State belum lama ini merilis video propaganda yang mengimbau pendukungnya di Asia Tenggara untuk bergabung ke Filipina Selatan  apabila mereka mengalami kesulitan untuk berangkat ke Suriah dan Irak. Sementara itu, pakar terorisme Rohan Gunaratna yang berbasis di Singapura mengatakan “Filipina bisa menjadi batu loncatan yang sangat penting untuk mencapai Indonesia, Malaysia dan Singapura, karena Filipina Selatan terletak sangat strategis dan merupakan pusat di wilayah tersebut.”

Pimpinan Abu Sayyaf Group di Pulau Basilan, Isnilon Hapilon (lingkar merah), Foto : beritasatu.
Pimpinan Abu Sayyaf Group di Pulau Basilan, Isnilon Hapilon (lingkar merah), Foto : beritasatu.

Hingga saat ini belum ada konfirmasi dari pihak militer Filipina tentang masalah Batalyon Migrant tersebut, tetapi diketahui  militer Filipina telah membunuh militan asing di  Zamboanga Selatan. Setelah Isnilon Hapilon mengambil alih kepemimpinan Abu Sayyaf Grup, dia menyatakan telah berbai’at kepada pimpinan Islamic State, Abu Bakr al-Baghdadi. Kini  ASG telah berkembang menjadi kelompok teror yang sangat terkenal dan menakutkan  karena melakukan penculikan, pembunuhan,  pemboman dan tindak kegiatan kriminal lainnya di Filipina Selatan.

Dalam video IS tersebut Hapilon ditampilkan bersama Mohd Najib Husen (Hussein), yang juga dikenal sebagai Abu Annas al-Muhajir, komandan Divisi al-Ansar syariah IS (tewas bulan Desember 2015). Kepala Hapilon dihargai pemerintah AS sebesar US$5 juta.

Abu Sayyaf sekarang resmi menggunakan bendera Daesh (Islamic State) dan karena itu Gerakan Khilafah  Islamiyah dan kelompok radikal lainnya di Provinsi Lanao del Sur menjadi pusat di mana militan Ghuraba (asing) berada. Militan Ghuraba dan Gerakan Khilafah Islamiyah  dipimpin oleh  Humam Abdul Najid, yang pernah  terlibat dalam  pemboman di Cagayan de Oro City pada tahun 2013. Kelompok Ghuraba dilaporkan bertanggung jawab dalam menyembunyikan gerilyawan asing, termasuk agen dari Jama’ah al-Tawhid wal-Jihad, sebagai kelompok  pelaku teror dan  disebut sebagai  ancaman internasional.

Jihadis asal  Malaysia  yang kini berada di Filipina Selatan diantaranya adalah, Mahmud Ahmad, Muhammad Joraimee Awang Raimee, Amin Baco dan Jeknal Adil  yang melarikan diri ke Filipina Selatan,  dilaporkan telah merekrut militan di Malaysia dan pernah mengirim simpatisan IS tersebut  ke “Dar al-Harb” (medan perang),  di Suriah dan Irak.

Barang bukti dan Sitaan Operasi Militer Filipina terhadap Abu Sayyaf Group (Foto: dw)
Barang bukti dan Sitaan Operasi Militer Filipina terhadap Abu Sayyaf Group (Foto: dw)

Pasukan Angkatan Darat dari Komando Mindanao Barat, akhir-akhir ini semakin meningkatkan  serangannya dan tercatat telah menimbulkan korban yang cukup banyak terhadap para pemberontak Abu Sayyaf Grup (ASG) dalam serangkaian pertempuran  di Sulu, dimana pihak militer terus melanjutkan operasi pencarian untuk pembebasan sandera asing yang diculik.

Kelompok Maute yang mengklaim memiliki link ke Islamic State dilaporkan pada akhir Agustus 2016 telah  menyerbu penjara di Provinsi Lanao del Sur. Kelompok teror tersebut berhasil  membebaskan sekitar dua lusin tahanan, termasuk delapan rekan mereka yang ditangkap hanya satu minggu sebelumnya. Serangan pada penjara pemerintah ini merupakan pukulan  besar terhadap law enforcement dan ketertiban  di Filipina.

Kepala Inspektur Kota Marawi, Parson Asadil  mengatakan para pria bersenjata itu berhasil  membebaskan pemimpin mereka, Hashim Balwawag Maute, yang juga telah berbai’at  kepada Negara Islam. Maute ditangkap  tanggal 22 Agustus 2016 di pos pemeriksaan tentara-Filipina Polri di kota Lumbayanague di Provinsi Lanao del Sur. Dia  dilaporkan terlibat aktif dalam berbagai kegiatan teroris.

Pihak Intelijen AS dan pejabat militer mengatakan bahwa, “Hapilon telah menempatkan Filipina langsung di bawah kendali jaringan teror, dan ini adalah game-changer.” Perubahan permainan bisa berupa terbentuknya kegiatan pemberontakan  yang lebih besar di Filipina Selatan.

Dengan bergabungnya para militan dari Malaysia dan Indonesia, bukan tidak mungkin  di masa mendatang, Filipina Selatan yang infrastruktur terorismenya sudah terbentuk akan menjadi basis utama Islamic State di kawasan Asia Tenggara. Praktek terorisme  telah mereka praktekkan di Suriah dan Irak, dimana sangat patut diduga mereka telah menggeser strategi perjuangannya ke arah insurgency. Memang Presiden Filipina Duterte menyatakan dengan serius  akan menghabisi Abu Sayyaf Grup, nampaknya jargon tersebut mudah diucapkan, tetapi jelas sulit dalam melaksanakannya.

Para simpatisan ISIS di Jakarta, Muncul dan disebut ISIS Indonesia (Foto : republika)
Para simpatisan ISIS di Jakarta, Muncul dan disebut ISIS Indonesia (Foto : republika)

Terlebih apabila konsep Khatibah al-Muhajir berjalan, dimana para jihaddis dari Malaysia, Indonesia, mereka yang kembali dari Timur Tengah  serta para militan beberapa Negara di kawasan Asia Tenggara bergabung. Kekuatan tempur Abu Sayyaf (Khatibah Al-Muhajir atau “Batalion Migrant.”) akan meningkat pesat jumlahnya dan bila ini terwujud, maka ancaman teror di kawasan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia akan semakin besar. Solusi terbaiknya adalah dilaksanakannya operasi gabungan militer beberapa negara dalam bentuk sebuah koalisi tempur. Mungkin begitu?

Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Analis Intelijen, www.ramalanintelijen.net

Antara Peristiwa Teror 9/11 Dengan Kepala BIN Yang Baru

$
0
0

Hari ini adalah peringatan 15 tahun aksi teror spektakuler 9/11 yang dilakukan 19 orang dari kelompok pelaku bunuh diri dengan membajak empat pesawat  AS. Teror yang dilakukan pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai peristiwa 911, dimana pembajak menabrakkan dan mampu meruntuhkan menara kembar World Trade Center di New York yang merupakan simbol keperkasaan ekonomi AS, disamping juga Pentagon sebagai Markas  Pertahanan.

Disebutkan warga dan pemerintah AS menangis dan marah, dan dimulailah operasi kontra teror untuk mengejar siapa dibalik itu semua. Dalam mengikuti pembacaan aksi teror maupun kontra teror,  hanya bisa dilakukan dengan disiplin ilmu intelijen, karena disitulah teror sebagai sebuah mazhab ideologis bermukim sebagai bagian (sarana) dari fungsi intelijen penggalangan (conditioning).

Dalam dunia intelijen dikenal istilah  intelijen taktis dan  strategis. Untuk memenangkan sebuah pertempuran,  yang dipergunakan adalah intelijen taktis. Sementara intelijen strategis dipergunakan untuk memenangkan peperangan, terdiri dari sembilan komponen intelstrat (komponen ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam, biografi, demografi dan sejarah).

impossible to be possible (foto: biggerpockets)
impossible to be possible (foto: biggerpockets)

Dari sisi Intelstrat, menilai sebuah kasus saat bermain dalam dunia politik, nafas gerakannya dikenal sebagai “the art of possible”, dimana kepentingan menjadi muara dari segala gerakan. Selama kepentingannya sama, semua bisa diatur. Tetapi apabila kepentingan berbeda semua bisa saling bermusuhan. Dilain sisi, dalam dunia terorisme, nafasnya adalah “the art of impossible”. Sebelum kasus 911, tak seorangpun pernah berpikir akan ada segelintir orang yang nekad menerbangkan dan menubrukan pesawat ke WTC hingga runtuh. Semua pihak awalnya akan berpikir “impossible”, tapi nyatanya “possible”.

Lima Belas Tahun Setelah Serangan

Pada setiap mendekati tanggal 11 September, para pemimpin kelompok Al-Qaeda selalu mengeluarkan pernyataan melalui  media sosial. Pada hari Jumat (9/9/2016) pemimpin tertinggi Al Qaeda, Ayman al-Zawahiri muncul dalam sebuah video online menjelang ulang tahun ke 15 serangan 9/11  yang mereka akui. Zawahiri menyebut serangan mematikan dahulu itu sebagai sebuah “tamparan” ke AS dan sekutu-sekutunya.

Pucuk Pimpinan Al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri (Foto :dailynewsegypt)
Pucuk Pimpinan Al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri (Foto :dailynewsegypt)

Sebelumnya, dalam pesan audio yang dirilis AFP dua hari setelah ulang tahun ke-12 (2013) serangan 9/11, Ayman al-Zawahiri mengatakan Amerika bukanlah “kekuatan mistis ” dan bahwa para mujahidin, pejuang suci Islam itu di tanahnya sendiri bisa mengalahkannya dengan serangan. Zawahiri (biasa dipanggil juga Zawahri) sebagai pucuk pimpinan Al-Qaeda, kepalanya dihargai USD 25 juta oleh pemerintah AS, diyakini kini bersembunyi di wilayah perbatasan Pakistan – Afghanistan, atau di Afrika Utara. Belajar dari penyergapan Osama bin Laden, dia selalu bergerak.

Dikatakannya, pada 9 September 2016, “Kami selalu menandai setiap hari yang berlalu selama 15 tahun sejak serangan ke Washington, New York dan Pennsylvania,” kata Zawahiri dalam video yang diterjemahkan oleh kelompok Intelijen SITE. Selain itu dia  mengeluarkan ancaman ke  AS, menyatakan,  “Selama anda terus melanjutkan kejahatan, maka  peristiwa 11 September akan diulang seribu kali, dan Allah akan mengizinkan,” tegasnya.

Direktur CIA, John Brennan mengatakan dalam sebuah wawancara baru-baru bahwa kekuatan  al-Qaeda telah “berkurang” melalui upaya kontraterorisme agresif pihaknya, tetapi ditegaskannya tentang Al Qaeda, “Still a very serious concern and threat, and the core of al-Qaeda – Zawahiri and others of that ilk – still think of the West as the major enemy.” Brennan percaya bahwa mereka masih menganggap Amerika Serikat tetap sebagai  sasaran prinsip seperti  yang dikatakannya di  West Point.

Direktur CIA (Central Intelligence Agency) , John Brennan (Foto :boing2)
Direktur CIA (Central Intelligence Agency), John Brennan (Foto : boing2)

Kini, warga dan pemerintah AS semakin tidak nyaman dengan munculnya ISIS yang kini bernama Islamic State. Setelah serangan 9/11, Presiden AS George Bush menetapkan pengejaran pemimpin Al-Qaeda dengan menyerang pemerintahan Taliban di Afghanistan. Bush mengatakan peristiwa runtuhnya menara kembar WTC pada peristiwa serangan teroris 9/11 sebagai perang pertama pada abad ke-21.

Sejak itu, maka kampanye melawan terorisme global merupakan tujuan utama kebijakan luar negeri dan pertahanan AS, dan tujuan-tujuan internasional lain akan berada dibawah tujuan besar ini. Sejak itulah operasi besar pengejaran terhadap Osama bin Laden dilakukan, tokoh yang dianggap bertanggung jawab. Menlu AS yang saat itu dijabat Collin Powel bahkan mengatakan lebih serius, pemerintah AS akan mengejar kekuatan dibalik serangan tersebut yang disebutnya sebagai “along and bloody war”.

Bush menyatakan perkiraan bahwa operasi kontra teror, hanya berlangsung lima tahun, paling lama satu dekade. Tetapi ternyata dia salah. Hingga kini AS terus terancam oleh aksi teror, baik oleh sel Al-Qaeda, Islamic State maupun simpatisan yang melakukan teror, dikenal sebagai serigala tunggal (lone wolf).

Presiden Amerika Serikat, Barack Obama mengatakan perlawanan terhadap kelompok yang menyebut dirinya Islamic State mengalami kemajuan. ISIS bukan tidak tak terkalahkan, katanya. Dikatakannya juga bahwa dalam sebelas bulan terakhir, sebanyak 25.000 teroris IS terbunuh, serta dimana dalam waktu setahun sebelumnya 20.000 lainnya telah tewas. Jenderal McFarlan, Panglima Komando Pasukan Koalisi Perlawanan terhadap IS mengatakan, kekuatan Islamic State kini jumlahnya diantara 15-30.000 orang yang tersebar di Suriah dan Irak.

Tetapi, Presiden Obama memperingatkan bahwa kelompok itu masih tetap merupakan ancaman, “The possibility of an actor who acts alone or in a small cell that kills people is real,” katanya. Mereka telah mengaktifkan sel di AS dan ada signal mereka akan aktif menyerang di luar negeri.

Kepala BIN Baru dan Ancaman Teror di Indonesia

Penulis baru menulis tentang pemilihan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang baru dilantik (Komjen Pol Budi Gunawan), yang sebelumnya menjabat sebagai Wakapolri, dikaitkan dengan peristiwa serangan WTC 11 September 2001.  Mengapa? Penulis ingin Budi  Gunawan melihat kadar ancaman teror global  yang  semakin berbahaya.

Dalam peristiwa 9/11, rakyat dan pemerintah AS demikian terguncang oleh aksi teror yang sukses menyerang simbol  pusat perekonomian Amerika yang demikian terjaga kuat, juga kekuatan militer pertahanan maupun intelijen. Toh, beberapa belas pelaku teror mampu menerobos rintangan sekuriti penerbangan, melakukan desepsi kontra teror, dan membuat perencanaan spektakuler. Ini artinya Amerika kecolongan? Kira-kira begitu, WTC pernah coba di bom tetapi tidak sukses. Konsep pesawat sebagai bom bakar ternyata tidak masuk agenda pengawasan ketat dari  badan intelijen AS.

Beberapa Badan Intel AS, Black Budget (Foto : cbsnews)
Beberapa Badan Intel AS, Black Budget (Foto : cbsnews)

Nah, dengan perkembangan ancaman teror masa kini, badan intelijen AS kemudian lebih diberdayakan dan menjadi penjuru dalam mengantisipasi ancaman teror dan  ancaman keamanan nasional lainnya. Washington Post menyiarkan pembocoran informasi dari mantan kontraktor intelijen Edward Snowden tentang adanya black budget intelijen sebesar USD 52,6 miliar, yang memetakan lanskap birokrasi dan operasional yang belum pernah tunduk pada pengawasan publik. Ringkasan Snowden menjelaskan tentang teknologi intelijen terdepan, perekrutan para agen komunitas intelijen AS, yang berjumlah 107.035 karyawan dan operasi intelijen yang sedang dilaksanakan.

Direktur Nasional Intelijen, James Clapper Jr R. Menyatakan, “Amerika Serikat telah melakukan investasi yang cukup besar dalam Komunitas Intelijen sejak serangan teror 9/11, mencakup juga perang di Irak dan Afghanistan, Arab Spring, proliferasi senjata pemusnah massal teknologi, dan ancaman asimetris dari perang cyber,” ungkapnya. Dokumen Snowden menggambarkan konstelasi intelijen bertugas melacak jutaan target surveilans dan melaksanakan operasi yang mencakup ratusan serangan yang mematikan .

Mereka diorganisir dalam lima prioritas yaitu, memerangi terorisme, menghentikan penyebaran senjata nuklir dan konvensional lainnya, memperingatkan para pemimpin AS tentang peristiwa penting di luar negeri, menangkal spionase asing, dan melakukan operasi cyber. Setelah serangan 11 September 2001, pemerintah AS telah menghabiskan anggaran sebesar USD 500 miliar dimana dikatakan bahwa AS berhasil menangkal ancaman teroris. Dan hasilnya menurut data Snowden adalah terbentuknya kekaisaran intelijen, sebuah kerajaan yang melampaui kemampuan musuh dan negara manapun. Itulah AS yang sadar bahwa terorisme adalah ancaman bagi negaranya, hanya bisa diantisipasi oleh intelijen yang kuat.

badan-badan-negara

Bagaimana dengan Indonesia masa kini dan kedepannya terkait ancaman teror dan keamanan nasional lainnya. Bagaimana dengan posisi BIN yang seharusnya ditempatkan sebagai sebagai penjuru? Dalam penanganan terorisme, ada tiga institusi yang menangani aktif pada saat ini, yaitu BNPT, BIN dan Polri (baca Densus 88). Teror harus ditempatkan sebagai sebuah ancaman serius terhadap negara. Yang terjadi di Indonesia saat ini adalah semacam tindakan kriminal beberapa kelompok dan mulai lebih aktif di kontrol dari luar negeri.

Perang teror yang saat ini terjadi di Suriah dan Irak sudah merupakan sebagai gerakan insurgency, membentuk negara. Maka perang yang berlangsung adalah pengerahan kekuatan  militer dengan penjuru badan intelijen.  Titik rawan Islamic State adalah tidak dimilikinya pertahanan udara dan alutsista udara. Disitulah mereka dengan mudah dihancurkan hingga dalam dua tahun perang menurut Obama 45.000 penempur mereka tewas.

Oleh karena itu, para pejabat yang menangani masalah teror di Indonesia, bukan sekedar mengedepankan deradikalisasi, anti radikalisasi saja, tetapi dibutuhkan ketegasan dan kesiapan aturan, UU yang segera berjalan tanpa debatable apabila terjadi peningkatan signifikan ancaman terorisme. BNPT sebagai badan yang bertanggung jawab dalam penanggulangan terorisme sebaiknya diperkuat sisi intelijennya, bukan hanya meninjau dan memperkuat penanggulangan  terorisme  dari sisi agama, psikologi, sosiologi dan, hukum . Intelijen meneliti dari sisi yang komprehensif sehingga hasilnya utuh tidak sepenggal-sepenggal. Apakah BNPT bisa mendapat informasi intelijen dari badan lainnya? Agak diragukan juga.

Tito-karnavian

Suatu hal yang positif dalam penanggulangan teror dengan duduknya Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai Kepala BIN, karena link dengan Polri, dimana Kapolrinya (Jenderal Pol Tito Karnavian) adalah seorang pakar Terorisme. Penulis perkirakan kerjasama BIN-Polri mendatang akan lebih erat dan lebih mampu memetakan ancaman teror di Indonesia. Sebagai catatan, Densus 88 jelas membutuhkan analisis intelijen dari sisi ancaman, lebih luas dibandingkan hanya sebagai tindak kriminal saja. Kini,  informasi intelijen  bisa didapat dari BIN dengan lancar pastinya.

Nah, khusus untuk Kepala BIN yang baru, penulis ucapkan selamat bertugas, amanah di Pejaten itu jelas sangat berat dan selalu mudah disalahkan. Apabila terjadi serangan teror misalnya, maka intelijen dituduh tidak berbuat. Badan intelijen Perancis juga dikatakan kecolongan dengan serangan Bataclan, demikian juga Belgia dengan serangan di Bandara Brussel, Turki juga kecolongan dengan aksi teror di Bandaranya, Jakarta dengan teror di Thamrin. BG harus siap disalahkan karena ada pandangan berbagai pihak soal kapabilitas.

Dalam uraian diatas panjang lebar penulis menyampaikan besarnya ancaman khusus terorisme. Belum lagi apabila dibahas, asimetris war, proxy war, currency war, dal lain-lain ancaman clandestine yang juga porsi BIN. Sebagai penutup disampaikan bahwa analisa intelijen itu adalah kegiatan yang sangat sulit, dan pada akhirnya akan merupakan sebuah prediksi. Karena itu banyak dan luas yang harus ditangani Budi Gunawan. Sukses selalu demi bangsa dan negara. Bravo!

Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Analis Intelijen, www.ramalanintelijen.net

Membaca Agenda Tersembunyi di Balik Tax Amnesty

$
0
0

Sebagaimana tulisan terdahulu {silahkan baca: (1) Mengenal Perang Asimetris: Sifat, Bentuk, Pola dan Sumbernya; (2) Membaca Isu Rokok Mahal dan Tax Amnesty dari Perspektif Perang Asimetris; dan (3) Isu Rokok Dan Tax Amnesty: Tarian Gendang Yang Ditabuh Oleh Asing, M Arief Pranoto, di Web theglobal-review, Global Future Institute/GFI, Jakarta}, bahwa bentuk serangan asimetris asing (asymmetric warfare) yang sukar dikenali dan sulit dibaca oleh pubik manakala ia telah melalui “Kebijakan Negara dan/atau Pemerintah.” Kenapa? Selain kata “kebijakan” itu sendiri bersumber dari logika dan rasa —dalam arti logika yang benar dan (rasa) yang adil— dimana ujung kebijakan adalah ketentraman dan kenyamanan warga, juga — mana mungkin sebuah kebijakan negara/pemerintah kok malah menjerumuskan warga negaranya? Namun inilah yang terjadi. Ketika sebuah kebijakan justru menimbulkan keresahan di kalangan warga, maka mutlak harus dicermati bersama, karena niscaya ada sesuatu yang keliru atas proses maupun tujuan kebijakan tersebut.

Tulisan sederhana ini, tidak akan menguak adanya “power dahsyat” yang mendorong terbitnya Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) kecuali sekilas untuk menyambungkan bahasan saja, karena faktanya bahwa antara tahap wacana (isu), pembahasan (tema) dan penerbitan (skema) UU ini terbilang sangat cepat lagi singkat. Coba bandingkan dengan UU lain yang temponya bertahun-tahun, belum juga masuk prolegnas. Namun tidak akan sejauh itu kajian ini.

Tulisan ini hanya mencoba menguak hidden agenda (agenda tersembunyi) di balik pemberlakuan Tax Amnesty dari perspektif geopolitik, khususnya (pisau) varian asymmetric warfare sebagai pola paling favorit di abad ke 21 yang kerap digunakan para adidaya dalam rangka menebar serta melebarkan hegemoninya di negara-negara yang menjadi target (kolonialisme)-nya.

Secara tersirat, target pokok atau Plan A dari UU ini adalah para koruptor dan pengemplang pajak yang menyimpan uangnya di negara suaka pajak (tax heaven) semacam Singapore, Swiss, dan lain-lain. Inilah mimpi di siang bolong, kata Sri Mulayani Indrawati, jika mengharap repratiasi dana dari luar negeri.

Tatkala Plan A dinilai gagal karena hanya mampu menjaring sekitar satu triliun rupiah dari target sebelumnya yang mencapai ribuan triliun rupiah. Target pun diturunkan menjadi Rp 165 triliun. Dan tampaknya masih sulit dicapai, lalu (target) diturunkan lagi menjadi Rp 30 trilun.

Persoalan pokok memang: “Pemerintah tidak punya uang.” Ora duwe duit. Apakah berarti, pemerintah salah menghitung biaya pembangunan berbagai infrastruktur dengan kekuatan anggaran? Entahlah. Penulis tak mau terjebak saling menyalahkan perancang APBN. Berdasarkan info berkembang, target APBN dari pajak sekitar Rp 1.363 triliun, namun baru tercapai Rp 500 triliun.

Singkat cerita, gagal pada Plan A, Plan B pun dijalankan yaitu selain (Plan B-I): “Tax Amnesty ditujukan kepada setiap warga negara,” juga (Plan B-II): “Pemotongan-pemotongan anggaran di berbagai Kementerian dan Lembaga Negara, termasuk pemangkasan anggaran pada pemerintah-pemerintah daerah.” Nah, Plan B inilah yang hendak dikaji agak dalam melalui perspektif geopolitik (cq asymmetric warfare).

Dari perspektif geopolitik global, sekali lagi, Indonesia merupakan tujuan kolonialisme disebabkan “takdir geopolitik” menggiurkan (berupa potensi ekonomi, geoposisi silang, sumberdaya alam, demografi, dan lain-lain). Karena faktor takdir geopolitik tersebut, maka republik ini ditempatkan pada posisi (1) sebagai PEMASOK BAHAN MENTAH bagi negara-negara industri maju; (2) sebagai PASAR bagi barang-barang jadi yang dihasilkan oleh negara-negara industri maju; dan (3) sebagai pasar guna MEMUTAR ULANG KELEBIHAN KAPITAL yang diakumulasi oleh negara-negara industri maju tersebut (Soekarno, 1955).

Pertanyaannya sederhana, jika seorang petani di gunung —katakan namanya Mukidi— punya tanah warisan relatif luas, ketika ia ikut Tax Amnesty dan harus membayar sekian ratus juta rupiah, darimana Mukidi mampu membayar pajak pengampunan? Mungkin jawabannya: “Dijual.” Dijual kepada siapa? Siapa segelintir orang yang memiliki dana tak terbatas —para pengembang— di tengah warga negara lain yang lagi bingung mencari dana untuk membayar pajak amnesty? Inilah prakiraan skenario bila Plan B-I dijalankan pemerintah. Berapa banyak jumlah “Mukidi” di Indonesia? Ia, mereka, kamu, atau kalian adalah —Mukidi— mayoritas rakyat di Bumi Pertiwi.

Dari sampel prakiraan “Kasus Mukidi” di atas, jika ditelusuri melalui modus asymmetric warfare, telah bisa dibaca siapa sesungguhnya “power dahsyat” dari luar (asing) di balik terbitnya UU Pengampunan Pajak ini?

Sekarang menginjak Plan B-II yang berupa: “Pemangkasan anggaran baik di pusat maupun daerah.” Secara kronologis, sekarang sudah bulan September 2016. Sudah barang tentu, proyek-proyek pembangunan yang bersumber dari APBN dan APBD di kewilayahan tengah berjalan. Dan menjadi rahasia umum pula, bahwa fee telah disebar oleh pemenang tender ke pejabat pusat dan daerah. Pertanyaannya adalah, “Siapa yang akan membayar sisa (per tahap/termin) bila ada pemangkasan anggaran nantinya?” Proyek bisa terbengkalai, tak terbayar. Bolehkah pemerintah daerah utang ke luar negeri? Ini sekedar retorika.

Dari perspektif peperangan asimetris, operasional Plan B-II ini justru akan memicu daerah-daerah yang merasa kecewa ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sekali lagi, inilah yang diharapkan oleh asing. Pertanyaannya, “Bukankah skema Clinton Program-nya Paman Sam yang hendak memecah NKRI menjadi negara bagian masih terus berjalan senyap di negeri ini?” Retorika lagi, “Siapa power dahsyat di balik terbitnya UU ini?”

Itulah asumsi: “PERSENYAWAAN HEGEMONI.” Implikasinya bahwa kegaduhan serta hiruk-pikuk politik di Bumi Pertiwi kini bukanlah soal perebutan hegemoni antara Barat (Amerika Serikat dan sekutu) melawan Timur (Cina) dimana negeri ini hanya dijadikan proxy (medan tempur)-nya, tetapi dinamika politik justru mengarah kepada “persenyawaan hegemoni” antara keduanya. Barat ingin ini, Timur mau yang itu. Cincai-cincai berlangsung secara senyap di top level management. Mungkin itulah inti skema kolonialisme terbaru di republik tercinta ini.

Pertimbangannya, daripada sama-sama hancur di Laut Cina Selatan manakala digelar skenario “rebutan hegemoni” ala militer. Kalah menang bisa menjadi arang. Bukankah lebih nyaman kavling-kavling (geo) ekonomi di Indonesia?

Antara komunis (Cina) dan kapitalis (Amerika) itu serupa tapi tak sama. Berubah-ubah modus tetaplah sama. Serupa pada daya eksploitasi di wilayah koloni yakni mencari bahan baku semurah-murahnya lalu menciptakan pasar seluas-luasnya, sedang perbedaan hanya pada management puncak. Artinya, bila komunis dikuasai segelintir elit negara, sedangkan kapitalis dikendalikan oleh sekelompok elit partikelir atau swasta. Dari pisau analisa asymmetric warfare, bahwa Tax Amnesty merupakan test case pertama serta implementasi teori dan/atau asumsi “Persenyawaan Hegemoni.” Tak bisa tidak.

Seandainya Plan A dan B tidak terlaksana, kemungkinan dijalanlan Plan C dalam Tax Amnesty ini, yaitu: “Utang luar negeri.” Entah utang kepada China ataupun International Moneter Fund (IMF), Bank Dunia, dan lain-lain, kelak muaranya akan sama, karena menurut John Adams (1735-1825): “Ada dua cara menaklukkan dan memperbudak sebuah bangsa. Pertama dengan pedang (militer), kedua melalui utang.” Plan C inikah yang kelak berjalan?

Membiayai pembangunan Tol Laut —Poros Maritim Dunia— dan berbagai infrastruktur (pada catatan GFI, Jakarta, meliputi 24 pelabuhan laut, 14 bandara dan 8000 km rel kereta, dan lain-lain) bukanlah bim salabim atau seperti membalik telapak tangan. Lagi-lagi, pemerintah harus berutang. Entah skema utang kelak adalah Public Private Partnership (PPP) —ini utang masa depan— atau Turnkey Project Management (TPM). Nanti akan terlihat.

Apabila pemerintah kembali utang ke IMF, maka sudah bisa ditebak bahwa jerat Structural Adjusment Programmes (SAPs)-nya IMF akan kembali melilit “leher” Indonesia berupa: (1) perluas kran impor dan adanya aliran uang yang bebas; (2) devaluasi; dan (3) kebijakan moneter dan fiskal dalam bentuk: pembebasan tarif kredit, peningkatan suku bunga kredit, penghapusan subsidi, peningkatan pajak, kenaikan harga kebutuhan publik. Termasuk di dalamnya adalah privatisasi BUMN, oleh karena privatisasi merupakan watak ideologi neoliberalisme (neolib) yang menopang IMF. Entah BUMN mana lagi akan diprivatisasi nantinya?

Kalau pemerintah berutang ke China, maka boleh diduga bahwa XI Jinping cenderung memilih TPM. Kenapa? Karena melalui skema TPM ini, Xi Jinping, Presiden China bakal terus memasukkan “tentara merah”-nya berkedok kuli/pekerja kasar pada proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Pertanyaannya, “Pilih mana — Plan A, B atau C?”

Mukidi berkerut, lalu bangkit dari tidurnya. Ia berorasi: “Tidak semuanya! Tolong tunda berbagai proyek infrastruktur dan tunda pula Tax Amnesty”. Selesai berorasi, Mukidi kembali tidur. Ia mendesis, daripada stress memikirkan harga rokok yang katanya akan membumbung tinggi!

Penulis : M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)

Empat Teroris Bom Panci Presto Pengincar Istana Yang Ditangkap Terkait ISIS

$
0
0

Pada hari Sabtu (10/12/2016) Densus 88 Mabes Polri, menangkap tiga orang terduga teroris yang terdiri dari dua pria dan satu wanita di ‎dua lokasi. Dua pria yakni Nur Solihin (NS) dan Agus Supriyadi (AS) ditangkap di dalam mobil di saat melintas di dekat Fly Over Kalimalang. Sementara satu wanita atas nama  Dian Yulia Novi (DYN) ditangkap di kos-kosan Jalan Bintara VIII RT 04 RW 09, Kota Bekasi. Kedua pria tersebut diketahui datang dari Solo, tetapi NS bukan asli Solo dia  berasal dari Blora, Jateng. Selama ini NS hanya tinggal kos di kawasan Solo bagian Barat. Sedangkan AS alias H adalah warga dari  Kecamatan Grogol, Sukoharjo.

Dari kontrakan DYN, Densus 88 menyita sebuah bom rakitan jenis ‘rice cooker’ yang siap ledak dengan pemicu. Bom tersebut kemudian  didisposal dalam container khusus bom Gegana. DNY diketahui  berasal dari Cirebon yang diduga akan menjadi ‘calon pengantin’, sebagai pelaksana pembom bunuh diri yang rencananya akan menyerang Istana hari Minggu (11/12/2016). Bom panci presto merupakan kategori improvised explosive device atau kurang lebih adalah alat peledak hasil improvisasi manusia ‘kreatif’. Cara kerja bom panci presto yakni dengan meletakkan bahan peledak dan partikel lain (paku, bongkahan besi, kaca) ke dalam panci presto. Sementara itu, di gagang panci presto, ditempelkan ponsel sebagai pemicunya. Dengan demikian, bom jenis ini bisa dikendalikan melalui jarak jauh.

bom panci paku
Pressure-cooker Bomb alias bom panci presto, jenis bom yang juga meledak saat acara lari maraton di Boston pada tahun 2013 (Foto : breitbatt)

Ketika kendali diaktifkan, bahan peledak  yang sudah ‘dimasak’ di dalam panci presto bersama bahan-bahan lainnya akan mendapat tekanan panas yang luas biasa dalam waktu yang cukup singkat. Akibatnya, hanya dibutuhkan waktu kurang dari satu menit bagi bahan peledak untuk keluar dari tekanan panci presto dan menyebabkan ledakan besar. Partikel-partikel bom panci presto bisa terbang dengan kecepatan 1 kilometer per detik. imbas dari bom tersebut dapat melukai, menerbangkan, memisahkan bagian tubuh dan mematahkan tulang manusia. Tak hanya itu, bom panci presto juga menyebabkan trauma otak.

Selain di Bekasi, pada hari yang sama, pukul 18.15 WIB, Densus 88 juga menangkap ‎terduga teroris berinisial SY atau Abu Izzah, di Sabrang Kulon Matesih, Kab Karanganyar, Solo. SY patut diduga sebagai  perakit bom yang di bawa oleh terduga teroris NS ke Jakarta. Dari penjelasan Mabes Polri maupun Polda Metro Jaya, ke empat orang yang ditangkap adalah  dari jaringan Jamaah Anshor Daulah Khilafah Nusantara (JADKN).

Bahrun Naim Si Principle Agent

Dalam beberapa penjelasan baik pihak polisi maupun pengamat terorisme Ansyaad Mbai, nama Bahrum Naim disebut sebagai pengendali rencana kelompok di Bintara tersebut. Naim juga pernah terkenal sebagai penyandang dana serangan bom Thamrin. Dia beroperasi dari Suriah, bersama Bahrumsyah dan Abu Jandal. Naim ini berhubungan dengan Abu Mushab yang ditangkap Densus, patut diduga sebagai otak serangan teror di Thamrin, dia ahli propaganda, memahami betul IT, sehingga sering aktif dalam berkomunikasi dengan sel yang ada di Indonesia.

bahrun-naim-perekrut-ulung-pelaku-teror-yang-ingin-tunjukkan-eksistensi
Bahrun Naim, salah satu yang menjadi principle agent serangan teror di Indonesia (Foto : simakberita)

Sejak 2015 terjadi aliran dana dari Bahrun Naim kepada Arief Hidayatullah alias Abu Mushab (ditangkap 23 Desember 2015 di Bekasi). Abu Mushab menyalurkan dana operasi kepada kelompok penyerang Thamrin. Ada dua hal yang diperintahkan Naim pada Mushab yaitu menjadi koordinator atau memfasilitasi pengiriman WNI ke Suriah untuk bergabung ke ISIS dan juga untuk melakukan amaliah alias aksi di Indonesia. Selain itu Khitabah Gonggong Rebus (KGR) yang melakukan aksi di Batam juga diduga merupakan jaringan Bahrun Naim, Jumat (5/8/2016). Terduga teroris ditangkap di lima tempat berbeda dengan pimpinan Gigih Rahmat Dewa (GRD).

Jamaah Anshar Daulah Khilafah Nusantara (JAKDN)

Dari hasil pemeriksaan sel Bekasi setelah penangkapan Abu Mushab (23/12/2015), ditemukan sementara ini organisasi terkait bernama JAKDN, yang di dalamnya terdiri dari beberapa organisasi yaitu, Mujahidin Indonesia Timur (Santoso/ tewas), Mujahidin Indonesia Barat, Jamaah Islamiyah, Jamaah Anshorud Tauhid, tim Hisbah Solo, dan Tauhid wal Jihad (Amman Abdurrahman). Tim Hisbah ditangkap di Solo pada Agustus 2015. Tokohnya Ibadurahman alias Ali Robani alias Ibad, Yus Karman, dan Giyanto alias Gento telah ditangkap.

JAKDN didirikan pada pertengahan Maret 2014. Sebagai pemimpin sementara saat itu adalah Marwan alias Abu Musa sebelum tampuk kepemimpinan diserahkan ke Amman Abdurrahman. Mantan anggota markaziah JI dan juga mantan ketua Mantiqi III Jamaah Islamiah, Abu Tholut alias Imron Baehaqi, menjelaskan bahwa amir JAKDN saat ini adalah Amman sedangkan Abu Bakar Ba’asyir menjadi penasehat. Amman kini ditahan di Lapas Kembang Kuning dan Ba’asyir di Lapas Pasir Putih. Kedua Lapas ini berada di Nusakambangan.

Apabila dalam pemeriksaan benar bahwa keempat orang tersebut dari JAKDN, maka jelas keterkaitan Islamic State (lebih dikenal sebagai ISIS) dengan pengendali Bahrun Naim yang berhubungan dengan jaringan Amman Abdurrahman yang masih berada di Lapas Nusakambangan.

Fatwa Pimpinan ISIS Al-Adnani

Abu Muhammad al-Adnani (juru bicara IS) sebelum tewas dalam serangan drone CIA menyatakan mulai mengakui kerugiannya di medan perang, “Sementara struktur inti kami di Irak dan Suriah diserang, kami telah mampu memperluas dan telah menggeser beberapa perintah melalui media dan struktur kekayaan ke negara-negara yang berbeda. Dari sanalah akan dilakukan serangan”, tegasnya.

Abu-Muhammad-al-Adnani
Abu Muhammad al-Adnani Juru Bicara ISIS saat sebelum tewas sudah mengeluarkan perintah Jihad Global (Foto : mirror)

Terjadinya serangan pada bulan Ramadhan yang mematikan terhadap Istanbul Ataturk Airport dan distrik perbelanjaan Karrada, Baghdad serta teror di Orlando, granat di Malaysia dan bom di Solo  merupakan bentuk teror, tetapi juga merupakan pembalikan terhadap situasi tekanan militer terhadap ISIS di Irak dan Suriah. Adnani nampaknya mempersiapkan bahwa kemunduran militer IS telah memaksa IS melakukan perubahan strategi.  Mereka benar-benar mencoba untuk mempersiapkan pengikut mereka untuk mengatasi kelemahan dan kegagalan dengan ‘khalifah’ yang tidak lagi merupakan sebuah kekhalifahan.

Yang dikatakan al-Adnani mulai dibuktikan, “Berupa pesan ke semua anggota koalisi yang melawan kami. Kami tidak akan lupa, dan kami akan datang ke negara Anda dan memukul Anda, dengan satu cara atau cara lain yang menakutkan.”  Al-Adnani menyebarkan pesan melalui media, mengatakan dalam sebuah rekaman yang dirilis tanggal 21 Mei 2016, “Jangan repot-repot datang ke Suriah karena tindakan terkecil yang Anda lakukan di jantung mereka lebih baik dan lebih kekal kepada kita dari apa yang Anda lakukan jika Anda berada dengan kami.”

Pejabat kontra teror Perancis menyatakan, “Mereka sekarang akan memperluas ke taktik lain dan mulai melaksanakan ops jauh lebih berbahaya dan rahasia, di kota-kota besar,” katanya.kembali Perancis diserang aksi teror, pada peristiwa hari Kamis (14/7/2016) malam, saat sebuah truk trailer menubruk kumpulan warga Perancis di Nice saat mengikuti perayaan hari Bastiles. Korban tewas mencapai 87 jiwa (bisa lebih) dan yang luka-luka diatas 150 orang. Pelaku tewas ditembak polisi. Serangan itu bukan bom dan tembakan, tetapi menabrakkan mobil ke kerumunan manusia. Jelas ini akan menginspirasi karena merupakan teror yang mudah di copy.

Analisis

Fatwa dari pimpinan ISIS/IS kepada sel-sel mereka di seluruh dunia (termasuk di Indonesia) sudah jelas, agar para simpatisan melakukan serangan walaupun kekhalifahan mereka runtuh di Suriah dan Irak. Ini berarti aparat keamanan akan menghadapi para penyerang baik yang terkordinir/terkendali maupun perorangan (lone wolf).

densus-88
Densus 88 Mabes Polri masih merupakan andalan sebagai kontra teror (foto :Global Quorum)

Pada akhir-akhir ini Densus serta intelijen negara telah lebih tajam dalam memonitor sel-sel yang tidur, tetapi ternyata mereka sedang mempersiapkan beberapa aksi berupa pemboman. Penangkapan beberapa waktu lalu di Lubang Buaya, Kalideres, Majalengka merupakan sel-sel yang terkompartmentasi dengan sel yang lain. Mereka sudah berada di safe house di Jakarta atau sekitar Jakarta. Daerah yang populer dan disukai sebagai safe house adalah di Bekasi dan Tanggerang. Kini sel Bintara terkait dengan Solo (pembuat bom), serta pelaku suicide bombing dari Cirebon. Karena itu menarik perkembangan baru ini.

Istana sebagai target serangan kelompok Bintara merupakan target potensial disamping Mabes Polri serta jajarannya. Aparat keamanan serta intelijen menurut penulis sebaiknya mendalami mengapa istana kini diserang? Apakah ada kaitan dengan gejolak demo akhir-akhir ini, dimana momentum tersebut pernah akan dimanfaatkan oleh kelompok khilafah saat demo 411, tetapi gagal. Menarik bahwa mereka akan melakukan serangan sebelum momentum Natal dan Tahun Baru. Kita perlu waspada dari pengalaman tahun lalu, dimana pengamanan Natal dan Tahun Baru 2016 sukses, tetapi mereka menyerang melalui bom Thamrin pada hari Kamis (14/1/2016). Serangan di jantung kota walau bom kecil, tetapi tetap menimbulkan efek psikologis yang cukup besar.

istana 2
Istana Presiden yang dijadikan target serangan. Efek psikologisnya sangat besar apabila terjadi, walau tidak ada korban (Foto : wajib baca)

Demikian informasi berupa analisis dari sudut pandang intelijen tentang siapa yang bermain dan akan kemana mereka menuju. Proxy war juga bisa memanfaatkan kelompok teroris dalam operasinya, oleh karena itu karena istana yang menjadi target sebaiknya di dalami lebih lanjut. Bom di sekitar istana akan berefek besar terhadap kepercayaan publik terhadap pemerintahnya, artinya juga kepada sang presiden. Apakah semua kepentingan politik akhir-akhir ini terkait? PRAY.

Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net

Enam Perang China dalam 50 Tahun Mendatang

$
0
0

China belum menjadi kekuatan besar yang bersatu. Ini adalah penghinaan bagi orang-orang China, aib untuk anak-anak dari Kaisar Kuning. Demi martabat dan persatuan nasional, China harus berjuang dalam enam perang dalam lima puluh tahun mendatang. Beberapa dari erang itu mungkin perang regional, yang lain mungkin perang total. Tidak peduli apa kondisi dan situasinya, semua perang tersebut tidak bisa dihindari demi unifikasi China.

PERANG PERTAMA : Unifikasi Taiwan (Tahun 2020-2025)

Taiwan
Taiwan

Dari analisa situasi saat ini, Taiwan tampaknya akan menentang upaya unifikasi, sehingga aksi militer akan menjadi satu-satunya solusi. Perang unifikasi ini akan menjadi perang modern pertama sejak pembentukan “China Baru”.

Perang ini akan menjadi tes bagi perkembangan kemapuan Tentara Pembebasan Rakyat dalam perang modern. China mungkin memenangkan perang ini dengan mudah, atau mungkin saja berubah menjadi perang yang sulit. Semua tergantung pada tingkat intervensi dari AS dan Jepang. Jika AS dan Jepang memainkan peran aktif dalam membantu Taiwan, atau bahkan melakukan serangan ke daratan Cina, perang ini akan menjadi perang total yang sulit dan dan berkepanjangan.

Di sisi lain, jika AS dan Jepang tidak ikut campur, tentara Cina dapat dengan mudah mengalahkan Taiwan. Dalam hal ini, Taiwan bisa dikuasai dalam waktu tiga bulan. Bahkan jika dalam tahap ini AS dan Jepang turun tangan, perang dakan apat diselesaikan dalam waktu enam bulan.

PERANG KEDUA : “Merebut kembali” kepulauan Spratly (Tahun 2025-2030)

Kepulauan Spratly
Kepulauan Spratly

Setelah penyatuan Taiwan, China akan beristirahat selama dua tahun. Selama periode pemulihan, China akan mengirimkan ultimatum kepada negara-negara sekeliling kepulauan dengan batas waktu hingga 2028.

Pada saat itu, negara-negara Asia Tenggara sudah menggigil dengan penyatuan militer Cina dan Taiwan. Di satu sisi, mereka akan duduk di meja perundingan, namun mereka akan enggan untuk meninggalkan kepentingan mereka terhadap kepulauan Spartly. Oleh karena itu, mereka akan mengambil sikap wait and see dan terus menunda untuk membuat keputusan akhir.

AS secara tidak terbuka akan membantu negara-negara Asia Tenggara negara, seperti Vietnam dan Filipina. Di antara negara-negara di sekitar Laut Cina Selatan, hanya Vietnam dan Filipina yang berani menantang dominasi China . Namun , mereka akan berpikir dua kali sebelum pergi ke perang dengan China, kecuali mereka gagal di meja perundingan, mereka yakin mendapatkan dukungan militer dari AS.

Opsi terbaik China adalah menyerang Vietnam, karena Vietnam adalah negara paling kuat di wilayah tersebut. Mengalahkan Vietnam akan mengintimidasi sisanya. Sementara perang dengan Vietnam berlangsung, negara-negara lain tidak akan bergerak. Jika Vietnam kalah, negara lain akan menyerahkan pulau-pulau mereka kembali pada China. Jika sebaliknya, mereka akan menyatakan perang terhadap Cina.

PERANG KETIGA : “Merebut kembali ” Tibet Selatan (Tahun 2035-2040)

“Tibet Selatan” yang diperebutkan antara China dan India
“Tibet Selatan” yang diperebutkan antara China dan India

China dan India berbagi perbatasan yang panjang, tapi titik yang memicu konflik antara kedua negara hanyalah bagian selatan dari Tibet (red: Arunachal Pradesh, India).

Meskipun India tertinggal dibandingkan China dalam kekuatan militer, namun India tetap salah satu dari beberapa kekuatan utama dunia. Jika China menggunakan kekuatan militer untuk menaklukkan “Tibet Selatan, China akan menanggung kerusakan akibat perang yang cukup besar. Menurut pendapat saya, strategi terbaik untuk China adalah untuk mendorong disintegrasi India. Dengan membagi menjadi beberapa negara, India tidak akan memiliki kekuatan untuk mengatasi China.

Tentu saja, rencana tersebut mungkin akan gagal. Tapi China setidaknya harus mencoba yang terbaik untuk menghasut provinsi Assam menaklukkan Sikkim untuk mendapatkan kemerdekaan, dalam rangka untuk melemahkan kekuatan India. Ini adalah strategi terbaik.

Rencana terbaik kedua adalah untuk ekspor senjata canggih ke Pakistan, membantu Pakistan untuk menaklukkan wilayah selatan Kashmir pada 2035 dan untuk mencapai penyatuan nya. Sementara India dan Pakistan yang sibuk melawan satu sama lain, China harus mengambil kesempatan untuk menaklukkan Tibet Selatan yang pada saat dibawah kekuasaan India.

Setelah mengambil kembali Taiwan dan Kepulauan Spratly, Cina memiliki lompatan besar dalam kekuatan militer di angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara dan space warfare China akan menjadi pemain utama dalam kekuatan militer, mungkin hanya kedua setelah AS. Oleh karena itu, India akan kalah perang ini.

PERANG KEEMPAT : “Merebut kembali ” Pulau Diaoyu kepulauan dan Ryukyu (Tahun 2040-2045)

Pulau Diaoyu dan Kepulauan Ryuku
Pulau Diaoyu dan Kepulauan Ryuku

Pada pertengahan abad ke-21, China akan muncul sebagai kekuatan dunia, disertai dengan penurunan Jepang dan Rusia, AS dan India stagnan dan kebangkitan Eropa Tengah. Itu akan menjadi waktu terbaik bagi China untuk mengambil kembali Diaoyu dan Kepulauan Ryukyu.

Jepang telah merampok kekayaan dan sumber daya di Laut Cina Timur dan melawan hukum dengan menduduki pulau Diaoyu dan Kepulauan Ryukyu selama bertahun-tahun, waktunya akan datang untuk mereka harus membayar akibatnya. Pada saat itu, kita dapat memprediksi bahwa AS akan campur tangan, tetapi telah melemah, Eropa akan diam, Rusia akan duduk dan menonton pertarungan.

Perang dapat berakhir dalam waktu setengah tahun dengan kemenangan besar bagi China. Jepang akan tidak punya pilihan lain selain mengembalikan pulau Diaoyu dan kepulauan Ryukyu pada China. Laut Cina Timur menjadi danau dalam wilayah Cina Siapa yang berani meletakkan jari di atasnya?

PERANG KELIMA : Unifikasi Mongolia Luar (Tahun 2045-2050)

Mongolia
Mongolia

Kita perlu tahu bahwa Republik Rakyat China mengakui kemerdekaan Mongolia Luar. Menggunakan konstitusi dan domain dari Republik Rakyat China untuk menyatukan Mongolia adalah agresi telanjang. Kita hanya dapat menggunakan alasan yang sah konstitusi dan domain Republik Cina untuk menggunakan aksi militer. Terlebih lagi, hal ini berlangsung setelah kasus Taiwan diambil alih oleh China. China harus mengangkat isu unifikasi dengan Mongolia Luar, dan melakukan kampanye propaganda di dalam Mongolia. China juga harus memilih kelompok advokasi unifikasi, membantu mereka untuk mengambil alih posisi kunci dalam pemerintahan mereka, dan untuk menyatakan Outer Mongolia sebagai kepentingan inti China pada penyelesaian masalah Tibet Selatan pada tahun 2040.

Jika Mongolia dapat kembali pada China secara damai itu adalah hasil terbaik, tetapi jika China menghadapi intervensi asing atau perlawanan, China harus siap untuk mengambil tindakan militer. Model Taiwan dapat berguna dalam kasus ini : memberikan ultimatum dengan tenggat waktu pada Tahun 2045. Biarkan Mongolia mempertimbangkan untuk beberapa tahun. Jika mereka menolak tawaran tersebut, maka aksi militer lepas landas.

Pada saat ini, empat perang-perang sebelumnya telah mengendap. Cina memiliki kekuatan politik, militer dan diplomatik untuk Nmenyatukan Mongolia. AS dan Rusia yang semakin melemah tidak akan berani terlibat langsung kecuali protes diplomatik, Eropa akan mengambil peran yang samar-samar, sedangkan India, Afrika dan negara-negara Asia Tengah akan tinggal diam. China bisa mendominasi Mongolia dalam waktu tiga tahun.

Setelah unifikasi, China akan menempatkan pasukan di perbatasan berat untuk memantau Rusia. China akan butuh waktu sepuluh tahun dalam membangun infrastruktur elemental dan militer untuk kemudian mempersiapkan klaim kerugian teritorial dari Rusia.

PERANG KEENAM : Mengambil kembali wilayah yang diambil Rusia (Tahun 2055-2060)

Greater Manchuria
Greater Manchuria

Hubungan China-Rusia saat ini berlangsung baik, yang sebenarnya merupakan akibat dari tidak ada pilihan yang lebih baik dalam menghadapi AS.

Pada kenyataannya, kedua negara dengan cermat memantau satu sama lain. Rusia takut akan kebangkitan Cina akan mengancam kekuasaannya, sedangkan China tidak pernah melupakan wilayah yang dicaplok Rusia. Jika kesempatan datang, China akan mengambil kembali tanah yang hilang.Setelah kemenangan dari lima perang-perang sebelumnya pada tahun 2050, China akan membuat klaim teritorial didasarkan pada domain dari Dinasti Qing (cara yang mirip dengan memanfaatkan domain Republik China untuk menyatukan Mongolia) dan untuk membuat kampanye propaganda mendukung klaim tersebut. Upaya juga harus dilakukan untuk menghancurkan Rusia lagi.

Di masa “China Lama”, Rusia telah merebut sekitar 160 juta kilometer persegi wilayah China, setara dengan seperenam dari daratan dari wilayah China modern saat ini. Oleh karena itu, Rusia  sebenarnya adalah musuh nyata bagi China. Setelah kemenangan dari lima perang-perang sebelumnya, tiba waktu untuk membuat Rusia membayar harga perbuatan mereka.

Hanya ada pilihan perang dengan Rusia. Meskipun pada saat itu, China telah menjadi kekuatan maju dalam pasukan angkatan laut, angkatan darat, udara dan kemampuan ruang angkasa, namun demikian ini adalah perang pertama melawan negara dengan kekuatan nuklir. Oleh karena itu, China harus mempersiapkan dengan baik kemampuan perang nuklir, seperti senjata nuklir untuk menyerang Rusia dari awal sampai akhir. Ketika tentara Cina menghalangi kemampuan serangan balik Rusia, mereka akan menyadari bahwa mereka bukan lagi lawan bagi China di medan perang. Tidak ada yang bisa mereka lakukan kecuali menyerahkan tanah yang mereka diduduki dan untuk membayar harga mahal untuk invasi mereka di masa lalu. – (Wenweipo)

Peta “Aib” Nasional . Dikeluarkan Kementrian pendidikan sekolah dasar RRC pada tahun 1938
Peta “Aib” Nasional . Dikeluarkan Kementrian pendidikan sekolah dasar RRC pada tahun 1938

Catatan: Artikel diatas bukan kebijakan resmi pemerintah China. Artikel ini adalah terjemahan bebas dan singkat dari artikel terbitan koran nasionalis pro pemerintah RRC –Wenweipo– pada tanggal 8 Juli 2013. Enam perang yang oleh penulisnya dikatakan tidak dapat dihindari demi tujuan merebut kembali wilayah nasional Cina yang hilang sejak Kekaisaran China dikalahkan Inggris dalam Perang Opium pada tahun 1840-1842. Kekalahan itu, dalam pandangan nasionalis China, memulai periode “Ratusan Tahun Penghinaan bagi China.”

Source: Jakarta Greater

Viewing all 62 articles
Browse latest View live